Your True Face

1203 Words
Hari-hari di sekolah berlalu benar-benar berbeda sejak kedatangan Akiyama Tenzo. Pemuda itu terus mengganggu Nadia meski dalam pandangan teman-temannya, Akiyama Tenzo tampak seperti sedang merayunya. Nadia benar-benar risih. Ia yang selalu menantikan setiap harinya untuk masuk sekolah karena di sana lah dunianya benar-benar berbeda menjadi enggan untuk ke sana. Bahkan Lin Xianming yang sebelumnya benar-benar ketakutan dengannya berubah menjadi suka dan tertarik. Akiyama Tenzo benar-benar berhasil mempengaruhi seluruh teman-teman Nadia untuk menganggapnya sebagai orang baik. "Nadia, berkencanlah denganku." Seru Tenzo tegas. Nadia menyemburkan minumannya mendengar hal itu. Anak-anak di sekitarnya bertepuk tangan riuh. Nadia tengah berada di kantin, menemani Lin Xianming makan dan dirinya sendiri hanya memakan beberapa camilan ringan dan air. Akiyama Tenzo tiba-tiba datang dan mengatakan hal random itu, membuat Nadia benar-benar bernapsu untuk menenggelamkannya ke dasar laut agar ia tidak lagi mengganggunya. "What the f**k! Apa-apaan?" Seru Nadia marah. "Dan jangan panggil aku dengan nama 'Nadia'. Akiyama Tenzo tersenyum. " Okay, Nadezhda. Jadi?" Nadia membanting botolnya ke meja dan menarik pergelangan tangan Akiyama Tenzo dengan kuat. Nadia membawanya ke halaman belakang sekolah, melepaskan pegangan tangannya dengan kasar, dan berkacak pinggang sembari memandang Akiyama Tenzo dengan sorot mata berapi-api. Akiyama Tenzo yang sebelumnya memasang wajah ramah dan baik hati mendadak berubah menjadi dirinya yang sebenarnya. Seringai seram, sorot mata dingin dan menelan, juga senyuman lembut pura-puranya yang menghilang. Nadia terkekeh. "Ah, ini dia dirimu yang sebenarnya." Akiyama Tenzo tersenyum sétan. Ia mendekati Nadia dan memandanginya dengan ekspresi sinis. "Bagaimana? Bukankah caraku sangat bagus?" Nadia mencekal tangan Akiyama Tenzo yang hendak kembali menyentuh rambutnya. "Bagus? Kau hanya serigala licik yang bersembunyi di balik kulit domba. Katakan, apakah ini cara yang dipikirkan Akiyama Toshiro untuk mengincarku?" Akiyama Tenzo menaikkan sebelah alisnya. "Toshiro? Tenang saja Nadezhda, Kakakku membebaskan diriku untuk melakukan apa yang kumau." Nadia terbahak. "Oh? Jadia Akiyama Toshiro begitu depresi hingga melibatkan Adiknya untuk melakukan ini?" Nadia bersidekap memandangi Akiyama Tenzo. "Hei Tenzo, masalah Bratva yang sebenarnya hanya dengan Liu Yantsui, mengapa Ochi bergabung dengan Liu Yantsui jika kalian bahkan tidak mendapat keuntungan apapun? Meski aku tidak tertarik dengan bisnis kalian, aku tahu bahwa mendukung organisasi yang retak tidak benar-benar memberikan keuntungan. Jadi kenapa?" Akiyama Tenzo melirik Nadia dalam diam. Tindakannya itu membuat Nadia merasa benar-benar akward. Tanpa orang lain di sekitar mereka, Akiyama Tenzo akan berubah menjadi dirinya yang sebenarnya. "Nadezhda, pernahkah kau berpikir untuk tidak peduli kepada sekitarmu dan bersenang-senang untuk dirimu sendiri?" Nadia mengernyit bingung. "Huh?" "Kutebak, tidak pernah. Masalah Ochi dan Liu Yantsui bukan urusanku. Itu adalah urusan Kakakku. Oh, sekadar informasi saja, aku melakukan ini memang atas perintahnya, tetapi aku tidak wajib mengikuti apa yang dikatakan olehnya. Dengan kata lain, prosesnya adalah tanggung jawabku. Akiyama Tenzo memiliki hak untuk melakukan apa yang ia mau." "Aku tidak mengerti maksudmu. Bagaimana caranya kau melawan Kakakmu yang kejam itu?" "Aku—" "Ah maaf, kurasa aku salah bertanya. Kalian berdua sama saja, jadi seharusnya tidak terlalu sulit menghadapi satu sama lain." Akiyama Tenzo tersenyum. "Ya, ya, terserah apa anggapanmu. Hanya satu hal yang perlu kau ingat Nadezhda, Aku tidak akan pernah melepaskanmu sampai Bratva benar-benar hancur." Kalimat bernada ancaman itu seharusnya membuat Nadia takut. Ya, ia merasa takut meski hanya sedikit. Nadia tidak bisa melawan Akiyama Toshiro dan langsung kalah dalam siksaan traumatis hari itu, tetapi Akiyama Tenzo tampak lebih mudah untuk dihadapi meski itu semua tidak menghilangkan kekejamannya. Selain aura intimidasi serta tatapan matanya yang begitu tajam, Nadia tidak menganggap bahwa Akiyama Tenzo cukup berbahaya. Bahkan jika mereka harus bertarung dalam adu fisik pun, Nadia yakin dirinya masih memiliki kesempatan untuk menang. Tetapi semua itu tidak akan pernah terjadi di area sekolah. Akiyama Tenzo tidak akan pernah membuat imej pangeran baik hatinya runtuh begitu saja hanya karena tidak bisa mengendalikan amarah di hadapan Nadia. Ada banyak pertanyaan yang terus bercokol di dalam hati Nadia mengenai pemuda itu. Mengapa dia tiba-tiba datang ke Macau? Apa yang terjadi hari itu ketika ia menghajar sekumpulan preman sampai babak belur? Dan mengapa secara kebetulan mereka bertemu? Apakah semua ini benar-benar kebetulan? Nadia benar-benar sangsi dengan sebuah kebetulan, apalagi jika semua itu tampak seperti sudah diatur sebelumnya. Nadia tahu Akiyama Tenzo datang ke sekolahnya atas perintah Akiyama Toshiro, dan jelas tujuannya untuk menghancurkan Bratva melalui Nadia. Masalahnya, apakah Akiyama Toshiro yang kejam itu benar-benar membebaskan Akiyama Tenzo untuk melakukan segala hal berdasarkan apa yang diinginkan Akiyama Tenzo sendiri? Akiyama Toshiro tidak tampak seperti seorang Kakak yang baik hati bahkan untuk saudara kandungnya sendiri. Nadia benar-benar pusing memikirkan hal itu. "Nadezhda, berkencanlah denganku." Nadia tesedak ludahnya sendiri. Ia menatap tajam kepada Akiyama Tenzo dan langsung menarik kerah seragam pemuda itu. Kedua matanya dipenuhi amarah besar. Mengapa pula Akiyama Tenzo masih membicarakan tentang hal itu? Sebegitu inginnya kah dia menyeret Nadia dalam genggamannya sehingga dia bisa melakukan apapun yang diinginkannya? Nadia benar-benar ingin muntah. "Hentikan permainan bodohmu, sialàn! Kuingatkan satu hal, dengan cara apapun kau berusaha untuk menarikku dalam genggamanmu, tidak akan pernah ada yang berhasil." Nadia mengakhiri kalimatnya dengan acungan jari tengah kemudian segera pergi. Nadia langsung membasuh mukanya di toilet pasca bertemu dengan Akiyama Tenzo. Rasanya, berhadapan dengan pemuda itu seperti berhadapan dengan hewan penuh penyakit. Nadia harus menjaga jarak dan kebersihan, atau dirinya akan tertular dengan penyakit hewan tersebut. Nadia tidak sembarangan mengata-ngatai seseorang dengan sebutan kasar. Jujur saja, ia bahkan nyaris tidak pernah melakukannya. Nadia menjunjung tinggi rasa hormat kepada orang lain. Tetapi Akiyama Tenzo? Apa yang bisa dihormati dari anggota keluarga monster yakuza seperti dirinya? Cepat atau lambat, pemuda itu akan menunjukkan kelakuan aslinya. Nadia tidak sabar melihat bagaimana teman-teman sekolahnya terkaget-kaget dengan bagaimana rupa Akiyama Tenzo yang sebenarnya. Masalahnya, Nadia tidak tahu bagaimana caranya membuka topeng yang dikenakan oleh Akiyama Tenzo. Nadia selalu menjadi pihak yang bersalah tiap kali pemuda itu mendekatinya kemudian Nadia secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya. Mereka semua langsung menghakimi Nadia tanpa tahu bahwa pemuda yang mereka dukung jauh lebih kejam dari apa yang bisa mereka bayangkan. Ketika Nadia kembali ke kelas, bel masuk untuk mata pelajaran selanjutnya baru berdering beberapa detik lalu. Lin Xianming berdiri di depan kelas dan bernapas lega ketika melihat Nadia datang mendekat. Ia langsung merangkul Nadia sembari menatapnya dengan ekspresi nakal yang Nadia sendiri tidak paham apa maksudnya. "Ada apa?" Tanya Nadia bingung. "Ceritakan padaku." "Huh?" Lin Xianming mencebik. "Jangan sok polos, kau tahu apa maksudku." Kening Nadia semakin berkerut. "Maaf, tapi aku tidak tahu." Lin Xianming menunjuk Akiyama Tenzo dengan dagunya ketika pemuda itu berjalan melewatinya dengan seringai kecil. Pemuda itu bahkan sempat-sempatnya melempar senyum kepada Lin Xianming dan membuat gadis itu kegirangan seolah baru saja memenangkan lotre berhadiah uang banyak. Jujur saja, Nadia tidak terlalu peduli andai Akiyama Tenzo membuat teman-teman sekolahnya yang lain jatuh cinta atau kagum kepadanya. Satu-satunya yang Nadia khawatirkan hanya Lin Xianming. Gadis itu melihat apa yang terjadi sebelumnya, tentang kekejaman Akiyama Tenzo, tetapi lihat sekarang? Lin Xianming bahkan menjadi salah satu gadis yang akan berdiri paling depan sebagai penggemar dadakan Akiyama Tenzo si anak baru. “Aw… dia sangat manis, bagaimana bisa kau tidak tertarik padanya, Nadia?” Tanya Lin Xianming sembari mengguncang-guncangkan bahu Nadia. Nadia hanya menghela napas mendengar hal itu. Andai saja ia memiliki cara yang bagus untuk menunjukkan kepada Lin Xianming dan teman-temannya yang lain siapa sebenarnya Akiyama Tenzo. Sayang sekali, mengungkap identitas Akiyama Tenzo sama denga mengungkap identitasnya sendiri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD