Nadia benar-benar stress karena harus menghadapi Akiyama Tenzo setiap hari. Pemuda itu benar-benar tidak main-main dengan perkataannya. Ia serius mengatakan bahwa dirinya hendak menaklukkan Nadia, karena dengan begitu Ochi bisa mengalahkan Bratva. Nadia tidak terlalu serius menanggapi ancaman itu. Akiyama Tenzo berada jauh di bawah level Akiyama Toshiro. Setidaknya, Nadia masih tahan menghadapinya daripada menghadapi Akiyama Toshiro sendiri.
Nadia menghela napas. Lima dari dua puluh peluru yang ia tembakkan meleset dari target. Jumlah yang cukup banyak untuk seorang Nadia meleset dari target. Slava sampai bertanya apakah Nadia sakit karena membuat lima peluru meleset dari target di depannya. Nadia menyadari hal itu. Pikirannya terbagi antara berlatih menembak dengan memikirkan cara bagaimana untuk membuat Akiyama Tenzo menjauh dari dirinya.
"Ada apa Nona Nadia?"
Slava mendekat ke arah Nadia dan memintanya untuk berhenti berlatih. Dua orang pelayan Bratva datang membawa minuman dan beberapa camilan. Nadia segera melemparkan dirinya ke atas sofa panjang di dekat tempat latihan menembak sembari menyeka keringatnya.
Nadia menggeleng. "Aku baik-baik saja."
Slava menghela napas. "Nona Nadia yang baik-baik saja tidak mungkin membiarkan lima peluru meleset begitu saja."
Nadia melempar handuk kecil di lehernya kepada Slava. "Peformaku memang tidak sebaik biasanya, tetapi tenang saja, aku masih jago menembak kok." Seru Nadia.
Slava tidak membantah apapun yang dikatakan Nadia. Gadis itu tampak seperti sedang bermasalah sehingga Slava menahan diri untuk tidak menggodanya. Slava juga tahu bahwa Nadia cukup mahir untuk menembak, lagipula ia sudah berlatih sejak masih kecil. Hanya di saat-saat tertentu saja peformanya menurun kemudian menjadikannya tampak seperti seseorang yang baru belajar menembak. Sangat jarang Slava melihatnya sehingga ia selalu bertanya-tanya setiap kali Nadia masuk dalam mode 'bermasalah' itu.
"Baiklah, kalau begitu kita istirahat terlebih dahulu."
Nadia mengangguk dan segera meminum air yang disediakan untuknya. Pandangan matanya tidak fokus sama sekali. Ia bahkan beberapa kali tidak sengaja mengabaikan Slava yang sedang memberi pengarahan untuk latihannya.
Slava menghela napas. "Nona Nadia, saya rasa sudah cukup untuk hari ini."
"Eh, kenapa? Kau marah karena aku tidak sengaja mengabaikanmu? Maafkan aku, aku hanya sedang terpikirkan sesuatu. Ayo, jelaskan lagi, aku akan mendengarkan dengan baik."
Slava menggeleng. "Berlatih senjata bukan sekadar memperhatikan dan tidak, tetapi Nona Nadia harus benar-benar fokus. Apa yang anda pegang adalah senjata, yang mana itu berbahaya. Benda itu bisa anda gunakan untuk melindungi orang-orang yang anda sayangi, atau tak terkendali dan melukai banyak orang. Saya tidak menyalahkan Nona Nadia yang tidak fokus, mungkin benar jika anda sedang memiliki masalah. Karena itulah, kita sudahi latihan hari ini dan Nona Nadia bisa menyelesaikan masalah anda terlebih dahulu. "
Slava menghela napas panjang sebelum meninggalkan Nadia. Slava sangat disiplin dengan apapun latihan yang diberikan olehnya. Pria itu mungkin satu-satunya orang di markas Bratva yang tidak segan meninggikan suaranya kepada Nadia bahkan kepada Nikolai sekali pun ketika keduanya tidak memperhatikan latihan. Nadia tahu, Slava telah bersama Bratva sejak masa kedua orang tuanya. Jika dipikirkan, baik Nadia maupun Nikolai, sama sekali tidak ada apa-apanya dengan pria itu.
Nadia menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, menghirup udara kuat-kuat. Pikirannya benar-benar melayang-layang. Nikolai masih belum membahas tentang masalah Nadia di forum Bratva, tetapi Nadia curiga jika Nikolai sudah mengetahui apa masalahnya yang sebenarnya. Mendadak, Nikolai bersikap cukup dingin kepadanya entah karena apa. Nadia tidak ingin ambil pusing dengan hal itu. Meski Nikolai satu-satunya Kakaknya, bukan berarti ia tidak memiliki teman bicara lainnya jika Nikolai memang benar-benar menolak berinteraksi dengannya. Liu Jia Li, Liu Tao, Yao Wang, Luka, dan orang-orang Bratva lainnya jelas tidak akan mengabaikannya. Oh, untuk Yao Wang Nadia tidak yakin, tetapi setidaknya pria itu berusaha bersikap sopan kepadanya.
"Nona Nadia!"
Nadia terlonjak kaget. Liu Tao berdiri di sampingnya dengan tawa riang. Nadia mengusap dadanya sebagai bentuk ekspresi keterkejutan. Bocah laki-laki itu menatapnya dengan pandangan riang, membuat Nadia tidak tega untuk menegurnya. Ngomong-ngomong, Nadia sudah lama tidak banyak berinteraksi dengan Liu Tao karena kesibukannya.
"Hai Tao, ada apa?"
"Hm... Nona Nadia tampak murung."
Nadia tersenyum. "Aw, apakah Tao sedang berusaha perhatian denganku?" Nadia mencubit pelan pipi Liu Tao. "Tenang saja, aku tidak kenapa-kenapa."
"Benarkah?"
Nadia mengangguk. "Oh ya, berhentilah memakai 'Nona' ketika memanggilku. Panggil saja Nadia seperti yang lainnya."
Liu Tao menggeleng. Bocah sepuluh tahun itu berjalan mendekati Nadia dan duduk di sampingnya. "Nona Nadia sedang memikirkan sesuatu?"
"Kurasa tidak."
"Begitu? Mungkin aku belum cukup dewasa untuk menghibur Nona Nadia?"
Nadia terbahak mendengar kalimat itu. "Kenapa? Kau ingin menghiburku?"
Liu Tao mengangguk. "Selama ini aku tidak pernah berhasil menghibur seseorang, bahkan Master Jia Li. Sepertinya, Nona Nadia adalah satu-satunya orang yang begitu ceria dan tidak memikirkan apapun di dunia ini."
"Oi, apa-apaan itu? Kau mau mengatakan jika aku tidak pernah memakai otakku?"
Liu Tao melebarkan matanya dan langsung menggeleng kencang. "Bu-Bukan seperti itu maksudku. Maaf, Nona Nad—"
Nadia mengusap rambut Liu Tao dengan gemas. "Aku bercanda. Jadi, kenapa kau kemari? Biasanya kau sangat lengket dengan Jia Li Gege."
"Nona Nadia dan Tuan Nikolai terluka karena Liu Yantsui, tolong maafkan kami."
Nadia tertawa. "Mengapa kau meminta maaf? Bàjingan itu tidak ada sangkut pautnya dengan kau atau Jia Li Gege, lagipula aku senang kalian kemari. Karena..." Nadia menggantungkan kalimatnya dan melirik Liu Tao dengan pandangan jenaka.
"—Karena Yao Wang bisa ditemui setiap hari." Lanjut Liu Tao santai.
Nadia mengacak-acak surai hitam Liu Tao, membuat bocah sepuluh tahun itu mengerang risih dan berusaha menyingkirkan telapak tangan Nadia dari kepalanya.
"Kalau begitu, mengapa Nona Nadia tidak sering menemui Yao Wang?"
Senyum di wajah Nadia memudar. "Kau pasti mengenalnya dengan sangat baik, dan kau pasti mengerti mengapa aku kesulitan untuk dekat dengannya."
Nadia tidak tahu apakah membicarakan perihal cinta kepada seorang anak laki-laki sepuluh tahun pantas, tetapi Liu Tao sangat mengenal Yao Wang sama seperti anggota Dragon’s Claws lainnya. Terkadang, Liu Tao bahkan jauh lebih menyenangkan diajak berbicara daripada orang-orang dewasa lainnya. Nadia selalu menjadi sosok termuda di markas Bratva, membuatnya merasa diremehkan atau dianggap kurang berpengalaman. Entah hanya perasaannya sendiri atau memang benar seperti itu. Tetapi sejak Liu Jia Li datang bersama Liu Tao dan orang-orangnya untuk meminta bantuan, Liu Tao lah yang kemudian menjadi sosok termuda di markas. Nadia senang berbicara dengan anak itu. Gaya bicaranya, tutur katanya, gesturnya, segalanya tampak sempurna padahal ia masih sangat muda. Nadia bahkan yakin sekali Liu Tao akan menjadi Master Dragon's Claws yang sangat hebat suatu hari ketika ia dewasa untuk menggantikan Liu Jia Li.
Liu Tao menepuk-nepuk pelan bahu Nadia. “Nona Nadia berada di atas Yao Wang sangat jauh. Mungkin, Yao Wang hanya merasa tidak pantas.”
Nadia terkekeh pelan. “Tidak pantas? Kau pikir aku ini malaikat atau apa sampai Yao Wang tidak pantas untukku. Aku manusia biasa, Tao. Kelak, nanti, suatu hari, mungkin aku akan benar-benar melupakannya jika dia terus seperti ini.”
Liu Tao mungkin masih terlalu muda untuk mendengarkan cerita patah hati Nadia, ia mungkin juga tidak mengerti apa yang sebenarnya Nadia bicarakan, tetapi Nadia begitu nyaman berbicara dengan anak itu. Mungkin, Liu Tao adalah sosok Adik yang ia harapkan namun sama sekali tidak terkabul. Nadia tidak tahu, bahwa di balik tubuh bocah sepuluh tahun itu, pikirannya jauh lebih dewasa dan mengerti banyak hal. Hidup di lingkungan keluarga mafia membuatnya mau tak mau harus mengerti hal-hal yang seharusnya belum boleh ia mengerti. Belum lagi ditambah fakta mengenai Liu Yantsui, yang jelas-jelas Ayah kandungnya sendiri sama sekali tidak pernah memperlakukan dirinya selayaknya seorang anak. Liu Tao tahu segala hal, tetapi ia begitu pandai mengendalikan diri. Usia sepuluh tahun sudah sangat cukup baginya menahan diri dari beragam luka yang didapatkannya.
Nadia menghela napas. “Sorry Tao, seharusnya aku tidak membicarakan hal ini padamu.”
“Tidak masalah, Nona Nadia. Aku mungkin belum cukup dewasa untuk dianggap mengerti olehmu, tetapi aku mengerti banyak hal.”
“Benarkah?”
Liu Tao mengangguk. “Tidak bisa selalu menjadi anak kecil jika aku berdiri di samping Master Jia Li.”
Nadia melebarkan matanya sekilas ketika merasa paham dengan maksud kalimat Liu Tao. Suka atau tidak suka, hidup di lingkungan mafia tidak akan membiarkan mereka untuk berlama-lama menikmati masa kecil. Malahan, mereka lebih sering tidak menikmati sama sekali. Nadia tahu itu karena ia dan Liu Tao tidak jauh berbeda.
“Tidak bisa selalu menjadi anak kecil jika berdiri dengan nama belakang Grigorev.” Ucap Nadia menirukan Liu Tao.
Liu Tao tertawa mendengarnya, keduanya kemudian tertawa bersama. Nadia mungkin sama sekali belum menyelesaikan masalahnya, mengendalikan emosinya, atau bahkan mengalahkan Akiyama Tenzo yang terus-terusan mengganggunya. Tetapi beberapa menit bersama Liu Tao, dan bersikap seolah ia memiliki Adik yang baik dan pengertian cukup membuat mood Nadia naik. Nanti akan lebih baik, atau setidaknya itulah harapan Nadia.
***