Semoga Berjodoh

1131 Words
"Sudah kenyang?" Vero menatap dengan senyum manisnya. Sunguh ia sangat merindukan wanita muda yang ada di hadapannya saat ini yang terlihat begitu menggemaskan dengan mulut yang tak berhenti menganga akibat terlalu banyak menuangkan cabai di dalam makanannya. Ingin sekali rasanya ia memeluk, sudah terlalu lama rasa ini di pendamnya, rasa sayang yang begitu mendalam pada sosok mantan yang baru beberapa hari ini menolaknya. "Hah... Hah... Pedas banget. Padahal aku belum kenyang." Dhira mengibas ngibaskan kedua tangan ke depan wajahnya. "Kamu memang enggak pernah berubah ya, kalau mama kamu tahu bisa gawat kan." Vero terkekeh melihat tingkah Nadhira. Dhira segera meneguk air putih yang telah di sediakan di atas meja. Wajahnya masih terlihat menahan rasa pedas hingga sudut sudut matanya meneteskan sedikit air bening. "Mang aceng, besok besok cabe rawitnya di simpan saja ya kalau dia makan disini lagi." Vero melempar senyum geli pada penjual mie celor pinggir jalan langganan mereka sejak zaman kuliah. "Hahaha, iya ya. Mamang lupa kalau Neng Dhira enggak boleh makan pedas. Soalnya sudah lama banget sih enggak kesini," sahut mang Aceng. "Aku sibuk kerja terus sih mang, jadinya enggak sempat mau mampir makan mie celor Mang Aceng." Dhira masih sibuk mengibaskan tangannya. "Emm.. Neng Dhira sama bang Vero kapan nikahnya? Sudah lama banget pacarannya. Jangan lama lama bang, nanti ketikung orang. Hahaha..." Mang Aceng dengan santai nya melontarkan kalimat tanya dan tertawa. Dhira yang tengah meneguk air putih langsung tersedak dan batuk batuk, seketika rasa pedas yang menjalar di wajahnya menghilang. "Uhuk... Uhuk... Uhuk..." Sambil menepuk nepuk pelan dadanya. Vero yang melihat reaksi Dhira hanya tersenyum getir terlebih mang Aceng yang tak mengetahui jika mereka sudah tak menjalin hubungan spesial pun terkekeh geli. "Memang sudah ketikung duluan kali mang." Sambil melirik Dhira lalu tersenyum tipis pada Mang Aceng. "Wah, bakalan di tinggal nikah nih bang Vero-nya." mang Aceng masih terkekeh ia memang sudah terbiasa menggoda Vero dan Dhira sejak dulu bahkan tak jarang mang Aceng yang menjadi pendamai jika Vero dan Dhira sedang marahan. "Ya, mau bagaimana lagi mang. Dianya nolak lamaran aku sih. Huhuhu... Sedihnya aku mang." Vero memasang wajah pura pura memelasnya dan membenamkan wajah tampannya di meja seolah putus asa lalu mengedipkan sebelah matanya pada mang Aceng. Melihat kode yang di berikan Vero, Mang Aceng langsung mengerti harus bersikap seperti apa. "Tenang bang tenang, selama janur kuning belum melengkung itu artinya masih ada kesempatan dong buat bang Vero mendapatkan kembali cinta Neng Dhira. Ya kan neng?" Mang Aceng memainkan kedua alisnya naik turun beberapa kali. "Mang Aceng jangan mulai deh." Dhira memutar bola matanya malas. Ia mengerti jika mang Aceng dan Vero tengah bersekongkol. "Haaa... Benar juga tuh sayang kata Mang Aceng, aku masih ada kesempatan kan kalau gitu? Yes... Aku akan berjuang lebih keras lagi." Mata Vero berbinar dengan senyum termanisnya menatap Dhira yang juga menatapnya malas. "Tau ah, aku mau pulang saja. Mang Aceng enggak asik lagi." Dhira mengerucutkan bibirnya menatap mang aceng malas. Mang Aceng dan Vero tertawa melihat wajah Dhira yang mulai kesal. Tak lama Vero membayar makanan yang telah mereka santap pada Mang Aceng lalu meninggalkan tempat itu. "Kembaliannya ambil saja mang." Vero memberikan uang kertas seratus ribu pada mang Aceng. "Alhamdulillah, terima kasih Bang Vero Neng Dhira. Mamang doakan kalian akan berjodoh dan segera menikah ya." Mang Aceng menyentuh lengan Vero seraya mengedipkan sebelah matanya. "AAMIIN..." Vero mengeraskan suaranya hingga membuat pengunjung yang baru saja duduk ikut tertawa kecil. "Iiisshhh... Mang Aceng nyebelin deh." Dhira kemudian meninggalkan tempat itu dengan kaki yang menghentak kuat. Vero menyusul Dhira dengan langkah lebarnya. Lalu menarik lembut tangan Dhira dari belakang hingga menyamakan langkah mereka. Dhira menarik paksa tangannya namun tak semudah itu terlepas karena Vero telah menggenggam erat. "Tsh, lepasin," ucap Dhira tanpa menatap Vero. "Sebentar saja Dhir sampai di depan mobil." Suara memohon Vero akhirnya membuat Dhira membiarkan tangan nya dalam genggaman Vero walau ia tak merespon sedikit pun tetap saja Vero merasa Dhira telah memberi nya kesempatan untuk kembali padanya. ***** "Mas, mas Arjuna. Morniiiingggg..." Elindra mengetok pintu kamar Arjuna. Tak ada jawaban dari Arjuna, hingga membuat Elindra segera membuka pintu kamar berwarna putih itu. Elindra membuka lebar kain hordeng serta jendela kamar Arjuna, mematikan pendingin ruangan serta lampu tidur di atas nakas yang masih hidup. Mata Elindra tertuju pada gundukan yang berada di atas kasur yang tertutupi selimut, membuat nya menggeleng dengan senyuman di wajahnya. "Morning... Sudah siang loh mas Arjuna ku. Matahari sudah nunjukin wujud nya. Ayo bangun..." Elindra menarik selimut Arjuna menurunkannya hingga ke perut Arjuna. "Aargh... Sial. Silau Elindra, tutup kembali gordennya," ucap Arjuna kesal dengan tangan yang menutupi kedua matanya. Elindra terkekeh melihat tingkah Arjuna yang selalu seperti anak kecil jika bangun tidur di hari weekend seperti ini. "Bangun dong mas, sudah jam setegah sepuluh. Sarapan dulu sana." Elindra memang sangat menyayangi Arjuna, walau sikap Arjuna pada Elindra berubah sejak kejadian beberapa tahun silam yang melibatkan Elindra, tapi tak sedikitpun perasaan nya berubah pada sang kakak kandung. "Pasti ada maunya. Cepat katakan." Arjuna sangat paham dengan sikap Elindra hingga membuat Elindra mati kutu dan mau tak mau harus mengatakan keinginannya saat ini juga. "Hehehe... Kamu tau saja sih." Elindra menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Arjuna mendengus kesal, bisa bisanya tidur nyenyaknya di ganggu oleh Elindra yang hanya menginginkan sesuatu darinya. Padahal kan bisa saja di waktu luangnya yang lain jangan memakai waktu tidur nyenyaknya di ganggu. "Cepat lah katakan. Aku masih mau melanjutkan tidurku." Arjuna masih memeluk gulingnya dan membenamkan wajahnya di bantal. "Temani aku jalan jalan mas, tiga hari lagi kan aku akan kembali ke paris. Jadi aku mau menghabiskan waktu bersama mas hari ini." Elindra memohon dengan nada manjanya. "Malas," jwab Arjuna singkat dengan mata yang masih terpejam. "Tsh, jahat banget sih mas. Ayolah mas, besok besok belum tentu kan mas ada waktu luang. Oh iya, sekalian ajak calon kakak ipar ku ya mas..." Kali ini Elindra menggoyang goyangkan lengan Arjuna yang terletak nyaman di atas kasur. "Ajak saja calon suamimu itu." Arjuna kembali menolak. "Enggak mau mas, aku maunya sama mas dan calon kakak ipar." Rengek Elindra yang masih menggoyangkan lengan Arjuna. Arjuna tak bergeming, ia lebih memilih merajut kembali mimpi indahnya yang terputus karena kehadiran Elindra yang mengganggunya. Melihat tak ada reaksi dari Arjuna membuat Elindra menghela nafas lesu lalu berdiri akan meninggalkan kamar Arjuna. "Kapan?" tanya Arjuna datar. Elindra segera menghentikan langkahnya dan kembali berjalan ke arah Arjuba yang masih terbaring dengan posisi yang sama sebelum Elindra berbalik. "Yes... Akhirnya. Siang ini ya mas. Oke?" Mata Elindra berbinar binar tak menyangka jika Arjuna mengabulkan keinginannya. "Siap siap, jam satu kita pergi. Nanti aku hubungi Dhira dulu," sahut Arjuna dingin. "Siap bosque..." Elindra memeluk sebentar Arjuna yang tengah terbaring di atas kasur, lalu ia keluar dari kamar Arjuna dengan hati gembira. 'Masih sama seperti dahulu. Adik kecil manis yang sangat periang.' Batin Arjuna yang menyadari kepergian Elindra dari kamarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD