Eyewitness

2044 Words
Butuh waktu nyaris satu jam sampai Luka selesai menjelaskan keadaan Nadia kepada wali kelasnya. Nadia sudah masuk ke dalam kelas meninggalkan Luka berbincang bersama wali kelas. Seperti yang diduga, teman-teman sekelasnya langsung menyerbu dengan beragam pertanyaan ketika Nadia datang. Ia tiba-tiba pulang ketika berkumpul bersama teman-temannya, lalu tidak masuk sekolah selama berhari-hari dengan alasan sakit. Sudah pasti banyak yang kebingungan dengan hal itu. Lin Xianming menatap wajah Nadia lekat-lekat. Ia mendekatkan wajahnya begitu dekat ke wajah Nadia, membuat Nadia secara reflek berusaha memundurkan kepalanya. "Kenapa?" Tanya Nadia bingung. Lin Xianming menusuk ujung bibir Nadia dengan telunjuknya, membuat Nadia secara reflek mengerang sakit karena bagian itu masih cukup memar. "Kau mencurigakan, Nadia." Ucap Lin Xianming sembari mengusap dagunya. Nadia menaikkan sebelah alisnya. "Huh?" "Aku dengar kau sakit, jadi kupikir kau sakit karena demam atau semacamnya. Kami hendak mengunjungimu, tetapi kemudian aku ingat kau tidak suka dikunjungi. Sekarang lihat, wajahmu penuh bekas memar membiru yang sengaja kau tutupi dengan concealer. Kau pikir aku tidak melihatnya?" Nadia meraba pipinya sendiri. Ia lupa jika Lin Xianming adalah gadis yang sangat jeli dalam memperhatikan sesuatu. Mereka teman sebangku, sudah pasti dengan jarak sedekat itu Lin Xianming melihat bekas memar di wajah Nadia. "Oh, ini karena aku berlatih beberapa teknik beladiri dengan Kakakku. Kami berlatih dengan serius sehingga pukulan, bantingan, dan lain-lain dilakukan dengan sebenarnya. Tapi tenang saja, itu sudah biasa kulakukan." Lin Xianming semakin mengernyit mendengar alasan Nadia. Gadis itu menatap Nadia semakin dalam. "Kau bohong. Beladiri tidak memukul wajah. Aku akan percaya dengan alasanmu andai memar-memar itu berada di pergelangan tangan, atau mungkin kaki. Beberapa area yang memang mendapatkan tekanan kuat saat berlatih. Tetapi wajah? Beladiri macam apa yang memukul wajah? Hm?" Nadia menggaruk tengkuknya pelan, ia benar-benar seperti tertangkap basah oleh Lin Xianming. Nadia benar-benar tidak tahu harus memakai alasan apa. Siapa sangka bekas memar yang memudar itu dan bahkan sudah ditutupi oleh concealer oleh Nadia masih tak luput dari penglihatan Lin Xianming. "Ah, itu—" "Nadia!" Baik Nadia, Lin Xianming, pun teman-teman sekelas mereka langsung menoleh ketika suara berat seorang laki-laki menginterupsi sesi interogasi Lin Xianming mengenai bekas memar di wajah Nadia. Entah Nadia harus bersyukur atau tidak ketika melihat Luka berdiri di depan kelasnya dan sembari melambai-lambai riang. Tidak ada wali kelas yang bersamanya. Nadia tebak, mungkin wali kelasnya akan kembali dalam beberapa menit usai mengurus beberapa hal. Nadia berusaha memasang senyum ramah dan mengangguk kepada Luka. Ia kira, Luka hanya akan melambai lalu pergi, tetapi pria itu malah masuk dan menuju kepadanya. Pandangan teman-teman sekelasnya terfokus kepada Luka. Nadia mengutúk dalam hati. Luka pasti sedang berusaha memamerkan dirinya sendiri karena merasa begitu tampan dan senang menjadi pusat perhatian. "Kenapa kau kemari? Sudah selesai?" Luka mengangguk sembari tersenyum. "Aku akan segera pulang, aku tidak tahu apakah aku bisa menjemputmu nanti sepulang sekolah." Nadia mengangguk. "Tidak masalah, aku akan meminta Slava melakukannya." Luka menarik dagu Nadia, gadis itu benar-benar tidak sadar ketika Luka melakukannya. Dengan gerakan yang sangat cepat, Luka menunduk dan mengecup pelan ujung bibir gadis itu. Nadia membatu, benar-benar terkejut dengan tindakan tiba-tiba itu. Luka beralih mengusap surai pirangnya pelan dan tersenyum lebar. "Okay, aku pulang—" Nadia mendongak dan memasang wajah siap tempur. "Luka! Kau—" Luka tertawa geli dan berjalan cepat untuk keluar dari kelas Nadia. Ia melambai-lambai ringan seolah mengecup seorang perempuan di kelas dengan berbagai pasang mata di sekitarnya adalah hal biasa. Okay, itu hal biasa seandainya bukan di Macau. Orang Asia tidak melakukan skinship di depan umum secara gamblang, atau setidaknya itulah yang Nadia ketahui sejak pindah ke Macau. Lin Xianming menatapnya tajam seolah menagih jawaban atas apa yang baru saja terjadi. Nadia hanya tertawa kecil menanggapi hal itu. Lin Xianming pasti terkejut karena ada seorang pria Rusia yang tiba-tiba mencium Nadia padahal Nadia selalu menceritakan rasa sukanya kepada Yao Wang. Lin Xianming adalah satu-satunya teman yang mengetahui tentang perasaan tak terbalas Nadia kepada Yao Wang. "Jadi?" Tanya Lin Xianming sembari menyilangkan lengannya di depan d**a. "Yeah?" "Ck, siapa dia Nadia?" "Oh! Luka Ivanov, temanku dan Kakakku di Rusia." Lin Xianming tampak tidak puas dengan jawaban itu. "Maksudku, mengapa dia mengantarmu ke sekolah dan bukannya Tuan Slava? Lalu, apa-apaan ciuman tadi? Bagaimana dengan Yao Wang?" Nadia membekap mukut Lin Xianming, mencegahnya berteriak di kelas dan membeberkan nama-nama yang seharusnya tidak boleh diketahui siapapun. Teman-teman sekelas menatap keduanya dengan raut penasaran, dan Nadia hanya tersenyum seperti biasa kepada mereka. "Jangan berteriak, Lin Xianming!" Lin Xianming menarik telapak tangan Nadia dari bibirnya. "Kalau begitu jelaskan!" "Dia teman Kakakku, tetapi karena aku juga sering ikut bermain dengan mereka, dia juga menjadi temanku. Luka memang seperti itu, dia suka sekali bertindak tanpa berpikir. Aku masih sangat mencintai Yao, tentu saja. Kau pikir aku akan berubah seketika hanya karena Luka datang? Mana mungkin." "Lalu ciuman itu?" Nadia memutar bola matanya. "Itu bukan ciuman. Dia hanya mengecup ujung bibirku. Astaga. Hal seperti itu sudah biasa kulakukan bahkan dengan Kakakku. Meski Kakakku tidak melakukannya sampai ke bibir sih." Pembicaraan mereka perihal Luka berhenti ketika wali kelas datang dan memulai pelajaran. Nadia bersyukur Lin Xianming tidak membahas tentang Luka setelah pelajaran usai. Jujur saja, Nadia tidak biasa melakukan itu, kecupan dan semacamnya. Ia hanya beralasan agar Lin Xianming tidak berspekulasi macam-macam mengenai dirinya dan Luka karena memang tidak ada hal khusus antara ia dan Luka kecuali teman masa kecil. Nikolai sering mengecupnya, tetapi hanya di dahi, atau di pipi. Itu pun sudah tidak pernah lagi dilakukan sejak Nadia remaja karena Nadia akan marah-marah karena merasa risih. ** Nadia bernapas lega ketika Lin Xianming sama sekali tidak melanjutkan pembahasan mengenai Luka sampai jam sekolah usai. Keduanya berjalan bersama. Nadia sengaja belum menghubungi Slava ketika dirinya tidak melihat mobil jemputan milik Bratva. "Ah, bukankah Luka mengatakan untuk segera menghubunginya saat pulang?" Nadia merangkul bahu Lin Xianming dan menggosokkan pipinya pada pipi gadis itu. "Kembali ke kafe yang sebelumnya, kau mau?" Lin Xianming memutar bola matanya. "Lain kali, Nadia. Kau belum tampak sehat di mataku." Nadia mencebik, ia makin mengeratkan pelukannya pada gadis Asia itu, berusaha merayunya lebih keras. "Aku belum sempat menikmati kudapannya dengan seksama. Ayolah..." "Kau merayuku ya?" Nadia tersenyum polos. "Aku yang mentraktirmu? Ah aku lupa, Nona Lin Xianming tidak mungkin tidak punya uang." Godanya. Lin Xianming menepuk pipi Nadia pelan. "Okay, okay, lepaskan aku sekarang." Nadia bertepuk tangan riang. Berbeda dengan anak-anak lainnya yang jemputan sudah siap ketika mereka keluar dari kelas, Lin Xianming selalu menelepon jemputnya saat ia benar-benar sudah keluar kelas. Lin Xianming tidak suka menunggu, dan ia juga tidak suka membuat orang lain menunggunya. Maka itulah dia menerapkan hal itu meski pada akhirnya ia harus tetap menunggu. Setidaknya, tidak banyak waktu yang terbuang sia-sia jika hanya beberapa menit. Nadia hapal dengan hal itu dan memanfaatkannya untuk mengajak Lin Xianming jalan-jalan sebelum pulang. Nadia tidak memiliki alasan khusus, ia hanya sedang bosan dengan markas yang selalu ia lihat setiap hari. Nadia tetap menajamkan ideranya selama keluar bersama Lin Xianming. Pencúlikan sebelumnya tidak mungkin berakhir begitu saja. Akiyama Toshiro dan Liu Yantsui pasti memikirkan cara lain dan mengincar Nadia karena ia dianggap lebih lemah dan sering berada jauh di luar markas karena sekolahnya. Tidak ada yang mengawasi mereka, atau setidaknya itulah keadaan mereka saat ini. Nadia bernapas lega. Segera ia memilih banyak camilan sesampainya di kafe. Lin Xianming sampai menganga melihatnya. "Enak sekali, setiap kalori yang masuk ke tubuhmu bukannya membuatmu gemuk, tetapi malah membuatmu tinggi." Keluh Lin Xianming. Nadia tertawa. "Benarkah? Aku olahraga kok, makanya makanan-makanan ini tidak terlalu berefek padaku." "Olahraga? Olahraga apa yang kau mainkan?" Nadia terbatuk-batuk mendengar pertanyaan itu. Olahraga yang ia lakukan berbeda dengan olahraga yang dilakukan orang-orang secara umum. Nadia beralasan bahwa ia sering bermain basket dan senam untuk membuat tubuhnya tetap dalam berat badan wajar. Beruntung karena Lin Xianming percaya. Gadis itu memang sangat memperhatikan berat badannya. Ia tidak banyak makan karena takut berat badannya berlebih. Benar-benar kontras dengan Nadia yang banyak makan. Nadia menepuk-nepuk perutnya dan bernapas lega usai menghabiskan beragam makanan dari kafe yang mereka kunjungi. Ia dan Lin Xianming berjalan-jalan sebentar untuk meredakan begah di perut usai memakan banyak makanan. "Nadia, aku penasaran, sebenarnya—" "ARRGHH!" Nadia dan Lin Xianming saling berpandangan. Teriakan itu terdengar tidak jauh dari mereka. Segera saja Nadia dan Lin Xianming menyusul suara teriakan itu. Ada gang sempit di antara toko-toko sovenir di dekat mereka. Nadia terkejut ketika melihat seorang pemuda yang sedikit lebih tinggi darinya menginjak perut salah seorang pria yang babak belur di tanah. Ada banyak pria berwajah preman yang tergeletak babak belur di tanah sementara pemuda itu berdiri dengan tenang. Secara reflek Nadia mendorong Lin Xianming untuk bersembunyi di balik tubuhnya. Pemuda itu memalingkan wajahnya kepada Nadia ketika menyadari bahwa tindakannya dilihat oleh orang lain. Rambut hitam legam, kelopak mata tidak terlalu sipit, kulit putih Asia Timur, iris mata sekelam malam. Entah mengapa, wajahnya terasa familiar meski Nadia tidak tahu siapa dia sebenarnya. Nadia meremas telapak tangan Lin Xianming yang berada di belakangnya, mengisyaratkan padanya agar tidak mengatakan apa-apa. "Maaf, kami tidak bermaksud mengganggu. Permisi." Nadia menarik pergelangan tangan Lin Xianming. Benar-benar mencegah gadis itu melihat secara jelas apa yang terjadi. Nadia selalu ingat apa yang dikatakan Nikolai. Jangan pernah terlibat dengan masalah yang tidak ada kaitannya dengan diri sendiri. Nadia hanya mengira bahwa teriakan yang sebelumnya hanya seseorang yang butuh bantuan. Tetapi Nadia salah, ia dan Lin Xianming tidak seharusnya datang. "Tunggu." Nadia membeku ketika tengan pemuda itu mencengkram erat pergelangan tangannya yang bebas. Lin Xianming benar-benar tidak berani berbicara sama sekali seperti yang dikodekan oleh Nadia. Patah-patah tubuh Nadia berbalik hanya untuk menatap pemuda itu. Sial, ia benar-benar tidak ingin terlibat dengan masalah lain. Pemuda itu tersenyum kecil memandangi wajah Nadia. "Menarik." Gumamnya pelan. Ia menaikkan sebelah tangannya hendak menyentuh rambut Nadia tetapi Nadia secara reflek menepisnya sebelum sempat menyentuh rambutnya. "Kami tidak sengaja kemari, silahkan lanjutkan urusanmu. Permisi." Nadia segera menarik tangan Lin Xianming untuk menjauh dan bernapas lega ketika tidak mendapati pemuda itu menahan atau bahkan mengikutinya. Segera Nadia meminta Lin Xianming untuk menghubungi sopirnya dan meminta jemputan. Apa yang mereka lihat sebelumya secara sepakat dianggap tidak pernah terjadi untuk kebaikan mereka sendiri. Lin Xianming setuju dan mereka segera berpisah ketika mobil jemputan Lin Xianming datang. Nadia menghela napas berat. "Sebaiknya aku juga segera pulang." Gumamnya. Nadia baru hendak menyalakan ponselnya ketika pemuda yang sama datang kembali dengan penampilan sangat bersih seolah sisa darah di tangannya tidak pernah ada. Nadia merasakan dorongan keras untuk berlari menjauh, tetapi entah mengapa tubuhnya membeku melihat sorot mata tajam di hadapannya. Sorot mata yang sangat familiar dan membuat Nadia mengakui bahwa ia sekarang merasa takut. Mengapa dia mendatangi Nadia? Apakah dia sebegitu khawatirnya dengan saksi mata yang melihat tindakannya? Nadia bahkan tidak berpikir untuk membicarakan kejadian sebelumnya untuk keselamatan dirinya sendiri. Lantas mengapa? Pemuda itu terkekeh pelan. “Kau masih di sini? Kemana temanmu yang tadi?” Nadia merasakan mulutnya begitu kering dan tidak nyaman. Ia berusaha keras untuk bersikap biasa saja dan tidak menunjukkan ketakutan dalam dirinya. Entahlah, sorot mata sekelam malam itu benar-benar meruntuhkan mental Nadia dengan cara yang aneh. Nadia jarang merasa takut, dan apabila dia benar-benar ketakutan kepada seseorang, maka orang tersebut memang berbahaya. Pemuda itu semakin maju mendekati Nadia. Jarak mereka hanya terpaut beberapa senti dan Nadia menyadari bahwa dia sedikit lebih tinggi dari Nadia. Aura intimidasi yang benar-benar tidak manusiawi. Nadia secara reflek tidak bisa terlalu lama menatap matanya. Ia benar-benar ingin sekali segera menghubungi Slava dan pulang menghindari pemuda di hadapannya. “Hee… mengapa kau memalingkan pandanganmu dariku? Kau takut padaku huh?” Nadia melebarkan matanya dan secara reflek mendongak untuk menatap pemuda itu. “Jangan merendahkanku!” Pemuda itu tersenyum. “Jangan takut, aku tidak menyakiti seorang gadis.” “Oh, kalimat yang dikatakan oleh seorang yang baru saja membuat segerombol pria besar babak belur.” Pemuda itu tertawa, dan Nadia semakin kesal dengan hal itu. Seolah, pemuda di hadapannya ini sedang menghinanya. Nadia tidak tahu siapa dia, pertemuan mereka juga tidak sengaja dan bukan pertemuan yang baik. Mengapa pemuda itu harus menyusul Nadia? Apakah dia benar-benar ingin melenyapkan Nadia karena melihat apa yang ia lakukan? “Terus tatap aku seperti itu, dan aku akan menciummu sampai kau pingsan.” Nadia merengut. “Bréngsek.” Ia enggan menanggapi pemuda itu dan segera melangkah pergi untuk buru-buru menghubungi Slava. Siapa pun dia, Nadia harap pertemuan tadi hanyalah kebetulan sial yang tidak akan terulang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD