03. Nggak Perawan lagi?

1072 Words
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Namun, Oceana masih terlihat terduduk di depan layar komputer. Sementara jari-jarinya terus mengetikkan laporan. Sesekali dia meregangkan otot-ototnya.  “Oca gue duluan yah ....” pamit Bella seraya mematikan layar monitornya. “Gue juga ya Oca,” sambung Anya secara bersamaan.  Oceana yang mendengar itu sontak menolehkan kepalanya menatap kedua temannya. “Kok kalian tega sih ninggalin cecan di kantor sendirian malam-malam kayak gini?” keluh Oceana. “Gimana kalau nanti gue diculik sugar daddy?!” “Sendirian gimana?  Kan masih ada Pak Sean lo yang tersayang. dia juga belum pulang noh,”  jawab Anya menunjuk pintu ruangan Sean seraya tertawa lepas. “Mana ada sugar daddy yang nyulik lo ... Yang ada mereka tekor. Lo kan makannya banyak. Hahaha.” Oceana yang mendengar itu refleks mendelikkan matanya seraya cemberut kesal. “Itu dia masalahnya cuy ... Gue gak mau berduaan sama dia,” gerutu Oceana sebal, kedua temannya ini tidak mengerti betapa anehnya Sean. “Dih,sembarangan!  Gini-gini banyak yang naksir berat sama gue. Secara gue ini cantik cetar membahana. Muehehe.” “Iyain dah biar cepat ... Bye gue duluan, good luck yah bebeb lembur berduaan sama Pak Boss gantengnya.” ujar Bella tertawa meledek Oceana. Mereka berdua bergegas pergi keluar dari kantor seraya terus menertawakan Oceana.  Mendengar tertawan mereka seketika membuat kadar kekesalan Oceana meningkat drastis. Dia menarik napas dalam-dalam. “Astaga, punya temen dua tapi dua-duanya gak setia kawan banget. Hobinya tertawa diatas penderitaan temannya sendiri. Duh yaudahlah, ayo semangat Oca. Biar bisa cepat pulang.” Oceana menepuk-nepuk pipinya seraya kembali fokus mengerjakan proposalnya.  Keadaan kantor tampak sangat sunyi hanya terdengar bunyi keyboard yang sedang Oceana gunakan. Namun, di saat dia sedang sibuk mengerjakan proposalnya.  Tiba-tiba ponsel Oceana berbunyi, dia melirik sekilas sebelum akhirnya Oceana mengambil ponselnya. Dia menyerngitkan dahinya saat melihat nomer yang tidak dikenal yang tertera di layar ponselnya. Dia bergegas mengangkat panggilan telepon itu.  “halo, siapa ini?” tanya Oceana seraya terus mengetik.  Hening. Tidak ada jawaban dari si penelepon. Jari Oceana seketika berhenti mengetik. Dia menatap ponselnya, aneh sambungan teleponnya masih tersambung tapi tidak ada jawaban.  “Halo? Siapa sih? Jangan iseng deh!” sambung Oceana dengan ketus, dia merasa sangat kesal lagi capek malah ada yang menelponnya tapi tidak mengatakan sepatah katapun.  Tuttt tuttt Tiba-tiba sambungan teleponnya terputus secara sepihak. Oceana yang mendengar itu sontak segera menjauhkan ponselnya. Dia menyandarkan tubuhnya seraya menghela napas beberapa kali. “s****n, hari ini gue bener-bener s**l banget.” Tangan Oceana mengambil cangkir kopinya,  dia mendesah lelah saat melihat cangkir kopinya yang sudah kosong. Mau tak mau Oceana melangkahkan kakinya menuju pantry seraya membawa cangkirnya. Namun, belum sempat Oceana melangkahkan kakinya tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.  “Oceana Lalisa ... Mau kemana kamu?” tanya Sean tahu-tahu sudah berdiri di belakangnya. “Proposal untuk meeting besok pagi sudah selesai belum?” Dengan malas, Oceana segera membalikkan tubuhnya. Mata Oceana seketika terpaku menatap penampilan Sean. Dua kancing kemeja bagian atasnya dilepas sementara lengan kemejanya digulung dan rambutnya tampak acak-acakan terlihat sangat maskulin.  'Gue baru sadar, ternyata kalau diliat-liat dedemit Sean cakep juga tapi sayang otaknya gak secakep wajahnya.' batin Oceana tanpa sadar dia terus menatap wajah Sean.  “Hei, apa liat-liat?!” gertak Sean dengan ketus seraya menatap tajam Oceana. “Malah diam ... cepat jawab pertanyaan saya!” Oceana yang mendengar gertakan Sean sontak tersentak kaget dan langsung tersadar dari lamunannya. “A—anu Pak, saya mau buat kopi.” Oceana mengangkat cangkir kopinya. “Belum, tinggal sedikit lagi Pak.” Sean mendengus dingin seraya melipat kedua tangannya. “Kamu dari tadi ngapain aja, sih? Masa sudah jam segini belum selesai juga.” “Iya kan saya juga harus mengerjakan pekerjaan yang lainnya Pak. Ini saya juga sudah berusaha menyelesaikannya secepat mungkin kok.” “Loh, itu kan memang tugasnya kamu. Lagian kamunya aja yang lelet. Mengerjakan satu proposal aja lama banget benar-benar tidak becus!” ujar Sean acuh tak acuh.  Oceana yang mendengar itu jelas kesal, dia segera meletakkan cangkirnya dan tanpa aba-aba Oceana mendekati Sean.  “Sebenarnya Bapak punya masalah apa sih sama saya? Selama ini saya diam karena saya menghormati Bapak. Tapi kelakuan Bapak malah semakin menjadi-jadi,” ujar Oceana melampiaskan kekesalannya. “Dari pagi Bapak udah memerintahkan saya ini dan itu ... Saya lelah Pak. Saya manusia bukan mesin yang bisa Bapak perintah seenak udel.” “Beraninya  kamu ....”  Oceana segera meletakkan jarinya di atas bibir Sean.“Iya tentu saya berani ... Kenapa? Apa Bapak mau memotong bonus saya atau Bapak mau memecat saya. Silahkan saya tidak peduli.” Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Oceana segera melepaskan tangannya dari bibir Sean seraya bergegas pergi. Namun, belum sempat dia melangkahkan kakinya tiba-tiba Sean menarik tangan Oceana hingga membuat tubuhnya oleng dan akhirnya dia terjatuh dan tangannya mendarat tepat di atas s**********n Sean.  Untuk berapa saat mereka berdua hanya terdiam. Sebelum akhirnya  Oceana tersadar dan langsung melototkan matanya saat merasakan sesuatu yang keras menusuk telapak tangannya. “Astaga, apa ini? Kok keras dan bisa berdiri.” gumam Oceana pada dirinya sendiri seraya terus mencoba meraba-rabanya. Namun, walau begitu dia tidak berani untuk melihat apalagi memeriksanya.  “O—oceana beraninya kamu membuat adik saya bangun,” gertak Sean ketus, Namun, wajahnya tampak sangat memerah. “H—hah, Apa?” tanya Oceana terdengar sangat syok. Dengan susah payah dia menelan ludahnya gugup. Oceana memberanikan diri menatap ke arah telapak tangannya. Mata Oceana terbelalak selebar-lebarnya saat melihat telapak tangannya mendarat di atas barang pribadi milik Sean.  Oceana refleks segera menarik tangannya menjauh dari barang pribadi Sean. Lalu kemudian Oceana segera berlari menghindar dari Sean. 's**l, ini benar-benar tragedi yang sangat memalukan!! Ahh, tangan gue udah gak perawan lagi. Hiks.' batin Oceana merutuki kebodohannya.  ••• Sementara itu, tanpa Oceana ketahui seseorang diam-diam memasuki apartemennya. Orang itu terdiam seraya memainkan ponselnya. “Suaramu masih sangat merdu ... Aku begitu gugup sampai tidak bisa berkata-kata.” orang itu mengambil pigura foto Oceana. “Lihat betapa cantiknya kamu.” Orang itu tersenyum lebar, tidak hanya itu dia bahkan terlihat membelai lembut tempat tidur Oceana. “Cepat atau lambat kamu pasti akan segera menjadi milikku dan kita akan tidur bersama-sama membayangkannya saja sudah membuatku senang,” gumam orang itu seraya mencium bingkai foto Oceana.  Orang itu segera keluar dari apartemen Oceana. Namun, sebelum benar-benar pergi, dia menyempatkan diri menolehkan kepalanya menatap seluruh ruangan Oceana. “Aku tidak sabar lagi ingin bertemu lagi denganmu. Wanitaku tersayang.” orang itu menyeringai tipis. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD