Chapter 1

2130 Words
Lari. Satu kata yang terus terngiang-ngiang di kepala gadis cantik yang sedang menyusuri hutan saat ini. Tidak mempedulikan kakinya yang tergores karena bebatuan kecil dan juga semak-semak belukar yang sangat tajam. Gadis itu terus berlari tanpa menoleh sedikit pun. "BERHENTI!!!" teriak seorang lelaki dengan beberapa prajuritnya yang terus mengejar sang gadis. "Berhenti? Jangan bercanda! Aku tidak akan berhenti dan tertangkap oleh kalian," desis gadis itu sambil terus berlari. Beberapa kali pakaian mahalnya menyangkut di semak-semak, tetapi gadis itu terus berlari tidak menghiraukan jika bajunya kini berlubang. Setidaknya tubuh mulusnya tidak terlihat. Hingga gadis itu berhenti di depan sebuah jurang dengan aliran sungai yang cukup deras di bawah sana. "Xiao Rou!" teriak lelaki yang kini berhenti tidak jauh dari gadis itu. "Jika kau mendekat, maka aku akan melompat. Tidak peduli jika Dewa langsung mencabut nyawaku saat ini juga," ucap gadis itu sambil mundur mendekati jurang beberapa langkah. "Xiao Rou, kumohon kembalilah. Kita bicarakan semuanya baik-baik, jika–" "Tidak, Pangeran Xuan Tian. Saya tidak akan kembali," potong Xiao Rou sambil menatap tajam lelaki di hadapannya. Lelaki tampan itu menghembuskan napasnya berat. "Xiao Rou, jika kau tak ingin melakukannya, tak masalah," jelas lelaki bernama Xuan Tian itu. "Tidak masalah untukmu, tetapi tidak dengan Putra Mahkota, Pangeran," jawab Xiao Rou kembali memundurkan langkahnya hingga ke batas tebing. "Kita bisa membicarakannya, Xiao Rou," Xuan Tian mencoba menenangkan Xiao Rou. "Kita sudah membahasnya ratusan kali, tapi tetap saja Putra Mahkota akan tetap melakukannya. Tidak, saya tidak ingin melakukannya. Semua itu tidak benar, Pangeran Xuan Tian," ujar Xiao Rou sambil menitikkan airmata. "Xiao Rou, jangan menangis seperti itu kumohon." Xuan Tian melangkah maju untuk mendekap tubuh Xiao Rou, akan tetapi ... Kraaak Tubuh Xiao Rou melayang jatuh ke jurang, Xuan Tian yang melihat itu membelalakkan matanya. "Xiao Rou!" Xuan Tian mencoba menggapai tangan Xiao Rou akan tetapi gagal. Byuurrr Xuan Tian mengepalkan tangannya saat melihat tubuh gadis cantik itu menghantam permukaan sungai. Masih dalam diamnya karena shock, Xuan Tian akhirnya tersadar saat seorang Jendral menyentuh pundaknya. "Pangeran Xuan Tian, kita harus mencari Yang Mulia Putri secepatnya," ucap sang Jendral, Xuan Tian tersadar, lalu melihat sang Jendral dengan geram. "Cari sampai dapat, aku tidak menerima kabar buruk dari kalian. Mengerti!" titah sang Pangeran. "Baik, Yang Mulia." Sang Jendral pun bergegas mengumpulkan para prajurit untuk mencari gadis cantik itu. "Xiao Rou," ucap Xuan Tian lirih, menatap sendu ke bawah jurang di mana gadis cantik itu terjatuh. Sementara itu, tubuh Xiao Rou terombang ambing di aliran sungai yang deras itu, sesekali menabrak bebatuan membuat dirinya tidak sadarkan diri. Hingga akhirnya tubuh gadis itu tersangkut di pinggiran sungai. Untuk ukuran manusia biasa sudah pasti akan mati, tetapi gadis itu memiliki tubuh yang kuat hingga saat ini ia masih bertahan hidup meski napasnya terputus-putus. *** Seorang lelaki tampan terlihat sedang menikmati cahaya matahari yang tembus di pepohonan yang cukup rindang, di tengah hutan dan aliran sungai yang cukup besar di dekatnya. Lelaki itu terus melangkah dengan senyum manis menghiasi wajah tampannya. Hingga lelaki itu menatap ke arah burung-burung yang menghinggapi sesuatu. Lelaki itu menghampiri dan betapa terkejutnya saat ia melihat seseorang yang tidak sadarkan diri di pinggir sungai. "Dia ... seorang gadis?" gumam lelaki itu lalu memeriksa tubuh gadis cantik itu yang bernapas lemah. "Aku harus membawa dan merawatnya, atau gadis ini akan mati," ucapnya seraya mengangkat tubuh gadis itu dalam gendongannya. Lelaki itu kemudian berjalan kembali menyusuri ke dalam hutan, hingga ia sampai di sebuah gerbang yang cukup besar. Beberapa prajurit yang berjaga menunduk hormat saat lelaki itu sampai. "Yang Mulia Pangeran, selamat datang kembali," sapa salah seorang prajurit. "Cepat buka gerbangnya, gadis ini membutuhkan pertolongan," jawab lelaki itu dengan tenang, prajurit itu mengangguk cepat, lalu membukakan pintu gerbang besar tersebut. Lelaki itu pun bergegas melewati gerbang, terlihat istana besar dengan warna ruby di setiap pilarnya. Sepanjang perjalanan ke tempat tujuannya, banyak pelayan membungkuk hormat padanya. "Zhang An," panggil seseorang dengan suara lembut, lelaki tampan itu menoleh dan mendapati seorang lelaki berjalan dengan tenangnya menghampiri lelaki bernama Zhang An itu. "Chen Ryu, maaf. Aku harus bergegas atau gadis ini akan mati," jawab Zhang An sambil memperlihatkan seorang gadis dalam gendongannya. Chen Ryu membelalakan matanya. "Baiklah, cepat minta pada tabib untuk mengobatinya. Aku akan melaporkannya pada Yang Mulia Kaisar," ucapnya dan bergegas pergi. Zhang An kembali melangkahkan kedua kakinya, hingga berhenti di depan sebuah kamar rawat. "Li Jie," teriak Zhang An sambil merebahkan tubuh gadis cantik itu di atas ranjang untuk pasien. "Hamba, Yang Mulia Pangeran," jawab Li Jie sambil membungkuk hormat. Li Jie adalah seorang tabib istana berusia kepala 5, tetapi wajahnya masih saja tetap muda. Bahkan yang terlihat tua hanyalah sang Perdana Menteri, sangat memang tidaklah wajar tetapi inilah yang terjadi. "Cepat obati gadis ini," titah sang Pangeran, sang tabib mengangkat wajahnya takut jika ia salah dengar mengenai seorang gadis. "Ya-Yang Mulia, i-ini–" ucapan Li Jie terpotong kala tabib itu menatap tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Cepat lakukan sebelum gadis ini mati!" potong Zhang An tidak sabaran. "Ba-baik, Yang Mulia," jawab tabib itu lalu menghampiri gadis cantik yang terbaring itu. "Aku akan menunggu di luar," ucap Zhang An sambil berlalu, tabib itu hanya mengangguk, lalu mencoba memeriksa tubuh gadis cantik itu. Di luar ruangan Zhang An yang selalu memasang wajah hangatnya tiba-tiba menjadi dingin kala ia melihat seseorang yang amat ia benci. "Apa yang kau lakukan di sini, Xuen Zhi?" tanya Zhang An dengan tatapan menusuknya. "Hamba dengar ada seorang gadis yang Anda tolong, Yang Mulia Pangeran. Jadi, hamba datang untuk melihatnya," jawab lelaki bersurai perak kecokelatan itu sambil membungkuk hormat. "Untuk apa kau melihatnya, huh?!" hardik Zhang An yang sepertinya sudah hampir naik pitam. "Pangeran Zhang An, sudah kukatakan berkali-kali untuk bersikap sopan pada Perdana Menteri." Suara tegas, tetapi lembut itu membuat Zhang An tersentak. "Yang Mulia Kaisar." Zhang An menunduk hormat ke arah lelaki bersurai hitam dengan rahang kokohnya dengan wajah tampan terkesan menyeramkan itu. Sang Kaisar berhenti tepat di depan sang adik, lelaki berwajah tampan sedikit menyeramkan itu menatap Pangeran Zhang An dalam-dalam. Merasa diperhatikan Zhang An mengangkat wajahnya. "Bagaimana keadaan gadis itu?" tanya sang Kaisar. "Tabib masih memeriksanya, Yang Mulia," jawab Zhang An sambil tersenyum. "Apa benar dia seorang gadis?" tanya Perdana Menteri membuat Zhang An kembali meruntuhkan senyuman hangatnya. "Kau bisa memeriksanya sendiri," jawab Zhang An ketus, Xuen Zhi hanya terkekeh mendengar jawaban sang Pangeran. "Zhang An–" "Hamba mengerti, Yang Mulia," potong Zhang An saat sang Kaisar kembali mengingatkan. Sang Kaisar hanya menghembuskan napasnya lembut lalu menoleh ke arah Xuen Zhi. "Jadi, Xuen Zhi. Bagaimana menurutmu?" tanya sang Kaisar membuat Xuen Zhi menoleh dan tersenyum hangat. "Hamba belum bisa menyimpulkan apa pun tentang masalah ini, Yang Mulia. Tetapi, ada baiknya Anda mengizinkannya untuk tinggal di istana, agar hamba dapat mengawasinya," jawab Xuen Zhi. "Baiklah, kau bisa mengurus semuanya, bukan? Berikan sebuah kamar untuk tamu kita," jawab sang Kaisar sambil membalikkan tubuhnya untuk beranjak dari sana. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat lelaki tampan dengan penuh wibawa, tetapi berwajah lembut itu menatap sang Kaisar dengan tatapan datarnya. Sang Kaisar tersenyum sambil berjalan mendekat ke arah lelaki tampan berwajah lembut itu. "Zhuang Lie, apa yang kau lakukan di sini?" tanya sang Kaisar sambil merentangkan kedua tangannya. "Seperti biasa kau selalu tidak bersikap waspada, Feng Yan," jawab lelaki bernama Zhuang Lie. "Seperti biasa kau selalu waspada dan mencurigai semua orang, Zhuang Lie," balas Kaisar Feng Yan. "Seperti yang kau tahu, aku melakukan itu semua untuk kebaikanmu, Feng Yan." Zhuang Lie membalas kembali. Zhuang Lie, lelaki tampan berwajah lembut itu adalah kekasih Kaisar Feng Yang. Terlihat tidak lazim, tetapi inilah Kerajaan Xia Pi, di mana para lelaki menyukai sesama jenis. Zhuang Lie yang memiliki sikap tegas selalu bisa mengontrol kerajaan dengan baik dibandingkan dengan Kaisar Feng Yan. Meski wajah Kaisar Feng Yan terlihat sedikit menyeramkan karena rahangnya yang terlihat kokoh dan wajahnya terlihat begitu tegas, tetapi hatinya bahkan lebih lembut dari sebuah kain sutra. "Ahh, aku semakin mencintaimu, Zhuang Lie," jawab sang Kaisar sambil menggenggam kedua tangan kekasihnya itu. Lelaki bernama Zhuang Lie itu hanya menghembuskan napasnya kasar, seperti biasa ia akan luluh dengan perkataan manis yang keluar dari bibir sang Kaisar. Zhuang Lie mengalihkan pandangannya ke arah Zhang An. "Di mana kau menemukannya, Zhang An?" tanya Zhuang Lie sambil melepaskan genggaman tangan Kaisar Feng Yan. Zhang An menunduk hormat lalu menjawab, "Aku menemukannya di tepi sungai Dai Pi," jawab Zhang An, Zhuang Lie mengangguk mengerti. Para Pangeran memang tidak diharuskan menghormati kekasih sang Kaisar, karena Kaisar Feng Yan sendiri pun tidak menyukai tata krama yang terlihat membosankan itu. Tetapi, Zhuang Lie diberi kebebasan untuk memerintah siapa pun termasuk Kaisar Feng Yan itu sendiri. Dan beruntunglah Kaisar Feng Yan, Zhuang Lie tidak pernah berniat jahat sedikit pun pada dirinya. Karena kebaikan hati sang Kaisarlah yang membuat Zhuang Lie menjadi lelaki yang tegas untuk menggantikan Kaisar Feng Yan yang selalu tidak bisa mengambil sikap tegas. "Awasi gadis itu, aku serahkan gadis itu padamu, Zhang An," titah Zhuang Lie. "Baiklah," jawab Zhang An sambil tersenyum hangat pada kekasih kakaknya itu. "Dan kau, Xuen Zhi. Ada masalah di perbatasan sebelah barat, selesaikan secepat mungkin dan kau bisa mengawasi gadis itu bersama dengan Zhang An." Zhuang Lie kembali mentitahkan Xuen Zhi. "Baiklah, Yang Mulia," jawab Xuen Zhi patuh. Perdana Menteri itu pun melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Xuen Zhi mengerti dengan baik, mana yang bisa dibantah dan mana yang tidak bisa ia bantah. Zhuang Lie, lelaki yang sangat dihindari Xuen Zhi. Masalah besar dengan menentang kekasih sang Kaisar, karena Xuen Zhi mengetahuinya. Mengetahui, jika lelaki berwajah lembut itu sangatlah berbahaya. Karena itu, titah Zhuang Lie lebih mutlak daripada sang Kaisar itu sendiri. Meskipun ada satu orang yang selalu menentang Zhuang Lie, dan hanya lelaki itu yang bisa menentang Zhuang Lie. Tetapi sangat disayangkan, Xuen Zhi tidak dapat membuat lelaki yang bisa menentang Zhuang Lie itu berpihak padanya. Karena lelaki itu sendiri pun membenci Xuen Zhi. Setelah kepergian sang Perdana Menteri, tabib Li Jie membuka pintu ruang rawat itu dengan membelalakan matanya saat melihat sang Kaisar beserta kekasihnya. "Hormat hamba pada Yang Mulia Kaisar dan Yang Mulia Zhuang Lie," ucap sang tabib sambil membungkuk hormat. "Li Jie, bagaimana dengan keadaan gadis itu?" tanya Kaisar Feng Yan. "Beliau dalam keadaan buruk, Yang Mulia. Banyak luka lebam di seluruh tubuhnya, di kepalanya terlihat mengalami benturan keras. Gadis itu bisa saja tidak mengingat apa pun setelah ia sadarkan diri. Dilihat dari kondisinya, gadis itu sudah tidak sadarkan diri selama 3 hari. Tetapi, sepertinya para Dewa dan Dewi melindunginya hingga saat ini ia masih bertahan hidup," jelas Li Jie panjang lebar. "Baiklah, terus rawat gadis itu baik-baik. Ingatlah, seorang perempuan tidak boleh kau sentuh sembarangan. Hargai gadis itu dan hormatilah seperti kau menghormatiku," jawab Kaisar Feng Yan. "Tentu saja, Yang Mulia," jawab Li Jie sambil tersenyum. Tentu saja tabib itu akan melakukannya tanpa perintah dari sang Kaisar sekalipun, karena menurut para leluhur, seorang wanita haruslah dihargai dan dihormati layaknya kau menghormati seorang kaisar. "Jika gadis itu tidak kunjung sadar, mintalah bantuan Xiang Qing. Katakan saja jika aku yang memerintahkannya," tambah Zhuang Lie dengan nada tegasnya. "Baiklah, Yang Mulia Zhuang Lie," jawab tabib itu lagi. "Dan sekarang lebih baik kau kembali ke ruang kerjamu, Kaisar Feng Yan," ujar Zhuang Lie sambil menatap tajam kekasihnya. "Baiklah, aku akan kembali. Jangan menatapku seperti itu," jawab sang Kaisar sambil berlalu di ikuti Zhuang Lie. "Aku akan meminta pelayan menyiapkan kamar untuk gadis itu. Dan kau bawalah gadis itu ke ruangannya jika telah siap," ucap Zhang An pada sang tabib. "Baiklah, Yang Mulia Pangeran," jawab tabib itu seraya menunduk hormat. Zhang An membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya menuju istana dalam. Arsitektur istana dalam berwarna kuning kecoklatan, dengan bentuk khas. Tiang- tiang penyangga istana berwarna merah tua, dengan ornamen berwarna kuning yang melekat pada pilar. Tangga-tangga kecil yang dibangun di sekitar istana berwarna abu-abu, karena dibangun menggunakan batu yang ditata. Dinding-dinding terdapat ukiran naga dengan batu ruby yang menghiasinya dan emas yang mewarnai bagian tubuh naga. Keseluruhan istana kerajaan memiliki kurang lebih 3000 bangunan, termasuk pavilliun, menara, jembatan, dan koridor. Istana Kerajaan Xia Pi memiliki dua istana berbeda, yakni istana dalam dan istana luar. Istana dalam adalah tempat di mana para kediaman sang Kaisar, Pangeran dan para kekasihnya. Sedangkan Istana luar adalah tempat singgasana Kaisar, pengadilan luar dan dalam beserta kediaman para petinggi kerajaan termasuk Perdana Menteri. "Chen Ryu," panggil Zhang An yang melihat kekasihnya tengah duduk di teras paviliun. "Bagaimana dengan keadaan gadis itu?" tanya Chen Ryu saat Zhang An ikut duduk di sebelahnya. "Tabib mengatakan jika keadaannya sangatlah buruk, mungkin ia akan sadar beberapa hari atau beberapa minggu," jawab Zhang An mendongakkan wajahnya menatap langit. "Zhang An, apa gadis itu malaikat yang ada dalam ramalan para leluhur?" tanya Chen Ryu, Zhang terdiam dan tampak sedikit berpikir. "Mungkin, karena itu kita harus menghormati layaknya menghormati Kaisar," jawab Zhang An pada akhirnya setelah terdiam beberapa saat. "Jika memang benar, apa yang akan kau lakukan?" tanya Chen Ryu. "Melindunginya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD