Motor Yulianto berhenti di depan apartemen Miura. Udara malam Semarang masih menyisakan aroma laut yang terbawa angin. Lampu teras menyala redup, memberi cahaya kekuningan di wajah Miura yang masih enggan turun dari motor. “Sudah nyampe,” kata Yulianto sambil menoleh. Miura mengerucutkan bibir, “Iya, tapi kayaknya aku nggak mau turun deh…” “Lho, mau aku anter keliling lagi?” goda Yulianto. Miura mengangguk, tapi lalu tertawa. “Enggak, nanti tetangga mikir aku kabur sama bapak-bapak penulis romantis.” “Yakin nggak mau?” Yulianto masih mencoba. Miura menghela napas panjang, lalu memeluk lengan Yulianto sebentar sebelum turun. “Mau pulang sih, tapi nggak mau malamnya selesai.” Yulianto diam sejenak, menatap Miura yang berdiri sambil memainkan ujung rambutnya. “Lao Po… malam ini nggak s

