REASON #3

1463 Words
〰〰 Percuma aku mengubur semua kenangan tentangmu. Nyatanya kau kembali hadir dan membuatku menggali semua kenangan itu. 〰〰 Ali membaringkan tubuh mungil itu ke atas tempat tidur queen size rumah Cindy. Lalu menarik selimut dan membungkus tubuh Sisi. "Aku ambilin minyak kayu putih dulu!" pamit Cindy dan hanya diangguki oleh Ali. Sepeninggal Cindy, Ali memilih duduk di tepi tempat tidur itu. Sepasang matanya menatap lekat wajah Sisi. Pahatan yang begitu sempurna namun penuh luka. Kening Sisi mengernyit sebelum kelopak mata itu terbuka dan menampilkan sepasang mata hazel yang begitu memancarkan kesedihan. Bolamata hitam legam itu beradu dengan bolamata hazel milik Sisi. Ax! Kedua mata Sisi kembali berkaca-kaca dan mengalir juga buliran bening itu. Sisi mencoba bangun dan duduk bersandar di kepala ranjang. "Gue ada dimana ini?" tanya Sisi sambil mengedarkan pandangannya. Laki-laki di depannya ini tak langsung menjawab tapi ia beranjak dari duduknya dan berdiri di sebelah tempat tidur Sisi. "Ini rumah Cindy. Aku akan memanggilnya!" terang Ali. Sisi hanya diam dan membiarkan langkah Ali melenggang meninggalkan kamar. Punggung itu semakin menjauh dan menghilang di balik pintu kamar. Tangis Sisi pecah. Ia menekuk kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya di antara lipatan lengannya. Laki-laki yang sudah menghilang setahun yang lalu kini hadir kembali dalam hidupnya. Tapi yang membuat Sisi sakit, laki-laki itu tidak mengenalnya. Padahal Sisi yakin, dia adalah Axel. Cinta pertamanya. 〰〰 Sisi tampak membagikan undangan pernikahan Cindy dan Ali kepada rekan kerjanya. Banyak kasak-kusuk yang didengar Sisi. Mereka membicarakan umur Cindy yang sudah matang tapi baru menemukan pendamping hidupnya. "Eh, eh. Kalian ini pagi-pagi udah ngegosip aja. Udah ah, kerja lagi!" seru Rita melerai beberapa teman-temannya yang sedang bergosip ria membicarakan atasan mereka. "Calon suaminya cakep ya. Keliatan lebih muda dari Bu Cindy!" seru Elina, gadis berkulit sawo matang itu memperhatikan foto Cindy dan Ali yang berada di sampul depan. "Bu Cindy pinter banget deh nyari brondong!" timpal Siska, rekan kerja yang lain. "Nemu dimana ya manusia kayak ginian?" "Hush. Kalian ini!" lerai Rita lagi. "Nanti kalo Bu Cindy denger bisa di pecat kalian. Udah ah, yuk balik kerja!" Elina dan Siska mengangguk setuju dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Sementara Rita memilih menghampiri Sisi yang sedang sibuk membuatkan minuman dari pesanan pelanggan yang datang. "Lo nggak apa-apa, Si?" tanya Rita pelan. Disentuhnya bahu Sisi, membuat gadis itu sedikit terlonjak kaget. Sisi lantas menggeleng pelan di iringi senyuman getir tercetak dari bibir tipisnya. Memorinya berputar pada kejadian kemarin, saat Ali menggendong tubuhnya. Sisi bisa merasakan dekapan hangat tubuh Ali. Kuatnya sepasang tangan itu menopang berat tubuhnya, Sisi bisa merasakan itu semua. Tapi saat itu tubuhnya terasa lemas. Andai saja bisa, ia ingin sekali memeluk laki-laki itu. Airmata Sisi merembes keluar, menitik dan mendarat di punggung tangannya. Sebuah usapan lembut dari Rita membangunkan lamunan Sisi. Kepala Sisi menoleh kesamping dan mendapati Rita sedang tersenyum kearahnya sambil menggeleng pelan. "Gue nggak pernah tau rupa Axel kayak gimana, gue cuman bisa berdoa yang terbaik buat lo. Intinya, Tuhan pasti punya alasan atas semua kejadian ini. Kehilangan Axel dan datangnya seorang cowok yang mirip sama Axel." Sisi mengangguk setuju, ia menyeka kedua pipinya dan merangkul Rita sebentar. "Thanks, ya Rit. Lo emang sahabat terbaik gue!" Rita membalasnya dengan menganggukan kepalanya. "Udah sana anterin pesenan itu!" Yang bisa Rita lakukan hanyalah berdoa dan memberi Sisi support. Karena di sisi lain ada hati yang akan tersakiti jika Sisi memaksakan keinginan hatinya. 〰〰 Tepat jam 5 sore jam kerja Sisi sudah habis. Hari ini ia mendapatkan shift pagi. Setelah mengambil tas di dalam loker, Sisi pamitan pada beberapa rekan kerja lainnya. "Rit, gue duluan ya!" pamit Sisi sambil melambaikan tangannya pada Rita. "Yoi, ati-ati Si!" balas Rita. Sisi melemparkan senyum kecilnya dan melangkah keluar toko. Begitu pintu kaca itu terbuka, Sisi terperanjat dengan sosok familiar yang sedang duduk di atas kap mobil hitam yang terparkir manis di depan toko. Lidah Sisi kelu, tubuhnya bergetar dan jantungnya memompa darah dengan begitu cepatnya. Ax! panggil Sisi dalam hati. Seolah mendengar suara hati Sisi, laki-laki itu menoleh dan tersenyum tipis ke arah Sisi. Ali sendiri tak menyangka akan bertemu lagi dengan gadis itu. Ia sendiri heran, tak biasanya ia bersikap ramah pada orang asing tapi saat melihat tatapan mata hazel itu, ia luluh seketika. "Jemput Bu Cindy?" tanya Sisi pelan. Ali hanya mengangguk. Dalam hati, Sisi merutuki kebodohannya. Jelas saja laki-laki itu menjemput Cindy, diakan calon suaminya. "Sudah waktunya pulang?" tanya Ali balik. Sisi tersenyum dan mengangguk kaku. Obrolan canggung itu hanya sementara karena kedatangan Cindy. Laki-laki berhodie hitam itu segera meloncat turun saat melihat Cindy datang dan menghampiri wanita dewasa itu. "Eh, udah lama ya nunggunya?" tanya Cindy. Ali hanya menggeleng pelan. "Kamu pulang, Si?" "Iya, Bu!" "Bareng aja yuk. Rumah kita kan searah!" Pandangan Sisi melirik kearah Ali dan entah kebetulan atau tidak, mata hitam legam itu juga tampak melirik kearah Sisi. "Terimakasih, Bu. Tapi saya udah dijemput!" "Oooh, yang sering nelponin kamu itu kan?" tebak Cindy. Sisi hanya menjawabnya dengan cengiran. "Ya udah kalo gitu saya duluan ya. Ada urusan penting!" "Iya, Bu. Hati-hati!" Cindy dan Ali masuk ke dalam mobil. Saat itu juga Sisi langsung membuang nafas kasar. Rasanya dadanya terus berdebar. Setelah kepergian Ali, mobil Alexpun datang. Begitu mobil Alex berhenti, Sisi langsung masuk ke dalam. "Kak, ikutin mobil di depan itu!" seru Sisi. Alex menoleh dan menatap bingung kearah Sisi. "Emangnya kenapa, Si?" "Udah, Kak. Cepetan. Nanti aja aku jelasin!" Wajah panik Sisi membuat Alex mau tak mau mengikuti mobil hitam di depannya. Alex tak tau apa yang terjadi sebenarnya tapi sepertinya penting untuk Sisi. 〰〰 Hampir setengah jam lebih mobil Alex mengikuti mobil Ali. Harapan Sisi, ia ingin tau dimana rumah Ali. Mungkin dari situ akan ada informasi mengenai Ali. Tapi harapan Sisi tidak terealisasi. Mobil hitam itu malah membelokkan setir kemudinya dan masuk ke area Rumah Sakit. Alex menepikan mobilnya dan minta pendapat Sisi. "Apa kita terus ikutin mobil itu?" tanya Alex bingung. Sisi mengangguk cepat tanpa suara. Alex kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang lalu mengambil parkir tak jauh dari mobil hitam di depannya. Kedua mata Sisi mengamati gerak-gerik dua manusia itu. Alex sama sekali tak mengetahui siapa sebenarnya dua orang itu. "Kakak tunggu disini ya, aku mau kesana bentar!" "Tunggu, Si---" tapi Sisi sudah terlanjur melesat keluar. Alex hanya bisa pasrah dan mengikuti instruksi Sisi. Sisi melangkah cepat mengikuti dua sosok yang kini sedang berjalan di koridor Rumah Sakit. Mau kemana mereka? gumam Sisi dalam hati. Langkah mereka terhenti di salah satu ruangan dengan pintu bertuliskan Poli THT. Dan kecurigaan Sisi semakin bertambah. Tak menunggu waktu lama, Sisi mengendap dan mendekat kearah daun pintu berwarna putih itu. Ia mendorong pelan pintu itu dan melihat Cindy dan Ali duduk berdampingan. Di depannya ada seorang Dokter spesialis. "Selamat sore. Bagaimana keadaan Anda Tuan Ali?" tanya Dokter itu dengan nada ramahnya. "Sedikit membaik, Dok!" jawab Ali singkat. Dokter itu menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Anda harus bersabar, masa pemulihan pasca operasi memanglah lama. Oh iya, saya dengar kalian berdua akan segera menikah. Apa benar?" Ali hanya mengangguk sementara Cindy yang menjawab. "Benar, Dok. Tepatnya dua minggu lagi!" "Alhamdulillah. Semoga lancar ya acaranya!" "Makasih, Dok!" sahut Cindy. "Baiklah. Saya periksa dulu keadaan Tuan Ali!" Tangan Ali bergerak membuka hodie yang menutupi kepalanya lalu melipat kerah sweaternya yang menutupi area lehernya. Hal ini membuat Sisi berdebar. Dan saat penutup leher Ali terbuka, mata dan mulut Sisi terbuka lebar secara bersamaan. Leher Ali terlihat berlubang. Sisi sudah tak bisa lagi menahan airmatanya. Axelnya kembali. Axelnya tidak pergi. "Ax," panggil Sisi lirih. Hatinya mengatakan jika dia adalah Axel dan ternyata Tuhan memberinya petunjuk. Ingin sekali Sisi menubruk tubuh tegap itu tapi saat pandangan matanya menatap wajah Cindy yang tampak berbinar, Sisi menahan hasratnya. Bagaimanapun juga, Cindy adalah orang yang berhati baik. Sudah mau menolongnya dan memberinya pekerjaan. Tak mungkin Sisi bisa merusak kebahagiaan wanita itu. Sisi perlahan menjauh dari pintu dan melangkah mundur. Tapi baru beberapa langkah saja tubuhnya sudah limbung. "SISI!!!" teriak Alex yang berhasil menangkap tubuh Sisi. Untung saja Alex mengikuti gadis itu. "Si, bangun!" Alex mencoba membangunkan Sisi yang pingsan dalam dekapannya. Merasa tak ada pergerakan dari Sisi, Alex menggendong Sisi keluar dari Rumah Sakit. Alex merasa ada yang terjadi dengan gadis yang ia cintainya. Meletakkan tubuh mungil itu di jok penumpang, Alex berlari cepat masuk ke mobil dan duduk di jok kemudi. Lagi dan lagi Alex mencoba membangunkan gadis itu. "Si! Sisi!" Alex menepuk-nepuk pelan pipi chubby Sisi. Sisi hanya mengerutkan keningnya dan meracau tidak jelas. "Pulang, Ax. Pulang!" racau Sisi. "Si, bangun, Si!!" panggil Alex lagi. Tapi mata Sisi masih terpejam rapat dengan kening mengkerut. "Akulah rumah itu, Ax. Pulanglah. Aku kangen!" Alex hanya terdiam mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Sisi. Ternyata sampai sekarang Sisi belum bisa melupakan Axel dan ia tau, sampai kapanpun ia tak akan bisa menggantikan posisi Axel di dalam hatinya. 〰〰 Surabaya, 13 Januari 2020 ayastoria
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD