Hari itu udara Hangzhou terasa lebih lembut dari biasanya. Awan menggantung rendah, seolah dunia turut menenangkan hati yang gamang. Di balik pepohonan rindang HOC Stadium, Malda Miura duduk menyendiri. Kepalanya bersandar pada tiang besi yang dingin, menatap lintasan yang kini terasa seperti potongan kenangan yang belum sempat disatukan. Di tangannya, selembar tiket kompetisi lokal—undangan bagi peserta unggulan yang masuk sepuluh besar pada lomba 10K tempo hari. Seharusnya ia senang. Tapi perasaan itu tak datang. Yang terasa justru kecamuk. Campuran antara rasa syukur… dan takut. Karena Miura merasa sedang jatuh cinta. Bukan pada lari. Tapi pada seseorang yang diam-diam mengembalikan detak di dadanya. "Kenapa kamu datang terlalu dalam, padahal aku baru belajar percaya lagi?" gumamnya

