04. Enaknya diapain, ya?

1345 Words
Keesokan paginya, Oceana terdiam menatap gedung perkantorannya. Dia menghela napas dalam-dalam.  “Ahh, rasanya gue males banget masuk kerja apalagi kalau nanti ketemu Sean. Duh mau ditaruh dimana muka imut kembarannya Lisa Blackpink ini?” keluh Oceana pada dirinya sendiri seraya meniup poninya.  Serius, gara-gara tragedi semalam, Oceana tidak bisa tidur dengan nyenyak. Boro-boro tidur nyenyak yang ada kejadian memalukan itu terus terngiang-ngiang di kepala mungilnya. Dia bahkan masih mengingat dengan sangat jelas reaksi dari anunya Sean. Besar cuy, E—eh tuhkan otak polos Oceana sudah benar-benar tercemar. 'Rip otak polos milik gue yang tersayang hiks.' batin Oceana meraung-raung sedih.  Dengan gontai Oceana melangkahkan kakinya masuk ke dalam divisinya. Namun, baru saja dia mendudukan pantatnya tiba-tiba Oceana dikagetkan dengan tangan yang tiba-tiba saja menepuk bahunya.  “Bel, lo bikin kaget aja untung gak gue timpuk kepala lo,” dengus Oceana kesal seraya menatap ke arah Bella yang tahu-tahu sudah berada disampingnya.  Bukannya merasa bersalah Bella malah cengengesan.  “Hahah. Sorry habisnya dari tadi gue udah manggil nama lo ... tapi lo nya gak nengok-nengok,” ujar Bella seraya merangkul pundak Oceana. “Ohya, gimana lembur semalam sama Pak Sean? Berjalan lancar gak?” Oceana yang mendengar itu sontak mendelikkan matanya seraya mendengus kesal. “Please jangan ganggu gue,  sekarang gue lagi mode senggol bacok nih,” ujar Oceana seraya duduk kursi kerjanya. “Boro-boro lancar yang ada kacau balau.” “Hah? Kacau balau gimana maksud lo? Ceritain dong ke kita.” Kedua temannya itu berkerumun di depan kubikel Oceana seraya menatapnya dengan tatapan penuh kekepoan.  Nahloh kalau sudah begini Oceana jadi bingung sendiri, dia tidak tahu harus menjawab apa. Pasalnya tidak mungkinkan dia bilang kalau semalam Oceana tidak sengaja grepe-grepe anunya Sean. Duh, yang benar saja. Itu sih sama saja seperti cari masalah.  Oceana berdehem kecil berusaha setenang mungkin. “Udah deh kalian berdua, jangan ngomongin dia mulu ... Tingkat kekesalan gue meluap-luap setiap kali membahas Dedemit Sean.” “Gak ada akhlak lo Oca, orang ganteng begitu disamain sama dedemit.” “Ah bodo amat ... Di mata gue masih gantengan Sehun suami halunya gue.” “Dih, akibat kelamaan jomblo jadi makin gila lo, Oca,” ujar Anya seraya bergidik ngeri.  “Hooh, saran gue ... mendingan lo buruan cari pacar sebelum lo jadi gila beneran,” ujar Bella tertawa lepas.  “Dasar teman-teman laknat!!!” Tanpa sadar Oceana berteriak cukup kencang.  Dan bertepatan saat itu, Sean baru saja tiba di kantor. “Hei, jangan berteriak  ... Ini kantor bukan hutan!!” tegur Sean dengan ketus seraya melirik Oceana sekilas.  Mendengar itu, Oceana refleks berdiri seraya menggigit bibirnya dan dengan perlahan Oceana menolehkan kepalanya menatap Sean yang terlihat berdiri seraya memasukan satu tangannya ke dalam kantong celana bahannya.  “Eh, ada Bapak. Selamat pagi Pak,” sapa Oceana sekedar berbasa-basi seraya tersenyum selebar mungkin. Sean berdecak kesal seraya menadahkan tangannya. “Gak usah basa-basi.  Mana ringkasan laporan yang kemarin? Sudah selesai belum?” Oceana yang mendengar itu sontak meringis seraya menggaruk tengkuknya. s****n, bisa-bisanya Oceana lupa dengan laporannya sendiri. 'Duh gawat, Sean pasti ngamuk nih,' batin Oceana merutuki kebodohannya.  “Kenapa diam? Jangan bilang laporannya belum selesai?!” “S—sudah selesai kok Pak ... tapi laporannya belum sempat saya print,” cicit Oceana. Masalahnya semalam dia benar-benar mengantuk dan lupa ngeprint laporannya.  Sean melototkan matanya. “Kamu ini kebiasaan kalo dikasih tugas gak pernah bener!” gertak Sean dengan ketus. “Yaudah tunggu apalagi buruan print laporannya!” “Iya baik Pak.” Tanpa membuang waktu lagi, Oceana segera bergegas  kembali duduk dan berusaha menyalakan komputer tetapi entah kenapa layar komputernya tidak kunjung menyala walaupun dia sudah menekan tombol powernya. 's****n, kenapa disaat kayak gini. Komputer gue pake acara mati segala. Duh s**l banget sih gue,' keluh batin Oceana.  Oceana mendongak menatap Sean. “A—anu, Pak kayaknya komputer ini rusak dari tadi gak mau nyala.” Mata Sean tampak menatap sinis Oceana seraya berdecak kesal.“Kamu ini beneran bodoh atau pura-pura bodoh?!” “Hah maksud Bapak apa?”  “Coba kamu liat ke bawah,” perintah Sean mendengus dingin seraya menunjuk ke bawah mejanya Oceana.“Kabelnya aja belum kamu colokin jadi gimana komputernya mau menyala.” Mendengar itu, Oceana refleks menatap ke arah yang ditunjuk oleh Sean. Dia memukul dahinya sendiri seraya cengengesan menahan rasa malunya. “Hehe, pantesan gak nyala,” cicit Oceana. Sean tampak mendesis kesal.  “Ngapain cengengesan?! ... cepat nyalakan komputer dan segera print laporan kamu,” perintah Sean dengan ketus. “Saya tunggu kamu di ruangan saya!” Setelah mengatakan itu, Sean langsung berjalan pergi. Oceana yang kesal mengepalkan tangannya ke udara seakan-akan ingin memukul Sean. Dan tepat saat itu, tiba-tiba Sean menghentikan langkahnya. Oceana yang melihat itu langsung berpura-pura sibuk.  Sean membalikan tubuhnya dan menatap tajam Oceana seraya menggertakan giginya. “Oceana Lalisa, berhenti mengolok-olok saya,” gertak Sean dengan tegas.  “Saya beri kamu waktu setengah jam untuk menyelesaikannya kalo sampai lewat dari setengah jam siap-siap aja kamu akan saya hukum!”  “Tapi Pak—” “Tidak ada bantahan lagi. waktu kamu di mulai dari sekarang!” Sean dengan wajah songongnya kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Oceana yang tampak kalang kabut mengeprint laporannya.  ••• Tidak lama kemudian, Oceana terlihat berlari ke ruangan Sean seraya membawa laporannya. Dia menghela napas dan segera membuka pintu ruangan Sean.  “Permisi Pak.” Oceana melangkahkan kakinya mendekati meja Sean. “Ini ringkasan laporan yang Bapak minta.” Sean melirik Oceana sekilas sebelum akhirnya dia kembali mengalihkan pandangannya.“Oke, kamu taruh aja diatas meja,” ujar Sean dengan acuh tak acuh. “Sebentar lagi saya mau pergi meeting di luar.” Oceana mengangguk mengerti seraya meletakkan laporannya diatas meja Sean. “Iya Pak, saya mengerti ... Yaudah kalo gitu saya permisi dulu, Pak.” pamit Oceana seraya bergegas pergi.  “Tunggu! Siapa yang mengizinkan kamu keluar?” tanya Sean seraya melepaskan kecamatannya. “Gak sopan kamu!  Saya kan belum selesai bicara.” Mendengar itu, langkah Oceana seketika berhenti dan mau tak mau dia segera membalikkan tubuhnya.  “Iya maaf, Pak. Yaudah silakan dilanjutkan lagi.” Sean bangkit berdiri dan tanpa aba-aba dia mendekati wajah Oceana seolah-olah dia akan menciumnya. Sedangkan Oceana yang melihat itu refleks menjauhkan wajahnya.  “Oceana bibirmu—” “Hah? Memangnya ada apa dengan bibir saya Pak?!” tanya Oceana terdengar sedikit gugup seraya bergegas memegang bibirnya sendiri.“T—tolong berhenti main-main Pak ... Nanti kalo sampe ada yang lihat, mereka bisa salah paham!” Sean bukannya jauhkan wajahnya, dia malah semakin mendekati wajah Oceana seraya terus menatap lurus ke arah bibirnya. “Bibir kamu terlalu merah!” ujar Sean menempelkan tisu di atas kening Oceana.“Nih, ambil tisu dan cepat hapus lipstikmu.” “HAH?!” Mata Oceana seketika terbelalak dengan selebar-lebarnya. Ekspresinya benar-benar sangat terkejut. Sebelum akhirnya dia kembali membuka mulutnya. “Lho, kenapa Pak? Padahal kan  Banyak yang pake lipstik lebih merah dari lipstik saya. Tapi kenapa hanya saya yang disuruh dihapus?” “Yah karena lipstik kamu lah yang paling bikin mata saya sakit,” ujar Sean seraya memasang ekspresi songongnya. “Gak usah banyak protes lagi. Cepat hapus atau kamu mau saya hapuskan?!” Oceana benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikirannya Sean. Kemarin ikat rambut sekarang lipstick, lalu besok apalagi? Heran deh semua hal yang Oceana pakai selalu dipermasalahkan. Rasanya Oceana ingin menendangnya ke kandang beruang grizzly.  “Oke fine, Pak. Saya hapus sekarang!” ujar Oceana penuh kekesalan seraya menghapus lipstiknya dengan asal-asalan. “Nih liat udah saya hapus ... Sekarang Bapak puas?!” Sean tersenyum penuh kemenangan. “Oh jelas, sangat puas—” dia melirik jam tangannya. “Yaudah sekarang saya mau pergi meeting dulu.” Tanpa mengatakan apapun lagi, Sean langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Oceana yang terlihat meremas-remas tangannya penuh kekesalan. Orang seperti Sean enaknya diapain ya? Serius, Dia tidak tahan lagi lama-lama Sean Oceana santet onlen juga nih. Sementara itu, di waktu yang bersamaan. Namun, ditempat yang berbeda. Seorang pria misterius terlihat meminum alkohol seraya menyeringai kecil. Di depannya sudah terpanjang ratusan atau mungkin ribuan foto Oceana dari berbagai macam gaya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD