Pasrah Menerima Pernikahan

1215 Words
Liburan yang indah dalam bayangan Sekar selama ini, baginya berakhir tragis. Semalaman ia tidak bisa tidur memikirkannya. Berulang kali ia memohon pada sang ibu untuk bisa meyakinkan sang ayah. Berulang kali juga Bu Yumna berusaha menyampaikan pada sang suami, namun keputusan Pak Rahmad tidak lagi bisa diganggu gugat. Pagi itu, keluarga Sekar sudah menunggu di lobi hotel. Wajah natural itu tetap terlihat anggun, meski matanya membengkak dan wajahnya memerah. “Selamat pagi, Pak Rahmad,” ucap Pak Wahyu menyapa. “Selamat pagi Pak Wahyu,” sambut laki-laki itu. “Bisa kita berangkat sekarang? Karena yang lainnya sudah menunggu di rumah,” ujar Pak Wahyu dengan sedikit senyum tipis. “Tentu saja, Pak Wahyu. Kami juga sudah bersiap,” sahut Pak Rahmad. Mereka pun meninggalkan hotel dan menuju rumah Pak Wahyu. Bu Yumna yang melihat Pak Wahyu datang bersama dengan seorang supir, tak kuasa menahan tanya di dalam hatinya. “Pak Wahyu, mohon maaf mau bertanya. Ini mobil yang disewa atau bagaimana?” tanya Bu Yumna. Pertanyaan itu seketika membuat pak Rahmad dan anak-anaknya terheran. “Bu,” bisik Pak Rahmad berusaha menahan sang istri. Pak Wahyu terlihat tenang menanggapinya. “Hm, nggak apa-apa, Pak Rahmad. Iya, ini adalah mobil keluarga saya,” ucap Pak Wahyu berterus terang. “memangnya ada apa, Bu?” “Ah, bukan apa-apa, Pak. Maksud saya, kalau ini memang mobil keluarga Atmaja, itu artinya, kalau nanti kami pulang ke kampung ‘kan bisa mengirit biaya ongkos pulang,” ujar Bu Yumna dengan polos. Dahlia yang mendengar itu hampir saja melepaskan tawanya. Mereka seperti tidak perduli dengan perasaan Sekar yang mungkin hanya tinggal menunggu beberapa menit akan melangsungkan pernikahan. “Astaga, kenapa sih, takdir aku jadi seperti ini?” ucapnya dalam hati, sambil memejamkan matanya. “Nggak masalah, Bu. Nanti bisa kita atur,” ujar Pak Wahyu menanggapi ucapan calon besannya itu. “Pak Wahyu, saya juga mau tanya. Hm, Pak Wahyu apa tidak ada perasaan untuk menolak sikap saya yang memaksa pernikahan anak-anak ini? Karena mungkin, menurut Pak Wahyu, saya ini terlalu keras atau bagaimana,” Mendengar pertanyaan sang ayah, Sekar justru merasakan angin segar. Berharap kalau perasaan sang ayah bisa berubah dan mengurungkan niat untuk menikahkan dirinya dengan Davin. Dengan antusias, ia pun menantikan jawaban Pak Wahyu. “Seperti yang saya sampaikan kemarin, Pak Rahmad. Sebenarnya saya juga sangat berniat untuk menikahkan Davin. Hanya saja memang belum ketemu dengan perempuan yang mau menerima sikap anak saya, seperti yang Pak Rahmad lihat kemarin. Dan yang membuat saya terkejut, davin juga menyetujuinya. Jadi saya rasa, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Bagaimana dengan pak Rahmad sendiri. Apakah Sekar sudah menyetujuinya?” tanya pak Wahyu sekilas melirik calon menantunya itu. “Sekar juga sudah setuju,” sahut Pak Rahmad dengan mantap. Dan kalimat ayahnya itu, membuat Sekar kembali melemas. Namun ia juga tidak berdaya. Karena bagaimana pun ia juga sudah berjanji tidak ingin kehilangan sang ayah hanya karena tidak menuruti perintah laki-laki yang telah memperjuangkan keluarga itu. “Baguslah kalau begitu. Saya juga turut senang mendengarnya,” ujar Pak Wahyu. “Tidak berapa lama, mereka pun segera memasuki pekarangan rumah keluarga Atmaja. Dahlia dan Bu Yumna terlihat sangat takjub dengan pekarangan yang begitu tertata rapi dan bersih. Jujur, sekilas Sekar juga terpana dengan lingkungan itu. Namun setiap ia mengingat kembali wajah Davin, ia merasa jijik dan tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya ke depan bersama laki-laki itu. Mereka pun keluar dari mobil. Tampak di depan pintu, Bu Jasmin telah menunggu dengan seorang perempuan. “Hah, ini Zaskia Atmaja. Putri sulung saya, kakaknya Davin,” ujar pak Wahyu mengenalkan. “Panggil saja Jessy,” ujarnya dengan ramah. Semua keluarga Sekar tersenyum ramah. Sedang Sekar sendiri hanya menatap pasrah pada perempuan itu. Setelah di persilahkan masuk, beberapa orang di dalam sana sudah menunggu. Sekar spontan angkat suara. “Apa menikahnya langsung hari ini?” terkejutnya “Ya, menikah saja dulu. Berkas-berkasnya akan segera menyusul,” ujar Pak rahmad. “Apa tidak ada riasan untuk Sekar? Setidaknya wajahnya tidak terlihat kacau,” ujar Bu Yumna mengusulkan. Sedang Sekar hanya bisa kembali memejamkan mata untuk menerima. “Saya bisa merias sedikit wajahnya. Ayo, ikut aku!” ajak Jessy. Dan Sekar tidak punya alasan untuk menolak. Sekilas, Sekar sempat beradu pandang dengan Davin. Menurutnya, tatapn calon suaminya itu seolah sedang mengolok-oloknya. “Dasar laki-laki sialan,” umpatnya dalam hati. Di dalam sana, Sekar pasrah apa pun yang dilakukan oleh Jessy pada dirinya. “Aku sudah dengar ceritanya. Dan kau sangat membenci adik aku, iya ‘kan?” tanya jessy sambil terus memoles wajah calon adik iparnya itu. “Nggak heran sih, kenapa kamu terlihat malas saat memandangnya. Devan itu memang anak laki-laki yang dulu sampai sekarang memang begajulan. Tapi sebenarnya adik aku itu adalah laki-laki yang baik,” lanjut Jessy. “Hm, itu karena kamu adalah saudarinya,” ujar Sekar dengan pelan. “Nggak juga. Devan itu pernah lho punya pacar. Sayngnya putus karena diselingkuhin. Makanya sampai sekarang Jomblo girang. Sukanya ganggu ketenangan orang. Tapi percaya deh, aku harap kamu adalah gadis yang beruntung. Karena biarpun Devan seperti itu, bukan berarti dia tidak menolak perempuan yang dijodohkan padanya. Mungkin ada sekitar 13 orang yang ditolak sama dia,” ceracau Jessy membuat Sekar mengernyitkan keningnya. “Tiga belas?” “Hu um. Dia begitu selektif kalau urusan perempuan. Makanya aku juga terkejut kenapa dia bisa setuju aja dengan pernikahan ini. Ah, sudahlah. Permainan takdir memang sangat unik,” ujar Jessy berharap Sekar bisa lebih tenang mendengar ceramah singkatnya itu. “Kamu sudah terlihat lebih segar dan cantik dibanding tadi. Yuk!” ajak Jessy dengan penuh semangat. “Kenapa aku merasa kalau kakak dan ini sama-sama menyebalakn,” Sekar masih mendongkol dalam hati. Saat ia keluar, semua mereka yang ada di ruangan dengan hiasan sederhana itu menyambutnya dengan tatapan. Terlebih dengan Devan. Wajar, karena selama ini sekar yang ia kenal adalah sekar yang badannya mekar, dengan kacamata yang dulu hampir tidak pernah terlepas dari wajahnya. “Sayang, kamu terlihat cantik sekali,” sambut Bu Yumna. Kendati demikian, perkataan sang ibu sma sekali tidak membuat hatinya luluh untuk menerima pernikahan itu. “Bisa kita mulai?” tanya salah satu yang sudah duduk di atas karpet. Bisa di pastikan kalau pria dengan sorban itu pastilah sang penghulu. Suasana kian menegang. Terlebih perasaan Sekar. Ia terus menatap sang ayah. “Yah, baiklah. Kalau ini sudah permintaan sang ayah. Percuma juga aku berkeras. Itu hanya membuat aku semakin tersiksa,” fikirnya. Tidak berapa lama, seakan ingin menutup telinga, Sekar pun mendengarkan ucapan ijab kabul antara Pak rahmad dengan Devan Atmaja. “Saya nikahkan dan kawinkan, putri saya Sekar Arumi binti Rahmad Kurniawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat, dan emas 15 gram dibayar tunai!” “Saya terima nikah dan kawinnya Sekar Arumi binti Rahmad Kurniawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 15 gram dibayar tunai!” balas Devan dengan suara tidak kalah lantang. “Bagaimana para saksi, sah?” “Sah sah sah,” jawab mereka yang sebagiannya adalah tetangga Devan. Seiring jawaban mereka, membuat Sekar memburaikan air mata, dengan wajah yang datar. “Sekarang aku sudah sah jadi istri dari laki-laki yang sama sekali tidak ku sangka akan jadi suamiku. Ahk, apakah aku harus pasrah dengan semua ini? Kalau saja waktu bisa diulur, rasanya aku tidak butuh liburan yang berakhir dengan pernikahan ku sendiri,” ucap Sekar di dalam hatinya dengan pasrah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD