04

1368 Words
Hampir setengah jam lamanya Aya duduk di ayunan yang ada di taman belakang rumah dimana hari sudah malam. Aya tidak sendirian, ada Al yang selalu setia menemaninya walaupun sebenarnya anak itu sudah sangat mengantuk. "Mami,"  Aya menoleh. "Papi jahat ya?" Aya mengangkat kedua bahunya lalu merangkul Al. "Masuk aja sana, bobok." "Mami?" "Mami masih mau di sini," Al menggeleng melingkarkan tangannya di pinggang Aya. "Al mau nemenin Mami." Aya tersenyum, "emangnya gak ngantuk?" Al menggeleng sambil menguap membuat Aya tertawa kecil, setelah itu Aya diam dengan mata yang tertuju pada langit gelap. Saat mendengar pernyataan Rafa tadi, Aya langsung pergi tanpa mengucapkan apapun karena ia sudah malas untuk berbicara dengan Rafa. Jujur saja, Aya belum cukup kuat dan tegar ketika menghadapi masalah, apalagi menghadapi masalah rumah tangganya saat ini. Rasanya Aya ingin sekali bercerita dan mengadu pada orang tua namun Aya pikir tidak semua masalah yang ia punya harus diketahui oleh orang tuanya, apalagi untuk masalah keluarga nya sekarang ini. "Hari ini Mami yang anter Al ke sekolah, yang jemput juga Mami abis itu kita ke rumah opa oma." Al mengacungkan jempol seraya menikmati nasi goreng buatan ibunya. Mulut Aya terkunci rapat melihat Rafa datang ke ruang makan sambil menyeret koper, mata dan hati Aya mulai panas. "Papi mau kemana? Kenapa bawa kopel?" "Pergi kerja, jauh. Jangan nakal ya di rumah," kata Rafa sambil mengelus kepala Al. "Kemalen Mami ikut Papi pelgi, kenapa sekalang enggak?" Rafa menatap Aya yang sedang mengisi sebuah piring kosong dengan nasi goreng yang Rafa yakini nasi goreng tersebut untuknya. Sebenarnya Rafa tidak ingin sarapan karena ia ingin cepat-cepat pergi, namun karena tidak enak dengan Aya juga tidak ingin membuat keadaan semakin dingin, Rafa pun memilih untuk sarapan terlebih dahulu. Rafa tidak menjawab pertanyaan Al, laki-laki itu duduk di kursi makan yang biasa ia duduki. Aya pergi dari ruang makan setelah menyiapkan sarapan untuk Rafa. Melihat Aya pergi, Al cepat-cepat turun dari kursi dan berlari mengejar ibunya. Rafa menghela napas karena tinggal dirinya yang berada di ruang makan. Aya membantu Al turun dari sofa lalu mengambil tas sekolah juga botol minum anaknya yang terletak di karpet.  "Al ke depan duluan ya, Mami mau ambil kunci mobil." "Siap!" Al berlari menuju teras. Al berhenti berlari dan berdiri di ambang pintu ketika melihat seorang perempuan yang tidak ia ketahui tengah berdiri di teras rumahnya. "Halo ganteng," sapa nya sambil mencolek dagu Al. "Cali siapa?" "Cari Papi kamu, ada kan?" Dengan polosnya Al mengangguk lalu menoleh ke belakang dimana Aya sudah berdiri sambil memperhatikan perempuan tadi. "Keliatan banget kagetnya, masih inget ya?" Aya diam menatap datar perempuan tersebut. "Jasmin, kalo lupa."  "Mau apa kamu?" Tanya Aya. "Mau ketemu sama Rafa, kan hari ini kita berdua mau pergi. Kita berdua." Jasmin tersenyum. "Panjang umur." Jasmin kembali bersuara sembari menatap ke arah belakang Aya. Aya menoleh mendapati Rafa tengah berjalan ke arah mereka sambil menyeret koper nya. "Kita pergi sekarang?" Tanya Jasmin dengan wajah yang sumringah. Rafa menatap Aya sejenak kemudian mengangguk. "Papi pergi ya," pamit Rafa pada Al. Rafa juga berpamitan pada Aya dan dibalas tanpa respon oleh Aya sendiri. "Kenapa Papi pelgi sama Tante itu?" Al bertanya sambil menunjuk Jasmin. Aya menutup mulut Al, ia tidak ingin mendengarkan apapun sekarang. Aya menggeser tubuhnya juga tubuh Al yang kebetulan menghalangi jalan Rafa karena mereka sedang berdiri di ambang pintu. "Pergi," Rafa yang semula menatap Al beralih menatap Aya yang tengah memalingkan wajah. "Pergi." Ulang Aya kali ini menatap langsung mata Rafa dimana mata nya tengah berkaca-kaca. Rafa tidak pergi karena merasa tidak nyaman dengan kata pergi yang keluar dari mulut Aya, itu terdengar seperti mengusir. Aya mengusir Rafa barusan? Rafa pun pergi, melewati Aya tanpa mengucapkan apapun. Tanpa sadar Aya meremas bahu Al dengan air mata yang mulai jatuh. "Sayang, jangan panggil Tante, Mami." Bisik Jasmin pada Al. Jasmin terkejut ketika dirinya di dorong dan untung saja ia dapat menjaga keseimbangan badan nya. Jasmin menatap Aya dengan raut wajah kesal. "Jangan jadi jalang di rumah tangga orang, pergi." Kata Aya dengan nada sangat dingin. "Maaf, apa barusan, jalang?" Jasmin tersenyum meremehkan.  "Asal lo tau, Rafa masih punya hutang sama Papi nya yang sampe sekarang belom di penuhi. Lo mau tau hutang apa?" Jasmin sedikit lebih dekat pada Aya. "Nikahin gue, dan Rafa udah janji soal itu." Plak! Satu tamparan mendarat keras di pipi kiri Jasmin. Rafa yang sempat melihat itu langsung kembali ke teras. Jasmin yang hendak membalas perbuatan Aya tertahan karena Rafa. "Pergi! Lo berdua pergi dari sini! b******n!" Aya mendorong Rafa yang terlihat sangat terkejut dengan kalimat Aya barusan. "Mami, Mami!" Al menangis karena mulai takut dengan keadaan di sekitarnya. Melihat Aya menangis sambil mendorong juga sedikit berteriak membuat anak itu takut.  "PERGI!" Teriak Aya mendorong sekuat tenaga Rafa juga Jasmin. Mendapat perlakuan seperti itu Rafa hanya diam namun masih tetap terkejut, tidak pernah ia melihat Aya semarah ini. Jasmin menarik Rafa untuk pergi namun laki-laki itu masih berdiri diam di tempat sambil memperhatikan Aya dan Al yang juga sama-sama sedang menangis. "Ayo pergi, ngapain di sini. Baru aja dia ngusir kita, ngusir kamu. Ayo." Jasmin kembali menarik Rafa dengan sedikit lebih kuat agar Rafa bergerak pergi bersamanya. Tadinya Aya berniat ingin pergi ke rumah orang tuanya setelah mengantar Al, namun karena keadaan mata nya yang sembab, Aya mengurungkan niat dan memilih untuk pergi ke tempat yang sepi untuk menenangkan diri. Aya duduk di bawah pohon rindang dengan tatapan kosong. Aya terkejut dan langsung menoleh saat bahu nya di tepuk dengan pelan. "Gak baik melamun, apalagi ditempat yang sepi kayak gini." Aya tersenyum tipis. "Kamu tadi yang hampir serempet mobil saya kan?" Aya terlihat bingung. "Udah lupa ya? Padahal baru tiga puluh menit yang lalu," "Oh, maaf." "Kamu udah minta maaf, kenapa minta maaf lagi?" Aya kembali terlihat bingung membuat pria yang tadi menepuk bahu Aya tertawa. "Kamu minta maaf nya sambil nunduk jadi nya gak tau muka saya ya, gak papa." Aya tersenyum dengan terpaksa karena suasana hatinya masih benar-benar buruk. "Lagi ada masalah sama pacarnya ya?" "Saya udah nikah," Pria itu terkejut hingga membulatkan mata. "Serius? Tapi kamu keliatan masih muda banget, saya pikir tadi kamu nganter adik kamu." Aya tertawa kecil, "anak saya. Saya nikah muda." Pria tersebut menganggukkan kepala. "Tadi juga anter anak Anda?" "Iya, atau jangan-jangan anak kita di kelas yang sama?" "Anak saya di kelas kupu-kupu," "Oh beda ternyata," Aya hanya tersenyum ketika ia bingung harus berkata apalagi. Aya bangkit berdiri, "saya duluan." Pria itu tersenyum seraya mengangguk. Aya berjalan menuju mobil, ketika sudah berada di dalam mobil Aya menatap pria yang tadi berbicara dengannya di mana pria itu masih memperhatikannya. Aya menatap Nevan Reya juga Al yang tengah berjalan ke arah nya. Nevan duduk di depan Aya sementara Reya dan Al duduk di sofa yang sama dengan Aya. "Cerita sama Papi," Aya pura-pura bingung seraya menatap Reya. "Tadi Al cerita sama Papi, katanya Aya tadi pagi nangis sambil dorong-dorong Rafa. Terus ada perempuan, siapa perempuan itu?" Aya menatap Al. "Mami gak malah kan? Al celita sama opa bial opa tau," Aya menghela napas kembali menatap Nevan. "Aya sama Rafa emang lagi ada masalah, tapi Papi sama Mami gak harus selalu tau kan?" "Kalo masalah kecil oke kita gak harus tau, tapi kalo sampe kamu dorong-dorong Rafa apalagi ada perempuan lain di rumah kalian itu bukan masalah kecil lagi." Kata Reya. "Apa yang udah Rafa lakuin ke Aya?" Aya menggeleng karena ia tidak mau bercerita. "Kalo emang gak mau cerita kasih tau Papi siapa perempuan yang Al maksud," "Pi, Aya gak mau cerita apapun sekarang ini." Balas Aya dengan nada bergetar, Aya sedang menahan tangisnya untuk tidak pecah. Dari tadi yang ada di pikiran Aya hanyalah Rafa dan Jasmin, sedang apa dan apa yang mereka lakukan saat ini di sana. Hanya itu yang Aya pikirkan. "Jangan sampe Papi cari tau sendiri," ucap Nevan terdengar tidak main-main. "Pi," Aya menggeleng dengan mata yang merah. "Kapan Rafa pulang?" Tanya Nevan. Aya menggeleng karena ia memang tidak tahu. Nevan mengambil ponselnya yang terletak di meja, tak lama Nevan mendekatkan ponsel tersebut ke kupingnya. "Pulang kamu sekarang." Setelah berbicara seperti itu Nevan meletakkan ponselnya di meja. "Papi nelfon Rafa barusan?" Tanya Aya dan dibalas anggukan oleh Nevan. Aya menyandarkan tubuhnya seraya menghela napas, Aya tidak tahu apakah setelah ini masalah mereka akan selesai atau justru semakin parah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD