SATU

784 Words
Selamat Membaca! Untuk vote dan commentnya silahkan ditinggalkan disini❤ "Menyaksikanmu larut dalam kebahagiaan karena aku, membuatku sangat-sangat bahagia." - Prìncipe Frìo - [Azel pov]       BUKAN masalah berapa lama kamu berpacaran dengan seseorang tapi bagaimana seberapa besarnya pengorbanan kamu untuk bertahan dalam sebuah kesetiaan. Ada sebuah kata mengatakan "Kamu akan menemukan kebahagiaan dari sebuah harapanmu ketika kamu sudah mengorbankan sesuatu yang berharga dari hidupmu. Memang sulit tapi balasannya sangat luar biasa." Dan sampai sekarang aku merasakannya. Dulu aku harus berjuang mati-matian, banyak pengorbanan dan luka yang muncul hingga aku lupa seberapa hancurnya aku dulu. Aku masih ingat dimana setiap hari aku hanya menangis dan berdoa pada Tuhan jika aku ingin mati saat itu juga. Tapi ternyata Tuhan punya cara sendiri, Tuhan masih menyayangiku. Buktinya sekarang aku masih duduk berhadapan dengannya. Dia. Devan Marcello Adinata. Tunanganku. "Kenapa hm?" Devan menatapku dengan lembut, ya seperti tatapan hangat dari laki-laki untuk perempuan kesayangannya. Aku tersenyum hangat, "Besok kita berangkat kan? Barang-barang kamu udah siap semua?" Aku tau Devan itu manusia pelupa seantoro. "Lah emang iya? Kok aku lupa?" Aku bilang juga apa, dia itu mulai pelupa sekarang. Dari hal kecil saja harus diingatkan terlebih dahulu. Devan semenjak kami tunangan mulai berubah menjadi manja dan haus akan perhatian. Dan untungnya cuman sama aku. Aku memutar bola mata jengah, "Kebiasaan? Yaudah aku berangkat sendiri aja besok." "Jangan! Iya abis ini kita ke rumah aku buat packing. Temenin ya." Rayunya dengan handal. Laki-laki ini tampangnya saja memukau dan boyfriend material, nyatanya dia sangat manja dan menggemaskan. Tapi akan sangat menyebalkan jika jiwa posessif nya keluar. "Ga mau, packing sendiri lah." Aku meminum kembali minumanku, "Ga bisa lah, kamu harus bantu aku!" See, dia itu juga pemaksa. [Author pov]      Devan dan Azel baru saja sampai di rumah kediaman keluarga Adinata. Hari ini mereka rencananya akan packing untuk Devan karena besok mereka berdua akan melakukan penerbangan ke Korea Selatan. Mereka akan melanjutkan kuliah bersama disana, sebenarnya Devan memilih ingin melanjutkan ke Milan apalagi dia sudah mendapatkan brosur beasiswa disana tapi sayangnya Azel sudah terlebih dahulu diterima di salah satu Universitas di Negeri Ginseng itu. "Eh ada Azel, sini sayang!" Bella tersenyum menatap tunangan Devan itu, ya mereka baru saja melangsungkan pertunangan minggu lalu karena Devan tidak ingin Azel pergi lagi dari dirinya. "Kenzo mana, bun?" Azel menghampiri wanita muda itu. "Ada diatas sama babysister nya, kenapa? Kangen sama Kenzo? Mau main?" "Ga bun, dia mau bantu aku packing. Besok kan kami berangkat." Ucap Devan datar. "Kamu baru packing?! Ya Allah Devan, bunda kan udah bilang siapin jauh-jauh hari. Emang ya ni anak." Omel Bella melihat putra pertamanya itu. Devan menghembuskan nafasnya kasar, "Iya maaf, aku lupa bun." Bella hanya tersenyum lembut melihat anaknya itu, "Yaudah sana packing buruan. Jangan ada yang ketinggalan." Devan mengangguk dan menarik Azel pergi darisana, "Azel pamit keatas dulu bun!" Teriaknya karena Devan yang membawanya dengan cepat. Bella menggeleng pelan sambil tersenyum, "Possesif nya ga pernah ilang." Devan membawa Azel masuk ke dalam kamarnya, Azel sendiri hanya menatap jengah pakaian yang berserakan dan beberapa barang yang ditaruh di dekat koper besar berwarna hitam. "Ini kenapa pada berantakan? Ga ada waktu buat nyusun gitu?" Tanya Azel sambil memungut sampah yang berserakan. "Lupa." Cengir Devan polos. Azel dengan telaten membereskan kamar Devan yang berantakan lalu mulai menyusun pakaian Devan ke dalam koper milik laki-laki itu. Dan Devan dengan senang hati menganggu gadis itu. "Devan jangan iseng ah!" Devan terkekeh lalu mencolek leher gadis itu lagi, "Apasih yang?" "Jangan ganggu akunya, kalo ga kamu beresin sendiri!" Ucap Azel kesal. Devan diam dan tak berani mengganggu lagi, jika Azel sudah mengancamnya seperti itu berarti Azel sudah sangat kesal kepadanya. "Oh iya, paspor kamu udah siap?" Tanya Devan menatap Azel dari samping. "Udah, kamu?" "Udah sih, aku belum liat apartement yang dibeli sama Dad kamu?" Devan mengusap rambut gadis itu dengan pelan. "Aku juga belum, kemaren cuman dikasih tau kalo apartementnya udah siap, tinggal kita aja yang tinggal disana." Azel memasukkan barang-barang yang diperlukan Devan ke dalam kopernya. Mereka akan tinggal satu apartement, bukan tanpa alasan. Devan tidak mau sesuatu terjadi jika Azel memakai apartement sendiri. Meski saat itu permintaan Devan sempat ditolak karena takut mereka melakukan hal aneh tapi akhirnya mereka luluh. Dan mempercayakan semuanya kepada Devan, Devan sendiri dengan frontalnya berbicara bahwa dia paling hanya sekadar memeluk Azel saat tidur itu saja. "Coba cek lagi, kali aja ada yang ga ketaruh disini, biar aku bisa susun lagi." Ucap Azel menatap Devan. "Ga kok ini udah semua, makasih sayang." Devan tersenyum menatap tunangannya itu. Devan bahagia bisa memiliki perempuan itu lagi, bukan hal yang mudah untuk mendapatkan gadis itu. Tapi sekarang Devan janji akan menjaga Azel sepenuh hatinya. Dia tidak akan membiarkan Azel terluka kembali karena itu sama saja menyakiti dirinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD