bc

MENIKAH DENGAN SULTAN

book_age16+
11.8K
FOLLOW
65.2K
READ
possessive
family
sensitive
powerful
poor to rich
like
intro-logo
Blurb

“Nay! rempeyek kacang apaan kayak gini? Aku ‘kan bilang mau pakai kacang tanah, bukan kacang hijau!” pekik Natasya. Dia membanting bungkusan rempeyek yang sudah Rinai siapkan untuknya. Natasya berniat membawanya ke rumah calon mertuanya dan mengatakan jika itu adalah rempeyek buatannya.

“Maaf, Sya! Bahan-bahannya habis kemarin. Aku uangnya kurang, Sya! Uang yang kamu kasih, sudah aku pakai buat berobat ibu. Ibu lagi sakit,” getar suara Rinai sambil membungkuk hendak memungut plastik yang dilempar kakak tirinya itu. Namun kaki Natasya membuat pergerakannya terhenti. Dia menginjak-injak plastik rempeyek itu hingga hancur.

Rinai senja hanyalah seorang gadis penjual rempeyek yang mengais rejeki dari berjualan kopi dan kudapan ringan itu di pinggir jalan. Nasib kurang beruntungnya tak berhenti sampai disitu, dirinya seringkali dihina dan direndahkan oleh Tasya dan Tisya yang merupakan saudara tirinya. Status Harum---ibunya Rinai yang pernah menjadi istri kedua, selalu menjadi bahan olok-olok kedua gadis itu.

Perjalanan akhirnya mempertemukan Rinai dengan seorang Sultan Prawira Ekadharma yang saat itu sedang menyelidiki kecurangan yang dilakukan oleh bawahannya. Wira jatuh hati pada Rinai, dari sana juga perbuatan Rendi---kekasih Tasya yang menggelapkan uang perusahaan akhirnya terbongkar. Perjuangan cinta Rinai dan Wira yang terhalang kasta, tak mudah. Apalagi Rinai yang selalu menganggap dirinya rendah. Jalanan berliku akhirnya dilewati keduanya hingga perlahan rahasia demi rahasia tersingkap, termasuk siapa ayah Rinai yang sebenarnya dan bagaimana masa lalu ibunda Rinai yang melarikan diri ketika tengah berbadan dua. Lalu mampukah keduanya meraih mahligai kebahagiaan dalam ikatan pernikahan?

chap-preview
Free preview
Bab 1
“Nay! rempeyek kacang apaan kayak gini? Aku ‘kan bilang mau pakai kacang tanah, bukan kacang hijau!” pekik Tasya. Dia membanting bungkusan rempeyek yang sudah Rinai siapkan untuknya. Natasya berniat membawanya ke rumah calon mertuanya dan mengatakan jika itu adalah rempeyek buatannya. “Maaf, Sya. Bahan-bahannya habis kemarin. Aku uangnya kurang, Sya. Uang yang kamu kasih, sudah aku pakai buat berobat ibu. Ibu lagi sakit,” suara Rinai bergetar, sambil membungkuk hendak memungut plastik yang dilempar kakak tirinya itu. Namun kaki Tasya membuat pergerakannya terhenti. Dia menginjak-injak plastik rempeyek itu hingga hancur. “Ck, wanita pelakor sudah pantas sakit-sakitan. Itu Karma, tahu?! Perempuan itu sudah menyakiti mommyku!” Tasya mencebik sambil menatap wajah Rinai. Sementara itu, kakinya kembali menginjak plastik berisi rempeyek itu hingga remuk. “Sudah cukup, Sya! Kamu bisa merendahkanku semuamu, tapi aku tak terima kalau kamu merendahkan ibuku!” Rinai menatap Tasya dengan mata menyala. Ada amarah dan kebencian terpancar di sana.   “Faktanya, wanita yang kau sebut itu memang pantas direndahkan. Mau-maunya menikahi pria beristri, pasti hanya mengincar kekayaan papiku saja, ‘kan?” ucapnya sambil tersenyum miring. Dia menatap wajah Rinai yang tampak memerah menahan kekesalan. Plak! Satu tamparan mendarat pada pipi Tasya yang merah karena blush on. Rinai berdiri, giginya gemelutuk menahan kesal. Dia bisa jadi lembut dan penurut, akan tetapi ketika wanita yang dicintainya direndahkan, dia akan menjadi singa yang siap menerkam. “Kamu berani sama aku, Nay?” Gadis berusia 23 tahun itu menatap tak percaya. Setahunya anak dari istri kedua papanya itu selalu menurut dan tak pernah melawan. Namun apa, ini? Sebuah tamparan membekas panas pada pipinya. “Aku tak pernah tahu tentang masa lalu orang tua kita yang rumit. Yang aku tahu sekarang, aku hanya memiliki ibu, perempuan yang aku sangat cintai. Jika kamu merendahkan ibuku, maka aku tak segan-segan memangkas lidah tak bertulang itu!” pekik Rinai lantang. Kedua bola mata Tasya mengerjap tak percaya. Gadis yang pernah tinggal di rumahnya dan sering sekali dijadikan kacungnya itu kini berani melawan. Bukan hanya itu, dia berani menampar wajah cantiknya yang sudah dipoles karena akan kencan dengan Rendi---lelaki yang sedang didekatinya habis-habisan. Hari itu, dia meminta Rendi untuk dijemput ke rumahnya. Karena hari itu, Rendi sudah setuju mendeklarasikan hubungan mereka berdua di depan orang tuanya. Karenya Tasya susah payah sedang memanipulasi keadaan. Membuat seolah dirinya itu sempurna dan tidak bisa diragukan. “Berani juga ya, kamu?!” Tasya mengulangkan tangan hendak menampar wajah Rinai. Namun tiba-tiba tangan kekar menangkap pergelangan tangannya lalu menepisnya.Tampak satu orang lelaki dengan caping dari kain dan handuk melingkar pada lehernya menepis lengan itu. Dia berdiri tidak jauh dari tempat Rinai dan Tasya beradu mulut. “Tolong, jangan berbuat kekerasan di sini! Mbak sebaiknya pulang sebelum saya mau membunuh orang!” suara baritonnya penuh penekanan. “Lepas!” Tasya menepis lengan kekar yang tampak kumal itu dengan jijik. Dia menatap lelaki berpostur tubuh tinggi tegap itu dengan merendahkan. “Memang kalian berdua itu cocok. Yang satu miskin, yang satu rendahan,” ucap Tasya dengan mulut nyinyirnya. “Mbak, tolong tinggalkan tempat ini sebelum kesabaran saya habis!” suara bariton itu terdengar tajam. Wajah yang sebagian tertutup caping itu tidak begitu jelas, akan tetapi getaran suaranya begitu tegas. “Awas saja kalian, ya. Saya adukan sama pacar saya Rendi. Biar bangunan kumuh tempat kalian tinggal ini dihancurkan. Asal kalian tahu, Rendi sedang menangani proses penggusuran area tanah ini. Akan dijadikan mall dan bangunan komersil lainnya. Jadi bersiaplah untuk menjadi gelandangan,” ujar Tasya dengan tersenyum penuh kemenangan. Gadis dengan minidress itu berjalan tergesa. Dia lebih memilih menjauh area Rinai berjualan. Lalu duduk di seberang jalan dan menunggu Rendi---kekasih kaya rayanya menjemput ke sana. Tak berapa lama sebuah Avanza velos menghampirinya. Tasya bergegas masuk setelah dua kali bunyi klakson itu menarik perhatiannya. Lelaki dengan caping dari kain itu mendekat pada Rinai yang tampak tengah menarik napas sambil memunguti peyeknya yang sudah hancur. “Berapa semuanya?” suara bariton itu bertanya. Sontak tangan gesit Rinai menghentikan kegiatannya. Dia menoleh pada lelaki itu. “Abang mau beli?” Netra Rinai berbinar. Lelaki dengan pakaian lusuh itu mengangguk. Dia membuka caping kain yang tadi membuat sebagiannya menutup wajah. Tampak guratan ketampanan yang paripurna tercipta. Wajah itu sungguh tidak cocok jika hanya memiliki pekerjaan sebagai seorang pemulung. Jika sedikiti dibersihkan saja, auranya sudah terpancar begitu kuat. Rinai memilah peyek yang masih bisa dijual, lalu memisahkan satu plastik penuh yang sudah rusak diinjak Tasya. Lalu dia menyodorkan sekitar sepuluh bungkus yang tersisa pada lelaki itu. “Lima puluh ribu, Bang,” ucap Rinai sambil tersenyum. “Aku mau beli semuanya,” ucap lelaki itu lagi. “T—tapi, Bang … yang ini pada rusak!” ucap Rinai canggung. “Meskipun bentuknya hancur, rasanya masih sama ‘kan? Jadi aku beli semuanya. Kebetulan lagi ada kelebihan rizki,” ucap lelaki itu kembali meyakinkan. Rinai berbinar, memang saat ini dia sedang benar-benar butuh uang. Kondisi ibunya sedang sakit dan memerlukan banyak biaya untuk berobat. Sedangkan pendidikannya yang rendah membuatnya hanya bisa berusaha alakadarnya. Salah satu yang dia bisa yaitu membuat rempeyek dan menjualnya. “Makasih, Bang. Maaf aku terima, soalnya aku lagi butuh banget uang buat biaya ibu berobat,” ucap Rinai sambil memasukkan rempeyek hancur itu ke dalam plastik juga. “Aku suka perempuan yang menyayangi ibunya. Anggap saja ini rejeki ibumu,” balas lelaki itu yang bahkan Rinai sendiri belum mengetahui siapa namanya. “Makasih, Bang. Semoga Allah membalas semua kebaikan Abang nanti.” Rinai menatap lembaran uang itu dengan netra berbinar. Lalu Rinai bergegas membereskan panci bekas jualannya dan melipat tikar tempatnya duduk. Lalu berpamitan dan berjalan riang menuju rumah kecilnya yang berada di pinggirin jalur kali malang. Lelaki yang memakai caping, bernama Wira, menatap Avanza velos yang masih terdiam di seberang jalan. Lelaki itu menoleh kanan kiri dan memastikan tidak ada orang, lalu mengeluarkan iphone berharga belasan juta dan mengarahkan pada nomor mobil yang terparkir di sana. Lalu dikirimnya sebuah pesan pada seseorang. [Ibu Erni. minta tolong untuk cek plat nomor mobil ini. Apakah ini mobil inventaris perusahaan? Lalu minta cek juga wajah ini, apakah ini salah satu karyawan di perusahaan?!] sederet kalimat itu dikirimkannya pada Bu Erni---bagian HRD&GA.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
14.1K
bc

My Secret Little Wife

read
99.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
207.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook