Part 3

2271 Words
Nia POV Tidak ada dalam kamusku untuk menyerah merebut hati Raka. Sekarang, aku sudah ada di rumah sakit tempat Raka dinas. Kejadian beberapa minggu lalu sudah aku lupakan, aku tidak mau berlarut-larut dalam kesediahn. Ya !! aku tetap harus semangat untuk mendapatkan cinta pertamaku ini. Kayaknya Kak Raka ada tamu di ruangannnya, terlihat jelas dari suara berisik mereka yang sedikit terdengar. Maafkan aku Tuhan, mungkin cinta ini telah membutakanku. Sehingga aku halalkan segala cara untuk mendapatkannya. Mungkin sebagian orang akan menganggapku tidak tahu malu atau murahan, coba kalian berada di tempatku. Aku yakin kalian akan melakukan hal yang sama. Aku mendengar galak tawa perempuan. Siapa??? Siapa wanita itu? Kenapa dia begitu akrab dengan kak Raka?. "Gimana chelse? terima nggak? Sahut suara seorang pria. Perempuan yang ada didalam hanya membalas dengan tawa ringan. Apa yang diterima? Cinta? Atau apa?, aku benar- benar panik dan penasaran seperti apa sih wanita idaman kak Raka. Sebelum wanita itu menjawabnya, ku hilangkan harga diri ini lalu membuka paksa pintu ruangan kak Raka. "Raka tidak bisa mencintai wanita lain, karena dia sudah mempunyai aku!" kataku secepat kilat. Semua mata tertuju padaku, ada 2 orang teman lelaki Raka, dan 1 wanita yang mungkin inilah wanita yang dicintai kak Raka. Tuhan wanita itu cantik,sangat cantik, tinggi, kulitnya putih, tidak dapat dibandingkan dengan semua yang ada dalam diriku. Sungguh aku kalah jauh dengan dia. Tatapan kebencian kak Raka tertuju kepadaku " Apa yang lu lakukan disini?" Geramnya. " Uhhhh" Membuang nafas pelan berusaha menghilangkan rasa takut ini, mungkin setelah ini kak Raka benar- benar akan membenciku. "Dia," tunjukku ke arah wanita tersebut. "Tidak bisa menjadi milik kakak, ka...rena...hmm ka..re..na.. aku hamil anak kakak." Akhirnya keluar juga kata keramat. Lagi-lagi mereka melotot ke arahku, kak Raka berdiri dan menghampiriku keluar. Plakk!! Satu tamparan melekat dipipiku, air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya keluar juga. "Lu pikir gua bakalan cinta dengan wanita yang mengaku-ngaku hamil anak gua. Apa iya anak itu aku ayahnya? Melihat dari keagresifanmu sebagai wanita, aku pikir mungkin sudah banyak lelaki yang telah menjamah tubuhmu itu." Sungguh tega, benar- benar tega. Tidak ada keraguan yang kudengar dari mulut Kak Raka menuduhku seperti w************n. Aku memang salah, asal bicara tanpa memperdulikan akibatnya. "Enyahlah dari hadapan gua, dasar w************n, dan jangan pernah lu perlihatkan wajah loe itu di hidup gua sampai kapanpun." Lanjutnya. " Keluarr!!." Pergi, Itulah yang harus ku lakukan saat ini, untuk menghindari tatapan menghina dari orang sekeliling yang telah menyaksikan. ketika hendak berlari keluar, aku melihat kak Olive menatapku kecewa. "Maaf kak," Lirihku berlari keluar rumah sakit. Aku tidak memperdulikan lagi kemana kaki ini melangkah. Sungguh, tidak ada sedikitpun di otakku untuk mengaku hamil anak Raka. Tapi melihat wanita itu yang sungguh berparas cantik membuatku iri. Aku tahu aku salah dan telalu kelewat batas, Tuhan salahkah aku mencintai salah satu mahkluk ciptaanMu? Kenapa duniaku hanya terpusat kepadanya yang tidak menganggapku ada. Hati ini bagai diremas melihat wajah kak Raka menatap lembut kearah wanita itu, berbeda terbalik ketika dia menatapku. Kenapa begitu payahnya membuat hati kak Raka luluh dengan perhatianku. Mungkin kak Raka benar aku terlalu agresif dan murahan sebagai wanita, aku selalu mengejarnya tanpa henti. Aku terlalu memaksakan perasaan ini, tatapan wajahnya sekarang seperti ingin membunuhku. Pasti! Dia akan jijik melihatku, maaf kak aku mengacaukan hidupmu. Setelah lelah berlari tanpa arah, kaki ini tak sanggup untuk bergerak lagi. Aku memutuskan untuk beristirahat sejenak di taman kota. Ku keluarkan semua air mata yang tadi ditahan, mengeluarkan segala sakit hati, kekecewaan dalam relung hati berharap hati ini kembali tenang. Aku menundukkan kepala bertumpu kepada lutut dengan tubuh yang bergetar karena isakan air mata. Aku kalah, ya sudah kalah, cintaku tidak akan terbalas lagi dan semuanya sudah berakhir, aku harus menerima kenyataan ini. Kak Raka benar-benar tidak akan pernah mencintaiku. Sebuah usapan lembut kurasakan di punggung yang bergetar. Aku menoleh kearah tangan tersebut. " Maaf kak, a...ak..aku sudah keterlaluan." Isakku. Kak Olive menatap ku lembut dan menariku kepelukannya. "Hentikan Nia! Cukup! akhiri ini." Aku semankin terisak, memang tidak ada harapan lagi untuk cinta ini, ini harus berakhir. "Jangan sakiti hidupmu lagi! Kakak mohon ini terakir kalinya kamu menangis untuknya." Kak Olive menangkupkan kedua tangannya kewajahku yang sudah basah dengan air mata. " Chelsea adalah cinta pertamanya. Raka sangat mencintai wanita itu." Kak Olive mencoba menerangkan siapa wanita yang ku temui di ruangan Raka. "Walaupun Chelsea sudah meninggalkannya, dia masih menunggu sampai wanita itu kembali setelah 4 tahun mencampakkannya." lanjut Kak Olive. " Kak," Aku memotong penjelasannya. "Kak Raka sanggup menunggu untuk mendapatkan cintanya, apa aku tidak boleh menunggu untuk mendapatkan cintaku?" " Setelah chelsea kembali, kakak pikir itu akan sia-sia." Kak Olive menghapus air mataku. " Kakak mohon, stop sampai disini, kakak takut kamu semakin terluka." Itulah alasan kak Raka kenapa dia begitu membentengi hatinya untuk menerima cinta yang lain. Dia telah mempunyai pilihan hatinya yang dengan setia dia tunggu. " Kak," Kataku mengenggam tangan kak Olive "Aku mohon, tolong kabulkan permintaanku yang lain." Aku mengingatkan kak Olive tentang keinginanku tapi kak Olive tidak mengizinkannya. "Inilah caraku untuk menjauh dari hidupnya kak, setelah itu aku berjanji tidak akan menemui kak Raka lagi." Aku mencoba menyakinkan. " Kak, please!" Bujukku. Hanya gelengan yang kudapat darinya. ****** 1 bulan sudah aku tidak mengejar- ngejar kak Raka, bukan berarti aku menyerah ( aku akui hati ini sudah menyerah untuk menarik perhatiannya) tapi aku berpikir masih ada harapan. Aku menghindarinya karena aku malu dengan ucapanku yang lalu dan juga aku harus mempersiapkan ujian akhir sekolah. Maka dari itu hanya bisa melihat kak Raka dari balik jendela ketika dia pergi kerja, ketika wanita itu menjemputnya mengajak kencan. Aileen juga tidak membahas tentang kak Raka ketika dia bersamaku, mungkin kak olive sudah bercerita tentang kejadian yang terjadi di rumah sakit. "Masih berharap juga?" tanya Aileen tiba-tiba di belakang. "Bikin kaget aja." Gugupku ketahuan mengintip kak Raka dari balik jendela kamar. "Wanita itu, dia sering juga mengunjungi kak Raka?" Aileen menatap iba kepadaku. "Mereka udah pacaran dari 1 bulan yang lalu. Aku heran kenapa kak Raka mau juga dengan dia, setelah sekian lama menghilang kak Raka masih mengharapkannya." Ada sedikit kekesalan dari suara Aileen. Aku duduk di sebelah Aileen " Itulah cinta Leen, seperti kamu melihatku selama ini. Aku mencintainya, sangat malah, walaupun tidak ada balasan dari dia. Tapi tetap saja setia menantinya." Mataku mulai berkaca-kaca. Aileen memelukku erat "Maaf, maaf Nia aku tidak bisa membantumu lagi." Aileen ikut sedih. " Aku tahu, kamu sudah banyak membantuku namun takdir juga tidak memihakku." " Aku sudah kalah,leen. Aku sudah tidak ingin lagi memperjuangkannya." Lanjutku. "Berhentilah menangis untuk dia, Nia! Tetap semangat!! Siapa tahu ada pangeran berkuda putih akan datang menghampirimu." Sahut Aileen menyemangati dan menghiburku. " So, kenapa kesini?" Mencoba mengahlikan pembicaran. "Oh..jadi mentang- mentang gagal jadi kakak ipar, nggak boleh lagi kesini? Iya?" Sahut Aileen pura-pura marah. " Jangan ngeyel deh. Kenapa kesini?" Ulangku. "Mama dan Papa ngajak makan malam, mereka berdua heran kenapa anaknya yang satu ini nggak pernah nongol-nongol ke rumah. Biasanya pagi udah bikin keributan di dalam rumah, berteriak nggak jelas." Jawab Aileen menjelaskan keberadaannya di kamar. " Kapan? Sekarang?" " Nggak 100 tahun lagi,ya iyalah sekarang, noh papa dan mama udah nunggu. Mama udah buatkan makanan kesukaanmu." " Ya udah bilang ama mama aku mandi dulu ya, untuk ngilangin bukti..he..he..he." Aku mengambil handuk menuju kedalam kamar mandi. " Bukti apaan?" Teriak Aileen penasaran. " Bukti kalau anak lelaki mereka telah membuatku menangis sepanjang waktu." teriakku. ******** Aileen POV Setelah memberi tahu Nia kalau mama dan papa mengajak dia makan malam, aku kembali kerumah. Meninggalkan Nia yang sedang berendam di kamar mandi, katanya untuk menghilangkan bukti. Untunglah dia tidak berlarut dalam kesedihan akibat ulah kakaku yang super nyebelin. Lihat aja kuliah nanti kami berjanji akan melanjutkan kuliah kedokteran di kampus yang sama. Awas kak Raka nanti aku akan mencarikan lelaki yang jauh lebih tampan, baik dan perhatian buat Nia. Terkadang aku berpikir apa Nia bisa mencintai orang lain, secara yang aku lihat selama ini pusat dunia Nia ada di tangan kak Raka. Masa bodoh! Pokonya aku harus berhasil mencari pengganti kak Raka buat sahabatku itu yang telah berapa banyak mengeluarkan air mata buat si gunung es ( adek durhaka hihi). Sesampainya diruang makan aku menyaksikan pemandangan yang tidak enak dilihat mata. Tuh si cewek nyebelin yang tiba-tiba datang di kehidupan kakak ku seenak dengkulnya duduk manis di sebelah kak Raka. Padahal tempat itu adalah punya Nia kalu dia makan malam atau sarapan disini. " Loh, Nia mana, Leen?" Tanya mama menatapku. "Katanya dia mau mandi dulu, secara anak kesayangan mama itu belum mandi dari tadi pagi."Jawabku menekankan kata sayang agar si Chelsea itu tahu kalau Nia sangat diterima di keluarga ini ( tahu diri loe, ular). " Kenapa? Dia sakit sampai belum mandi?" Tanya Papa menyela. "Katanya kurang enak badan, Pa. Mungkin terlalu memikirkan pelajaran sampai dadanya nyesek." Sindirku menatap kak Raka. Tahu rasa tuh kak Raka karena perbuatannya bikin anak orang nangis. "Pantesan kak Nia nggak pernah lagi main ama, Dev" Lanjut si bontot Davian. Rasain loe chelse, adek gua Davian aja yang terkenal lebih dingin dari kak Raka sangat menyayangi Nia. Memang sih walaupun Davian baru 5 tahun udah keliatan banget aura cool nya. Kak Raka aja ma kalah dingin, tapi Davian tidak sejahat kak Raka dia tahu cara menghargai perasaan orang. "Tapi kak Nia makan baleng kita kan kak?" lanjut Davian. " Iya dong." " Dave kangen ma kak Nia, udah lama kak Nia nggak kesini" "Kenapa Dave nggak datangi kak Nia aja?" Tanya mama menyela. "Dave takut gangguin kak Nia , kemayin Dave liat Kak Nia matanya cembab, Ma," Sahut Dave mengadu. Si wajah dingin Kak Raka pura-pura tenang, aku juga liat kak Raka sedikit terkejut. "Kayaknya kak Nia cekarang lebih diam, nggak kayak dulu-dulu itu ma. Dave kacian, ingin peluk kak Nia nggak apa- apa kan ya bang?" Tanya Davian lugu,terlalu lugu ke arah kak Raka. Semua mata tertuju kearah kak Raka, mampus tuh abang gue jawab noh pertanyaan bocah. biar tahu rasa. "Loh kenapa Dave tanya sama kak Raka?" Tanya si dingin Kak Raka. " Iya, kan kata kak Nia, kak Raka ama kak Nia pacalan." Lagi-lagi Dave menyampaikan isi hatinya tanpa bersalah. Yes...yes...kulirik wajah chelse sedikit kesal. Huhahahah aku tertawa sahabat aku satu itu berhasil mencuci otak adekku. Belum sempat kak Raka membalas, orang yang kami bicarakan telah nongol. " Maaf Pa,Ma.Nia mandi dulu." Nia mengambil posisi duduk di sebelah Davian, aku juga memilih duduk sebelah Nia. Nggak rela kale duduk dekat-dekat gunung es itu, memang ia dia kakaku tapi sayang dia nggak punya perasaan. "Loh biasanya kak Nia duduk disebelah Kak Raka." Davian menatap kearah Nia. "Dave" Sebelum Nia sempat menjawab, Davian lagi-lagi bersuara. " Tante, tante tempat duduk itu punya kak Nia," Lanjut Davian menatap Chelsea. aku cekikikan mendengar panggilan Dave kepada Chelse. "Bagus adekku sayang, mari kita musnakan wanita satu ini." Batinku. " Biar aja, Dave. Kak Chelseanya duduk di sana." Kak Olive berkata saat bergabung di meja makan. Setelah itu hanya terdengar suara dentingan sendok dan piring. Kami semua membisu tanpa ada yang mau memulai pembicaraan. Syukur Nia tidak menunjukan rasa tidak enaknya melihat kedua pasangan yang sok oke itu. Si chelsea berusaha lembut dan mencari perhatian Mama, Papa dan Dave. Ya namanya Dave kalau belum terlalu akrab bakalan di kacangin ma dia. "Oia, mama meminta kamu makan malam karena mau mengajak Nia pergi dengan kami jalan-jalan, apa Nia mau?" Tanya mama memecahkan keheningan. "Hmmm... emang kemana, Ma?" Tanya Nia. " Berhubung kamu dan Aileen sudah ujian akhir dan liburannya cukup panjang. Bagaimana kalau kita ke Bali selama 2 minggu, lagian Raka dan Olive kebetulan ada waktu senggang." " iya Nia. Ikut aja lagian kamu nggak kemana-mana kan liburan kali ini." Kataku mengingatkan. " Iya kak Nia, kan udah lama kak Nia nggak main ama Dave, ikut ya....ya..ya.." Dave merajuk. "Hmmm, oke deh Ma. Nia ikut." "Olive nggak bisa ikut. Soalnya Olive harus ke Belanda minggu depan. Olive janji kalau udah kelar bakalan nyusul kesana." Mama dan papa manggut-manggut. Suasana kembali hening kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba kak Raka bersuara. "Ma...Pa! Ada yang mau Raka sampaikan berhubung mama dan papa ada di sini." Aku, nia dan Kak Olive berbarengan menatap Kak Raka. "Raka mau bilang kalau Raka sudah bertunangan dengan Chelsea. Kalau mama dan papa merestui segera mungkin kami akan melangsungkan pernikahan." Sahut kak Raka tanpa jedah. Pengumuman yang mendadak itu membuat kami semua melongo, terlebih lagi Nia. Tubuhnya mulai bergetar menahan tangis. Kuraih tangan Nia untuk menenangkan, kuatatap wajah Kak Raka tanpa rasa bersalah mengatakan hal yang demikian menyakitkan dihadapan Nia. ****** Nia POV "Raka mau bilang kalau Raka sudah bertunangan dengan Chelsea. Kalau mama dan papa merestui segera mungkin kami akan melangsungkan pernikahan." Sahut kaka Raka memecahkan keheningan di tengah makan malam keluarga. Dunia ku runtuh, berakhir, hari ini adalah akhir dari kisah cintaku. Begitu cepat keputusan yang di ambil kak Raka untuk menikah, mereka akan menajdi suami istri secepatnya. Tak akan ada lagi harapanku. Tubuhku mulai bergetar menahan tangisan, kalau bukan saja karena tangan Aileen yang menenangkanku, akan ku pastikan aku akan menangis sejadi-jadinya. Dengan sisa harga diri yang masih ada, tidak kupedulikan lagi mama, papa, kak Olive. Aku berlari keluar, lari dari tempat ini adalah hal yang terbaik, sungguh tak sanggupku melihat dan mendengar hal itu. "Maaf Pa...Ma...Nia udah selesai Nia mau pulang." Aku langsung beranjak dan berlari menuju rumah. "Maaf Aileen kak Olive, aku menangis lagi." Menutup seluruh tubuh dengan selimut dan menumpahkan semuanya tanpa ada yang di tahan tahan lagi. Mungkin isakan tangisanku terdengar di malam yang sunyi ini. Biarkan sekali ini lagi kulepaskan beban di hati ini. Aku tahu, akan berakhir seperti ini. Padahal aku telah mempersiapkannya, namun memang sia-sia. Mengambil ponsel yang ada di di dekatku. "Kakak! Nia ikut kaka! Kataku terisak. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD