Permintaan Alea

1603 Words
*Flashback On* Seorang perempuan tengah berjalan santai setelah menghadiri salah satu acara pernikahan kerabatnya. Sepanjang koridor Mbak Dina berjalan santai sambil menatap layar handphone untuk mengirim email email penting pada sang bos. "Aduh, kenapa nih perut? Enggak enak banget." Berjalan lebih cepat sambil memegangi perut dengan kedua tangannya menuju toilet yang berada di ujung koridor. Dengan cepat Mbak Dina memasuki salah satu bilik di dalam toilet tersebut, perut mbak Dina terasa sakit sekali hingga membuatnya tak sangup untuk berjalan. 'Salah makan apa lagi sih aku? Sial banget, mau enggak mau aku harus bertahan disini untuk sementara,' batin mbak Dina. Terdengar suara seorang wanita yang memasuki bilik tersebut dengan langkah yang tergesa gesa, sesekali perempuan itu tertawa pelan seakan sedang menahan rasa geli lada tubuhnya. 'Mungkin aku bisa minta tolong sama perempuan itu,' batin mbak Dina. Namun niat mbak Dina harus gagal setelah mendengar suara seorang pria yang tengah berbicara dengan gaya menggoda. "Mmm... Kau sungguh sexi. Aku tak tahan lagi..." ucap pria tersebut. "Aahh... Sabar sayang. Kita bisa melakukannya di dalam kamar bukan disini," sahut si wanita dengan desahan manjanya. "Sialnya di sana masih banyak mata mata, cepatlah aku sudah tak sabar ingin menggigitmu." Lagi lagi pria itu menggoda membuat sang perempuan mendesah nikmat. Mbak Dina yang sedari tadi mendengar suara desahan itu sebenarnya tak ingin memperdulikan siapa sepasang kekasih gila yang bisa bisanya bercinta di dalam toilet umum sebuah hotel berbintang. Tapi setelah si wanita menyebutkan nama si pria, saat itu juga mbak Dina mengalihkan pandangannya dari bilik pintu yang sengaja tak tertutup rapat. Dengan hati hati mbak Dina menempelkan wajahnya di belakang bilik yang sedikit terbuka. 'Astaga... benaran dia? Gila aku enggak bisa diam gini saja.' Mbak Dina membatin dengan matay ang terbelalak. Dengan cepat mbak Dina mengambil handphone miliknya untuk mengabadikan moment gila itu, tak di hiraukannya lagi desahan desahan nikmat dari sepasang kekasih gelap yang tidak bisa menahan nafsunya itu. "Kamu memang berbeda dari perempuan lain, sayang. Aku suka..." ucap si pria di sela sela aktifitas panasnya. "Kamu juga luar biasa, honey," sahut si wanita. Mbak Dina masih fokus dengan handphone di tangannya, ia tak ingin melewatkan sedikitpun moment gila itu hingga akhirnya mereka mengakhiri permainan panas setelah hampir tiga belas menit. 'Cih, Arjuna! Dasar kamu b******n. Aku harus menyalin ini semua, suatu saat Bu Dhira harus mengetahuinya.' Mbak Dina kembali membatin. *Flashback Off* "Apa yang bisa ku bantu?" tanya Dhira dengan rasa penuh iba di wajahnya. Alea menyeka air matanya yang tak berhenti mengalir. "Lepaskan Arjuna, biarkan dia menjadi milikku sepenuhnya. Menjadikannya ayah yang sempurna untuk bayi ku ini," pinta Alea dalam isakan tangisnya. Sebuah senyuman terlihat jelas diwajah Dhira. "Sebelum kamu minta, itu semua sudah kulakukan Alea, bukan hanya untuk kebaikanmu dan anakmu, tapi juga untuk kebaikanku." Dhira menyentuh tangan Alea, meyakinkannya bahwa saat ini tengah berkata jujur. Alea menatap Dhira penuh arti, rasa kagumnya bertambah pada perempuan yang telah menjadi rebutan pria pria yang secara tidak sengaja pernah menempati kekosongan hatinya. "Terima kasih Nadhira," ucap Alea tulus. "Wajar saja jika Tama enggak pernah bisa menghapus bayanganmu," sambungnya tersenyum walau kesedihannya masih terasa. "Tama? Mas Tama?" tanya Dhira dengan mata yang membulat seakan memastikan apakah Tama yang dimaksud Alea adalah kakak tampannya. "Iya, Pratama Agung Mawadi," ucap Alea dengan jelas. Ada rasa bahagia terselip dihati Dhira saat mengetahui jika benar kakak tampannya belum melupakannya sama sekali. Namun, seketika rasa bahagia itu terhapus oleh kenyataan jika Tama tidak akan pernah menjadi miliknya karena Elindra telah menggantikan posisinya saat ini. "Kenapa?" tanya Alea saat menyadari perubahan di wajah Dhira yang begitu mencolok. Dhira menggeleng samar seraya tersenyum getir. "Dia akan segera menikah bersama Elindra, adik mas Arjuna." Lalu tertunduk untuk menutupi raut kesedihan di wajahnya yang begitu jelas. Alea terkejut, ia tak tahu jika selama ini Tama menjalin hubungan dengan adik Arjuna yang berarti adalah tante dari anaknya kelak. "Enggak mungkin," ucapnya menggelengkan kepala. "Baik Tama maupun Arjuna enggak pernah mengatakan apapun padaku, padahal Tama tahu jika aku tengah mengandung anak Arjuna," sambung Alea dengan wajah penuh tanya. "Apa katamu? Jadi mas Tama tahu, kamu dan Arjuna ada hubungan bahkan dengan kondisi kamu yang seperti ini?" tanya Dhira yang tak kalah terkejutnya dari Alea. Alea mengangguk, ia ingin melanjutkan ucapannya namun tiba tiba rasa sakit menghinggap di perutnya hingga membuatnya meringkuk dan merintih kesakitan. "Aww..." rintih Alea seraya melingkari kedua tangannya di perut. "Alea, kamu kenapa? Ada apa?" tanya Dhira yang menjadi cemas saat melihat wajah Alea berubah menjadi pucat pasi. "Ada apa Alea?" Dhira kembali bertanya pada Alea. "Aww..." teriak Alea kesakitan. "Tolong beri...tahu Tama jika aku... aww... tolong aku Dhira." Alea semakin kesakitan. Mendengar teriakan Alea, dengan cepat mbak Dina masuk kedalam ruang eksklusif bosnya itu. "Astaga, itu darah ... ada darah dikaki bu Alea," ujar mbak Dina saat melihat darah segar menetes di bagian paha dalam hingga betis Alea. "Cepat hubungi ambulans terdekat mbak kita kerumah sakit sekarang, minta beberapa karyawan pria yang ada di sini mengangkat Alea, dan pinta security di bawah bawa brankar ke sini. Cepat mbak cepat..." Dhira menjadi panik, hingga membuatnya begitu takut. "Aww... sakit..." rintih Alea dengan mata terpejam dan tangan yang masih melingkar di perutnya. "Bertahan Alea, aku akan membawamu kerumah sakit." Dhira mengelus elus pundak Alea, menyalurkan ketenangan untuk perempuan yang tengah kesakitan itu. Tak lama mbak Dina kembali masuk bersama beberapa pegawai pria dan segera mengangkat Alea untuk dinaikkan ke atas brankar yang memang sengaja telah di siapkan perusahaan itu. "Bertahanlah Alea, aku akan bersamamu," ucap Dhira yang semakin panik melihat Alea yang semakin melemah. "Buka matamu Alea, buka," sambungnya saat melihat Ales menutup matanya perlahan karena tak sanggup menahan rasa sakit. Dhira bersama mbak Dina serta beberapa karyawan pria dan security bergegas membawa Alea turun menggunakan lift khusus. Dhira menghubungi Tama, memberitahu keadaan Alea yang di duga tengah mengalami pendarahan. Setibanya di lobi, banyak karyawan yang lalu lalang memusatkan pandangan mereka pada brankar yang di dorong oleh security termasuk Noni yang baru saja akan masuk ke dalam perusahaan itu. "Dhira, ini ... perempuan yang ... Alea iya, dia Alea kan?" tanya Noni sembari memastikan wajah Alea yang tak sadarkan diri. Dhira mengangguk cepat. "Ceritanya panjang Non. Gue harus bawa dia ke rumah sakit." wajah Dhira begitu panik, hingga dahinya tampak di penuhi keringat. "Astaga..." teriak Noni kaget. "Darah, dia pendarahan?" ucap Noni dengan mata terbelalak menatap Dhira setelah melihat darah di kaki Alea. Dhira mengangguk, dirinya begitu panik. Hingga tak bisa mengatakan apapun pada Noni. Tak lama ambulance tiba, mereka membawa Alea segera kerumah sakit. Ditemani Dhira yang ikut naik ke dalam ambulance untuk menemani Alea, sementara mbak Dina menyusul menggunakan mobil mini cooper Dhira. ***** Kini Alea telah berada di ruang igd dalam pemeriksaan dokter. Sementara Dhira tengah duduk di kursi luar pintu masuk igd yang telah di sediakan khusus di temani mbak Dina di sampingnya. Dhira semakin yakin untuk membatalkan perjodohan itu saat mendengar pengakuan dari mbak Dina tentang perselingkuhan Arjuna dan Alea, bahkan mbak Dina telah menunjukkan rekaman yang sengaja di simpannya di dalam handphone pribadinya dan telah di lihat langsung oleh Dhira. "Aku enggak nyangka Arjuna setega itu mbak. Selama ini aku tertipu dengan kelembutannya." Dhira menyeka air mata yang jatuh membasahi pipinya. "Saya sebenarnya sudah mau memberitahu bu Dhira, tapi saya takut mencampuri urusan pribadi ibu." Mbak Dina merasa menyesal, jika saja ia mengatakan lebih dahulu pada Dhira, mungkin ini semua tak akan pernah terjadi. "Dhira." Suara bariton seorang pria menggema di sepanjang koridor sisi kanan. Dhira menoleh, bibirnya mengembang saat mendapati sosok pria yang tengah berjalan ke arahnya. "Mas Tama," ucapnya seraya berdiri hendak mendekati Tama. Langkahnya terhenti, bibir yang mengembang itu perlahan sirna ketika melihat seorang wanita cantik setengah berlari di belakangnya untuk menyamakan langkahnya dengan Tama. 'Elindra, dia sudah tiba.' batin Dhira. Dhira kembali pada posisi awal berdirinya, menarik nafas dalam lalu menghembuskannya. Mencoba menerima kenyataan pahit yang tengah menimpa dirina saat ini. "Ada apa dengan Alea?" tanya Tama yang tampak panik namun masih bisa di tutupinya. Dhira menggeleng pelan. "Alea tiba tiba pe-" "Maaf, apa anda kerabatnya Alea?" tanya seorang wanita berumur sekitar empat puluh tahun yang menggunakan jas putih dengan stathescop yang terkalung di lehernya dan nametag yang terpasang di jas putihnya. "Iya Dok. Saya kerabatnya, bagaimana keadaan Alea dok?" tanya Dhira tanpa pikir panjang. Dokter itu menatap Dhira dengan serius. "Saat ini pasien mengalami pendarahan cukup serius, jika tidak cepat di tolong maka bisa berakibat fatal pada kandungannya. Sementara pasien telah saya berikan obat untuk menghentikan pendarahannya. Jadi beberapa hari ini pasien harus di rawat di sini untuk memulihkan kesehatannya." Dokter perempuan yang menggunakan kacamata itu kemudian tersenyum ramah. "Dimana suaminya?" tanya dokter yang bernama Azizah tersebut. "Ah, suaminya sedang berada di luar kota dok. Tapi kami sudah memberitahunya, kemungkinan besok dia akan pulang." Sahut Tama dengan cepat. Dhira menatap Tama heran hingga mengkerutkan dahinya, kenapa dia mengatakan kebohongan pada dokter ini. Dokter Azizah menganggukkan kepalanya mengerti. "Baiklah. Dalam keadaan seperti ini pasien membutuhkan support yang kuat dari suami dan orang orang terdekatnya. Jadi saya harap orang terdekat pasien tidak membiarkanya sendiri," ucap dokter Azizah. Dhira dan yang lain mengagguk, Dokter Azizah pun permisi untuk kembali bekerja dan mempersilahkan Dhira untuk melihat Alea di dalan ruang igd. Sementara Tama mengurus administrasi ruangan rawat inap Alea. "Kamu tampak begitu panik, Dhira," ucap Elindra saat mendapati wajah Dhira yang terlihat begitu panik dengan tangannya yang menggenggam tangan Alea yang belum sadarkan diri. Dhira hanya menatap Elindra dengan wajah sendunya tanpa mengucapkan kalimat apapun. "Siapa dia dan kemana suaminya?" ucap Elindra lembut. Dhira menaikkan pandangannya, menatap Elindra penuh tanta. "Kamu ... apa kamu enggak mengenalinya sama sekali, Elindra?" Kali ini Dhira yang bertanya. Pandangannya masih tertuju pada Elindra yang menatapi wajah Alea. Elindra menggeleng dengan tangannya yang membelai rambut Alea. "Aku tidak tahu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD