Tiga minggu setelah perjalanan ke Sukabumi, rumah Yulianto kembali sunyi. Ia menolak undangan siaran dari dua stasiun TV, juga tawaran tampil dalam seminar nasional tentang literasi cinta. Ia tidak sedang ingin tampil, bicara, apalagi menjelaskan. Ia hanya ingin diam—karena di dalam diam, kadang lebih banyak kebenaran yang bisa didengar. Di ruang kerja yang mulai dipenuhi tumpukan surat penggemar yang belum sempat dibalas, satu amplop berwarna krem mencuri perhatian. Tidak ada pengirim. Hanya cap pos dari Beijing. Dengan jemari gemetar, Yulianto membuka isinya. Bukan surat dari Miura, tapi dari Dr. Li Chen, dokter ortopedi spesialis atletik dari China Sports Institute. Kepada Bapak Yulianto Atmaja, Dengan hormat, kami menginformasikan bahwa pasien kami, Malda Miura, telah melalui pro

