02. Ngajak ribut, ya?

1075 Words
“Lo diapain lagi sama Pak Sean? Sepet banget muka lo.”  Oceana yang mendengar itu hanya melirik sekilas ke arah kedua temannya. Sebelum akhirnya  meletakkan setumpuk dokumen di atas meja kerjanya seraya menyandarkan punggungnya di kursi. Ekspresi wajahnya tampak sangat lelah, Sesekali mulutnya menyumpah serapahi Sean. Serius, Sean itu benar-benar menguji kesabarannya.  “Wih, gila ... Banyak banget itu dokumennya,” ujar Anya membuka salah satu dokumen.  Oceana yang mendengar itu sontak menolehkan kepalanya seraya melirik kedua temannya yang tampak berdiri di seberang meja kerjanya.  “Uhh, gue kesel, gak ada satupun yang berjalan lancar. Dedemit itu benar-benar gak punya hati,” keluh Oceana seraya mengacak-acak rambutnya. “Padahal karyawan dia banyak tapi kenapa gue mulu yang jadi pesuruhnya. Pokoknya gue benci sama dia!!” “Haha, kasian banget sih lo Oca. hati-hati nanti benci jadi cinta baru tau rasa loh,” ujar Bella seraya tertawa. “Mangkanya jangan cari masalah dengan Pak Sean.”  Oceana mendengus geli seraya mengibas-ngibaskan tangannya. “Ngaco mana mungkin gue cinta sama dia. Dih, kayak gak ada cowok lain aja,” bantah Oceana seraya mengambil botol minumnya lalu mendongak menatap Bella. “Kapan sih gue cari masalah sama dia? Dianya aja yang aneh!” Tiba-tiba suasananya terasa hening Bella dan Anya tampak saling bertatapan sebelum akhirnya mereka kembali ke meja masing-masing.  Oceana yang melihat itu sontak mengangkat bahunya tak peduli. Dengan santainya dia meminum air seraya mendorong kursinya. Namun, tiba-tiba Oceana merasakan kursinya membentur sesuatu.  “Ehmm, Oceana Lalisa, ternyata begini pekerjaan kamu di belakang saya?” Degg Oceana yang mendengar itu sontak bangkit berdiri. Dengan was-was dia segera membalikkan tubuhnya.Matanya seketika terbelalak gusar sesaat setelah melihat Sean berdiri di depannya dengan tatapan yang sangat mengintimidasi.  “Eh, ada Bapak? Hehe.”  Sean mendelik kesal seraya melipat kedua tangannya. “Jangan cengengesan! Saya tidak habis pikir bisa-bisanya kamu menjelekkan bossmu sendiri,” ujar Sean dengan penuh kekesalan. “Saya tunggu kamu di ruangan saya!” Setelah mengatakan itu tanpa menunggu jawaban dari Oceana,  Sean langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Oceana yang tampak sangat frustasi.  “Oh s**l, kenapa kalian gak bilang kalau dibelakang gue ada Dedemit Sean?!” tanya Oceana seraya menatap kesal ke arah dua temannya.  “Sorry Oca, abisnya Pak Sean kelihatan marah banget kita kan jadi takut mau ngasih taunya,” bisik Anya yang langsung benarkan oleh Bella.  Oceana cemberut kesal, mau tak mau dia segera bergegas melangkahkan kakinya menuju ruangan Sean.  Sesampainya di depan pintu ruangan Sean. Oceana menarik napas dalam-dalam seraya mencoba memasang senyuman semanis mungkin.  'Ayo semangat Oca kamu lo pasti bisa,' batin Oceana menyemangati dirinya sendiri seraya bergegas membuka pintu ruangan Sean.  “Permisi Pak, ada yang bisa saya bantu?” tanya Oceana dengan selembut mungkin, berbanding terbalik dengan batinnya yang sudah kalang kabut.  Sean melirik Oceana seraya melepaskan kacamatanya. “Gak usah basa-basi  ... Karena kamu sudah berani menjelekkan saya maka kamu harus dihukum,” ujar Sean seraya menyilangkan kedua kakinya. “Sebagai hukumannya kamu harus membersihkan seluruh ruangan saya.” Oceana yang mendengar itu sontak terbelalak kaget. “Tunggu Pak. Jangan hukum saya ... tidak bermaksud menjelekan Bapak kok serius deh,” jawab Oceana gelagapan.  Sean menatap tajam Oceana seraya menyeringai sinis. “Sayangnya saya tidak percaya,” ujar Sean dengan ketus.  “Tapi Pak ....” “Yaudah gini deh ... Kamu pilih membersihkan ruangan saya atau menghitung helaian bulu kucing saya?” tanya Sean memotong ucapan Oceana seraya menaik turunkan kedua alisnya. “Jadi kamu mau pilih yang mana?” Oceana yang mendengar itu sontak terbelalak kaget seraya menatap Sean dengan tetapan tak percayanya. Kalau boleh jujur, dia tidak ingin memilih dua-duanya. Tetapi diantara dua pilihan itu pilihan kedua lah yang paling aneh. Bayangkan saja gimana caranya menghitung helaian bulu kucing? Duh ada-ada saja.  Oceana menghela napas dalam-dalam seraya menganggukkan kepalanya. “Saya pilih opsi yang pertama deh Pak.” jawab Oceana dengan sangat terpaksa.  Mendengar itu, Sean sontak tersenyum penuh kemenangan. “Yaudah tunggu apalagi? Ayo cepat bersihkan pastikan semuanya harus bersih dan jangan sampai ada debu walaupun itu hanya satu butir.  Kamu mengerti kan?” “Iya Pak, saya mengerti!” jawab Oceana dengan penuh kekesalan. Dia berusaha keras menahan diri agar tidak mengumpat di hadapan Sean. Bukan apa-apa, masalahnya kalau dia mengumpat sekarang bisa-bisa hukuman Oceana bertambah.  Oceana menggelung rambutnya sebelum akhirnya dia memulai  membersihkan ruangan Sean yang entah kenapa hari ini tampak sangat kotor. 'Huh, aku yakin dia pasti sengaja mengotori ruangannya. Dasar dedemit nyebelin!' batin Oceana menyumpah serapahi Sean seraya terus menyapu lantai.  Sedangkan Sean, dia malah enak-enakan duduk di sofa seraya memakan cemilannya. “Woi, Oca ... Di sana masih sangat kotor. Duh kamu ini menyapu saja tidak becus.” Oceana mendelik kesal. Sean benar-benar cerewet dari tadi dia terus berkomentar benar-benar menyebalkan. “Iya sabar kali Pak … Ini juga lagi saya bersihkan kok,” dengus Oceana kesal.  Setengah jam kemudian, Oceana terlihat menghapus keringat yang terus bercucuran kedua sisi dahinya seraya menghela napas lelah. “Pak, saya sudah selesai membersihkan ruangan Bapak.” Mendengar itu, tanpa aba-aba Sean segera bangkit berdiri dari kursinya. Dia mulai memindai setiap sudut dan cerah ruangan dengan mata elangnya. “Hmm, lumayan bersih tidak sia-sia saya mempekerjakan kamu,” ujar Sean memuji Oceana seraya tersenyum. Namun, hal itu tidak bertahan lama. Sean kembali memasang ekspresi menyebalkannya.  “Kamu ternyata sangat berbakat untuk menjadi babu.” Oceana yang mendengar itu jelas sangat kesal. Namun, dia tidak bisa membantahnya. Oceana hanya Bisa menghela napas seraya mencoba untuk bersabar. Yah benar Oca, yang waras mah mengalah saja.  “Kalau begitu saya permisi undur diri dulu Pak.” pamit Oceana seraya bergegas pergi. Namun, belum sempat tangannya menyentuh gagang pintu tiba-tiba Sean kembali menghentikan langkah kaki Oceana.  “Tunggu! Siapa yang menyuruhmu pergi?” Oceana yang mendengar itu refleks membalikkan tubuhnya seraya menatap Sean. “Tapi kan Pak tugas saya sudah selesai ... Lalu untuk apalagi saya tetap disini?!” “Siapa bilang tugas kamu sudah selesai?” tanya Sean terdengar mengejek. “Saya mau kamu membantu ... mengerjakan proposal untuk meeting besok.”  “Hah? Yang benar saja? Kenapa harus saya kan masih banyak yang lain Pak.” protes Oceana, serius dia sudah benar-benar lelah, letih dan lesu.  “Iya tapi saya maunya kamu yang mengerjakannya, gimana dong?!” ujar Sean dengan ketus. “Awas berani menolak ... saya tidak akan segan-segan menambahkan tugas kamu.” Dia ngajak ribut, ya? Benar-benar keterlaluan bisa-bisanya Sean mengancam perempuan lemah lembut seperti Oceana. Dahlah, Oceana mau kawin lari aja sama Sehun. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD