Eps 1
Spin of n****+ -NEMU PACAR-
baca sana dulu deh ya.
*
*
“Aku, Andra Glortyan , membawa anda, Yocel Bulan Elmya, untuk menjadi istri saya. Saya berjanji untuk mencintai dan menghormati Anda sejak hari ini, untuk lebih baik, lebih buruk, untuk kaya, untuk miskin, sakit dan kesehatan semua kehidupan hari-hari kita, sampai kematian memisahkan kita.” Kata janji yang Andra ucapkan dengan sangat lantang.
Bulan tersenyum menatap Andra. “Saya, Yocel Bulan Elmya, mambawa anda, Andra Glortyan, untuk menjadi suami saya. Saya berjanji untuk mencintai dan menghormati Anda sejak hari ini, untuk lebih baik, lebih buruk, untuk kaya, untuk miskin, sakit dan kesehatan semua kehidupan hari-hari kita, sampai kematian memisahkan kita.” Jawab Bulan dengan tanpa keraguan sedikitpun.
Setelah janji suci terucap, kembali tepuk tangan para hadirin menghiasi hari bahagia kedua mempelai. Terlebih melihat Andra yang mendaratkan ciuman di kening Bulan dengan sangat mesra.
**
Pukul sebelas malam, para tamu undangan sudah tak ada lagi. Bersisa beberapa pegawai catering dan tim WO saja.
Party.
Sebenarnya Andra tak menginginkannya. Namun demi rasa hormatnya pada Bobby yang membiayai semua pernikahannya, ia hanya bisa mengindahkan tanpa membantah, apapun keputusan Bobby.
Menolak untuk tak menikahi Bulan, itu tak akan bisa. Terlebih bunda Yessi yang kini telah tiada, memberi kepercayaan penuh padanya untuk menjaga, melindungi dan mendampingi Bulan sampai akhir hayat. Menolak keinginan orang sekarat? Gila aja!
Andra masuk ke kamar pengantin. Di mana diatas kasur king size berseprai putih itu ada banyak taburan bunga mawar. Kamar hotel yang tentu sudah dipesankan oleh Vasco—adiknya, tentu tak akan main-main kemewahannya.
Andra mendudukkan p****t ditepi ranjang, melepas jas serta dasi yang terasa menyiksa sejak sore tadi. Samar terdengar gemercik air dari kamar mandi, bisa dipastikan Bulan ada disana sedang membersihkan diri.
Membuka tas kecil miliknya, mengambil ponsel yang hampir seharian tak tersentuh. Menjatuhkan tubuhnya kasar diatas ranjang, menyingkirkan bunga yang menutupi mata untuk menatap layar ponselnya.
Mata menyipit saat menatap notifikasi bar yang menginformasikan ada beberapa pesan dari nomor bernama ‘Nada’.
[selamat untuk pernikahanmu.]
[kalian ... sangat serasi]
[semoga malam pertama menyenangkan]
[bisa cepat dapat momongan]
Andra menelan ludah yang tercekat, mengerjap beberapa kali untuk menetralisir perasaannya. Nanda, wanita yang sudah pernah tidur dengannya dengan embel-embel one night stand itu, ternyata juga hadir dipernikahannya. Andra merem, mengingat semua tamu yang berjabatan tangan dengannya, tapi ... tak ada Nanda disana.
Ah, mungkin saja dia enggan naik kepanggung, karna ... sakit hati.
Bukankah dia menolak untuk ku tiduri lagi? Walau kenyataannya, malam itu ... adalah untuk pertama kalinya dia tidur dengan seorang pria. Dengan embel-embel ingin membuktikan jika dia wanita normal. Aneh bukan?
Andra memijat pelipis, kini kepala terasa berdenyut. Malam panas saat dia bersama Nanda kala itu kembali terlintas. Tak mungkin ia akan melupakan itu, karna itu juga untuk pertama kalinya dia meniduri seorang perawan.
“Kak,”
Terlonjak saat ada yang menepuk kaki disertai panggilan. Segera bangun, duduk menatap Bulan yang berdiri didepannya dengan baju tidur berbahan satin. Wangi sabun dari tubuhnya yang tentu bercampur dengan aroma terapi memang sangat enak. Tapi ... semua tak membuatnya merasa tertarik.
“Maaf, aku ... sedikit pusing.” Ucapnya mengalihkan pandangan.
“Kakak sakit?” tanya Bulan dengan begitu perhatian.
Andra menggeleng, berdiri, melepas sepatu yang sejak tadi masih ada dikaki. “Cuma capek aja. Aku mandi dulu.”
Tak perlu jawaban dari Bulan, dia sudah menutup pintu kamar mandi. Di dalam kamar mandi, bayangan wajah penuh kecewa Nanda memenuhi otak. Dia memang tak ada hubungan apapun dengan Nanda, tapi ... sejak pertemuan terakhirnya sebulan lalu ... ciuman mesra yang dengan paksa Andra lakukan. Semua membuatnya makin terbayang.
Lima belas menit, Andra keluar, hanya dengan handuk yang melilit pinggang kebawah. Terlihat Bulan yang menatapnya dengan tak kedip. Tapi Andra sama sekali tak mempedulikan itu. dia mengambil baju ganti dan membawanya kembali masuk ke kamar mandi.
Keluar dengan kaos lengan pendek dan celana pendek santai, tangannya sibuk mengusap rambut basah. Menatap Bulan yang memang belum tidur, mungkin, sengaja menunggunya. Bukankah ini memang malam pertama mereka?
“Kamu ... tidurlah dulu. Aku mau keluar sebentar.”
Tak pedulikan wajah Bulan yang terlihat ingin kembali menanyakan sesuatu. Andra meraih ponsel yang tergeletak diatas kasur, mengambil jaket dari tas kecilnya, tak lupa dompet. Setelahnya, ia berjalan keluar dari kamar.
Tepat saat di basemen, ia berpapasan dengan Sherina yang baru saja menutup pintu mobil. Wanita bergelar kakak itu sedikit terkejut melihat Andra yang rapi dan ingin keluar.
“Ndra, kamu ... mau kemana?” tanyanya, menelisih penampilan Andra dari atas sampai bawah.
“Keluar bentar, nyari obat.” Jawabnya cuek, seperti biasanya. “Lo kenapa belom bobok?”
“Ini,” menunjukkan bantal berbentuk mobil yang Andra belikan untuk anaknya. “Zuco nggak bisa bobok kalau nggak kelonin barang favoritnya.”
Andra hanya tersenyum. “Ciumin pipinya ya, kangen, seharian nggak gendong.”
Sherina juga tersenyum. “Jan lama-lama, kasihan Bulan. Pasti nungguin kamu.”
Tak menjawab, hanya menengadah, meminta kunci mobil. Tentu meminjam mobil Vasco, karna ia tak membawa kendaraan.
Sherina hanya menggeleng, tak pedulikan Andra lagi, dia segera kembali masuk ke hotel.
**
Mobil hitam milik Vasco yang dikendarai Andra berhenti tepat digedung apartemen yang memang tak terlalu mewah. Tapi ... vasilitasnya tak perlu diragukan.
Segera ia turun, melangkah cepat menuju lantai tujuh, dimana orang yang ia cari tinggal dikamar lantai tujuh. Berdiri tepat didepan kamar nomor 11A, tanpa menunggu, ia memencet bel.
Tak menunggu lama, pintu terbuka, menampilkan seorang wanita dengan penampilan yang lumayan berantakan. Kedua mata sembab, rambut singa serta hidung memerah. Tak perlu ditanyakan, sudah pasti wanita ini menangis seharian.
“Ka—kamu ken—“
Tak bisa meneruskan kata-katanya, Andra mendorongnya masuk, dan dengan cepat menutup pintu apartemen. Menarik lengan Nanda, memepetnya kedinding. Mata keduanya beradu untuk beberapa menit. Hingga mata wanita cantik itu mengembun, lalu menunduk, menyembunyikan tangisnya.
Andra masih diam, mengamati wajah Nanda yang terlihat patah hati. Beberapa menit berlalu, tak ada kata yang terucap, hanya isakan kecil dari Nanda saja.
Tangan Andra terulur, menyentuh dagu Nanda, memaksa wanita itu untuk menatap matanya. Tak mau menatap, Nanda kembali memalingkan muka.
“Ngapain kamu kesini?” tanyanya ketus.
Diam, tak menjawab pertanyaan itu. Hanya tetap menatap wanita yang ternyata sangat munafik.
Kembali lelehan air asin itu membasahi pipi putih Nanda, lalu dengan cepat diusap kasar. Memukul dadaa Andra cukup kencang. “Kamu jahat!”
Andra menghela nafas. “Kamu munafik. Kenapa waktu itu nggak jujur kalau sayang? Kenapa biarin aku pergi?”
Kembali Nanda terisak, menutup mulut agar tak terlalu keras mengeluarkan isakan.
Andra menarik lengan Nanda, mengajaknya duduk disofa ruang tamu. Duduk mepet tanpa ada jarak sedikitpun. Andra mengusap pipi Nanda yang benar-benar basah. Menyingkirkan rambut yang mencuat itu kebelakang telinga.
“Berapa lama nangisnya? Sampai mata gendut gitu.”
Kembali mengusap mata, menunduk. “Kamu kenapa kesini? Istrimu ... pasti nyariin kamu.”
“Biarin.” Ucapnya cuek, singkat dan ... santai.
Nanda menatap lelaki yang mampu membuatnya kepikiran setengah mati. Pengen banget peluk, tapi hanya bisa meremas ujung dressnya saja.
“Harusnya kan ... ini malam pertama kalian. Ini ... ini udah jam dua belas malam. Kamu malah ada disini.” ucapnya sambil menatap jam yang ada didinding.
Andra melingkarkan tangan ke pinggang Nanda, membuat mereka makin mepet dengan tanpa jarak. Mendekatkan wajahnya kewajah Nanda, nafas keduanya beradu, terasa sangat hangat dan saling menyapa.
Andra miring, menempelkan bibirnya tepat di bibir Nanda.
“Nan, aku cinta sama kamu.” Bisiknya, sebelum akhirnya kembali mendaratkan kecupan dibibir wanita itu.
“Aku juga cinta, Ndra. Aku ... aku nggak bisa lihat kamu sama Bulan.” Akhirnya dia jujur.
Andra tersenyum. “Hanya status, karna hatiku ada di-kamu. Mari ... kita lakukan malam ... kedua kita.”