01. Ganteng ganteng aneh

1268 Words
Pagi harinya, seperti biasa Oceana sudah berdandan cantik. dengan hati riang gembira dia segera melangkahkan kaki keluar dari apartemen. Begitu Oceana membuka pintunya, betapa terkejutnya dia saat melihat sosok dedemit berdiri di depan pintu apartemennya seraya melipat kedua tangannya.  's**l, setiap kali dia muncul perasaan gue selalu gak enak.' batin Oceana mendengus kesal.  Oceana berniat mengabaikan Sean. Namun, baru saja dia melangkahkan kakinya tiba-tiba Sean menghalangi jalannya, Oceana ke kiri Sean ikut kekiri Oceana ke kanan Sean ikut ke kanan. Hal itu jelas membuat Oceana kesal bukan main.  "Bapak ngapain sih? Minggir dulu dong saya mau lewat nih!"  Mendengar itu Sean sontak mendengus kesal. "Bagus akhirnya kamu bicara juga ... Bisa-bisanya kamu mengabaikan saya!!" "Saya tidak mengabaikan Bapak kok, serius deh. Saya hanya terlalu malas berbicara dengan Bapak."  "Apa kamu bilang? Berani kamu bilang seperti itu sama Boss kamu sendiri?!" tanya Sean tidak percaya seraya melototkan matanya ke arah Oceana.  Oceana yang mendengar itu hanya cengengesan seraya membentuk huruf pisss. Dia berdehem seraya tersenyum semanis mungkin. "Bercanda kok Pak, jangan marah-marah mulu nanti cepet tua loh Pak," jawab Oceana. "Jadi ada keperluan apa Bapak pagi-pagi sudah muncul di depan pintu apartemen saya?!" tanya Oceana seraya mengalihkan pandangannya.  Sean berdecak kesal seraya berjalan mendekati Oceana, kemudian dia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.  "Oca, saya nebeng dong," ujar Sean dengan wajah songong plus nyebelinnya.  Oceana yang mendengar itu langsung menolehkan kepalanya menatap Sean. "Lho, Bapak kan punya mobil pribadi. Lagian kenapa saya yang harus nebengin Bapak?" "Kamu lupa? Kamu kan Babu saya ... Jadi kamu harus menuruti semua perintah saya," jawab Sean dengan ekspresi songongnya. "Saya bosan naik mobil. Ya kamu kan tahu sendiri, saya ini kemana-mana biasa pakai mobil sekali-kali saya mau merasakan naik motor butut milik kamu ... Kenapa ada masalah?!" Jelas ada lah, Masalahnya Oceana ogah banget boncengin makhluk astral e-eh maksudnya Sean. Dan apa itu? Motor Oceana bukannya butut tapi hanya sudah kelewat jelek saja. Muehehe.  "Maaf Pak, saya tidak mau membonceng Bapak. Kalau Bapak memang mau merasakan naik motor Bapak tinggal pesan saja ojek online ...Yasudah yah Pak ... saya duluan bye bye." Tanpa menunggu jawaban dari Sean, Oceana segera berlari menjauh darinya. Dia terlihat bersembunyi di balik tembok parkiran apartemennya seraya menghela napas panjang.  's**l, melihat wajah songong Pak Sean di pagi hari seperti ini ... benar-benar menjengkelkan,' keluh batin Oceana kesal.  Tanpa membuang-buang waktu lagi,Oceana bergegas berjalan menuju motornya. Dia segera memasang helm. Namun, belum sempat dia menghidupkan motornya tiba-tiba Oceana dikejutkan dengan suara yang sangat dia kenal. Ya benar suara itu tak lain dan tak bukan suara milik Sean. Boss anehnya.  "Ya ampun, sepertinya kamu sudah tidak sabar mau boncengin saya yah? Sampai lari-larian begitu." Sean tau-tau sudah berada di belakang Oceana.  Oceana yang mendengar itu sontak mendengus tertahan. tidak sabar dari mananya? padahal sudah terpampang dengan jelas dari ekspresi Oceana kalau dia itu ogah banget boncengin Sean.  Dengan tidak tahu malunya, Sean malah duduk di boncengan motor Oceana seraya mengambil helmnya. "Ayo, Oca buruan tancap gasnya." perintah Sean seraya menepuk pundak Oceana. "Saya ada rapat dan sebentar lagi rapatnya akan segera dimulai." "Tapi Pak ...." "Astaga, tapi apa lagi? Sudah deh. Buruan tancap gasnya. Sekarang!!" potong Sean dengan ketus.  Oceana yang mendengar itu jelas sangat kesal. Bagaimana tidak kesal. Sudah minta di boncengin e-h dianya malah tidak tahu malu. Benar-benar mengesalkan.  "Untung boss, coba bukan sudah gue lempar dia ke mulut buaya!" gumaman Oceana dengan sangat pelan seraya bergegas mengendarai motornya.  "Astaga, Oca kamu mengendarai motor atau kura-kura sih? Lelet banget!" komentar Sean ditengah-tengah perjalanan menuju kantor.  Oceana melirik Sean dari balik kaca spion motornya. "Sabar kali Pak. Lagian, Bapak bisa lihat sendiri jalanannya lagi macet kayak gini gimana mau ngebut." "Cuih, Alasan saja kamu bisanya!" desis Sean seraya melirik jam tangannya. "Buruan saya sudah tidak punya banyak waktu lagi." Mendengar itu, dengan penuh kekesalan Oceana segera melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Menyelip di antara banyaknya kendaraan bak seorang pembalap. Beruntung hari ini tidak ada polisi. Jika ada mungkin Oceana sudah terkena tilang.  "Woiii, Oca pelan-pelan dong!" teriak Sean dengan heboh. "Saya masih perjaka belum mau mati!!!!"  Oceana melirik sekilas ke arah Sean, dia tidak bisa menyembunyikan raut puasnya. Oceana sangat puas melihat  Wajah pucat pasi Sean. Mangkannya jangan macam-macam sama bini halunya Sehun. Muehehe.  Beberapa saat kemudian, mereka sampai di kantor. Sean segera turun dari boncengan motor Oceana, dia melangkahkan kakinya dengan sedikit sempoyongan.  Sean tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Oceana Lalisa, bonus kamu bulan ini saya potong!" ujar Sean tanpa membalikkan tubuhnya.  Mendengar itu mata Oceana sontak terbelalak kaget. "Lho mana bisa begitu, Pak!" Sean berdecak.  "Bisalah, kan saya Bossnya jadi ya suka-suka saya lah. Lagian, siapa suruh kamu ngebut hampir saja nyawa saya melayang!" "Kan Bapak sendiri yang menyuruh saya ngebut gimana sih!" jawab Oceana, tentu saja dia tidak terima disalahkan.  "Kamu ini sudah salah nyolot lagi ... Sekali lagi kamu protes bonus kamu akan saya potong lagi." Setelah mengatakan itu, Sean segera berjalan pergi meninggalkan Oceana yang tampak terdiam syok. s**l, bunuh boss dosa gak, sih? Oceana menghela napas berat sebelum akhirnya melangkahkan kakinya dengan gontai menuju ruangan divisinya.  Sesampainya di kubikelnya, Oceana langsung menjatuhkan tubuhnya diatas kursi seraya menyandarkan kepalanya.  “Oca, si Boss lo apain? Dia dateng-dateng langsung banting pintu,” tanya Anya teman seperjuangannya itu tampak berbisik seraya menyembulkan kepalanya. Oceana melirik sekilas ke arah Anya. “Panjang kalau gue jelasin. Yah intinya gue no comment,” jawab Oceana tidak ingin membahasnya lebih jauh lagi.  Tidak terasa beberapa jam berlalu, Oceana terlihat fokus mengerjakan pekerjaannya. Jari jemarinya terus menari-nari diatas keyboard mengetikkan laporannya.  “Oceana ... Lo diminta keruangan Pak Sean,” ujar Bella seraya duduk di kubikelnya yang kebetulan terletak di depan Oceana.  “Hah? Mau ngapain dia manggil gue?” jari Oceana berhenti mengetik seraya menolehkan kepalanya.  “Ya mana gue tau! Mendingan lo buruan ke ruangannya keburu dia murka.”  “Hmm oke deh. Thanks.”  Tanpa membuang waktu lagi, Oceana segera bangkit berdiri seraya berjalan menuju ruangan Sean. Dan disinilah dia sekarang berdiri tepat di depan pintu ruangan Sean.  Oceana menarik napasnya lalu segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam keruangan Sean. “Misi Pak ... Ada apa Bapak memanggil saya?” tanya Oceana sesopan mungkin.  Sean berdehem seraya membenarkan letak kacamatanya. “Kamu ambil tumpukan dokumen ini dan kamu buat rincian dari isi laporan keuangan yang ada di dokumen-dokumen itu.” Oceana yang mendengar itu sontak membulatkan matanya. “Saya Pak?” tanya Oceana mematikan.  Sean memicingkan matanya.“Ya Iyalah kamu memangnya siapa lagi?!” gertak Sean dengan ketus. “Yasudah tunggu apalagi? cepat kerjakan.” Oceana kesal. Namun, dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menurutinya. “Baik, Pak!” dia mengambil tumpukan dokumen itu dan segera bergegas pergi.  Namun, belum sempat dia membuka pintunya tiba-tiba Sean kembali memanggil namanya.  “Oceana?” Mendengar namanya dipanggil, mau tak mau Oceana menghentikan langkahnya seraya membalikkan tubuhnya. “Iya Pak, ada apa lagi?” Sean berjalan mendekati Oceana dan tanpa aba-aba dia melepaskan ikatan rambut Oceana.  “Astaga, apa yang Bapak lakuin? Balikin ikatan rambut saya,” ujar Oceana.  “Ikat rambut ini saya sita ... Pokoknya mulai besok kamu jangan mengikat rambutmu.” Sean memasukan ikat rambut Oceana kedalam kantong celananya. “Kalau kamu bisa silakan ambil saja sendiri di celana saya.” Oceana yang mendengar itu jelas kesal. Masa mengikat rambut saja tidak boleh? Dan mana berani Oceana merogoh kantong celana Sean nanti yang ada dia salah pegang. Bisa gawat kan? muehehe.  “Please deh Pak. emangnya kenapa kalau saya mengikat rambut saya sendiri?” “Ya karena saya tidak suka melihatnya.” Oceana melirik Sean seraya menghela napas berat. Dia ganteng-ganteng aneh. Dahlah, yang waras mengalah saja. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD