“Kenapa gue nggak pernah nanya, sih,” gumamnya pelan sambil mengetuk meja. Bening menatap layar komputernya yang menyala tapi pikirannya kosong dan tidak fokus kepada tampilan pekerjaannya itu. Ia baru saja kembali dari ruang arsip, dan memaksakan diri bekerja lagi meski pikirannya tidak benar-benar ada di tempat itu. Sejak pagi, kepalanya terasa pusing. Terlalu banyak hal yang berputar di kepalanya sejak percakapan dengan Banyu. Fakta kalau ayah mertuanya masih hidup saja sudah cukup membuatnya kehilangan arah. Selama ini ia sibuk mengkritik Banyu karena menutupi banyak hal, tapi ternyata ia sendiri tidak pernah berusaha mengenalnya lebih dalam. Ia hanya tahu Banyu lewat perdebatan, lewat amarah, bukan lewat diamnya. Mungkin justru di situlah semuanya berawal. Pikiran itu belum sempa

