Liu Yantusi tidak muncul selama Nikolai dan Akiyama saling mengkonfrontasi satu sama lain. Nikolai sejak tadi terus mengawasi sekitarnya, menunggu Liu Yantsui datang dan terlibat dalam perdebatannya dengan Akiyama. Tujuan utama Nikolai adalah Liu Yantsui dan Dragon's Claws, tetapi pria yang diincar sama sekali tidak muncul saat Nikolai berhadapan dengan Akiyama. Nikolai tidak tahu kemana pria itu dan mengapa dia tidak muncul, tetapi setitik rasa tidak nyaman terus mengganggunya. Ia merasa ada yang aneh tentang mengapa Liu Yantsui tidak muncul. Nikolai sangat mengenal tabiat Kakak angkat Liu Jia Li itu. Dia adalah sosok yang sembarangan dan cenderung ceroboh, egois, tidak berpikir panjang, dan beragam sikap buruk lainnya. Tetapi di balik sifat-sifat buruk pria itu, dia juga cukup licik untuk merencanakan sesuatu yang menguntungkan dirinya. Nikolai tidak boleh lengah untuk menghadapinya.
Suara tembakan mengudara berkali-kali di luar ruangan Nikolai dan Akiyama. Teriakan bersahut-sahutan. Nikolai bisa mendengar beberapa umpàtan dalam Bahasa Rusia yang ia yakini berasal dari anggotanya. Mereka semua masih belum terbiasa dengan Bahasa Kanton meski telah lancar dalam berbicara. Di saat-saat genting, orang-orangnya selalu tidak sadar mengucapkan kalimat dalam bahasa Rusia.
"Mengkhawatirkan orang-orangmu?"
Nikolai menatap sengit Akiyama. Ia tidak berniat menjawab sesuatu yang sudah pasti diketahui. Berbeda dengan Dragon's Claws maupun Ochi, Bratva memperlakukan orang-orangnya seperti anggota keluarga. Nikolai tidak masalah dengan mereka yang memanggilnya dengan nama tanpa embel-embel 'Tuan' atau 'Bos'. Panggilan itu adalah inisiatif mereka sendiri dan Nikolai sudah bosan mengingatkan mereka untuk membuang embel-embel itu.
"Itulah yang membuatmu lemah Nikolai. Bawahanmu adalah alat untukmu, kau tidak perlu memperlakukan mereka sama seperti kau memperlakukan keluarga. Ah, bahkan sebenarnya keluarga tidak terlalu penting karena mereka juga terkadang menjadi alasan kau berubah lemah."
Nikolai berbeda pandangan dengan Akiyama dan Bos-Bos lainnya yang menganggap bahwa keluarga dan anggota hanyalah alat. Nikolai menyukai seluruh orang-orangnya. Bukan sekali dua kali ia menemukan pengkhianat di antara mereka, tetapi Nikolai tidak pernah berubah pada pandangannya. Ia menjunjung tinggi prinsip bahwa siapa pun yang memperlakukannya dengan baik, maka Nikolai juga akan memperlakukannya dengan baik. Maka itulah Nikolai tidak segan-segan membunuh pengkhianat di antara orang-orangnya karena mereka seolah tidak menghargai Nikolai yang memperlakukan mereka dengan baik. Nikolai bisa menjadi sangat baik dan kejam juga tergantung atas perlakuan orang-orang itu sendiri. Segala sesuatu ada akibatnya, dan pengkhianat pantas menerima kematian.
"Maaf, tapi aku kemari bukan untuk mendengarkan nasihat darimu." Sahut Nikolai dingin. Ia meraih kembali pistol di kedua tangannya, menodongkan senjata api itu tepat ke arah Akiyama. Jaraknya berdiri dengan jarak Akiyama berdiri tidaklah jauh, jika mereka bukanlah orang-orang terlatih dengan senjata api, satu tembakan pasti langsung mengenai satu sama lain.
Akiyama tersenyum mengejek. Ia sendiri juga memiliki senjata api. Keduanya berhadapan satu sama lain dengan senjata yang sama. Nikolai tidak berpikir bahwa mereka akan saling beradu tembak terang-terangan seperti ini, namun jika memang harus, maka ia tidak keberatan.
Dor!
Nikolai menarik pelatuk pistolnya terlebih dahulu. Satu tembakan itu tidak mengenai Akiyama sama sekali, bahkan menyerempet pakaiannya pun tidak. Akiyama sangat gesit dalam menghindar. Seolah, ia bisa membaca pikiran Nikolai yang berniat memberikannya tembakan kejutan.
Nikolai tahu yakuza seperti Akiyama memiliki cara pelatihan yang berbeda dengan mafia sepertinya. Nikolai tahu karena ia memiliki banyak rekan yakuza lainnya dan sering mendengar tentang pelatihan mereka sebelum benar-benar mengambil alih organisasi. Akiyama mungkin tidak jauh berbeda, atau mungkin malah pelatihannya sebelum ia berubah menjadi Akiyama Toshiro yang kuat dan terkenal sebagai pemimpin Ochi jauh lebih berat dan ketat daripada yang pernah Nikolai dengar dan lihat. Melihat bagaimana sosok Akiyama sekarang, mustahil ia tidak mengalami banyak hal berat di hidupnya.
Nikolai menyadari dirinya kemungkinan besar tidak segesit Akiyama dalam menghindar. Ia juga tidak bisa memprediksi gerakan lawan seakurat Akiyama memprediksi. Nikolai lebih banyak bergantung pada insting dan pengamatan saja. Ia harus benar-benar fokus untuk tahu apa yang akan dilakukan Akiyama berikutnya. Jarak mereka sangatlah dekat, sehingga kesalahan gerakan sedikit saja, Nikolai bisa berisiko tertembak. Mungkin Nikolai bisa mengatasi jika satu tembakan mendarat di area tubuhnya yang tidak vital seperti kaki atau tangan, namun Akiyama pastilah mengincar bagian-bagian vital tubuhnya terutama kepala. Nikolai tidak akan bisa lagi berharap apa-apa jika sampai timah panas dari pistol Akiyama menyasar ke kepalanya.
Dor!
Dor!
Dor!
Satu, dua, tiga, dan sekian banyak tembakan terus diluncurkan baik dari Nikolai maupun Akiyama sendiri. Keduanya sama-sama bergerak dengan gesit, mengamati lawan, dan berusaha menghindar. Ruangan yang tak seberapa itu menjadi arena perang mereka. Cukup sulit untuk terus menghindar sembari menyerang di ruangan sempit seperti itu. Nikolai berkali-kali nyaris terkena peluru, pun dengan Akiyama sendiri. Keringat menetes-netes di pelipis Nikolai, ia bahkan merasa begitu gerah dan basah di seluruh tubuhnya. Dadanya bernapas naik turun. Beberapa kali ia menahan napas ketika terkejut dengan serangan tiba-tiba Akiyama. Nikolai tidak tahu sudah seberapa berantakan dirinya. Sementara itu, Akiyama masih bertahan dengan raut dinginnya, seolah pertandingan satu lawan satu ini bukanlah apa-apa untuknya.
"Larilah, Nikolai. Kau pikir ruangan kecil seperti ini bisa menyelamatkan dirimu?"
Nikolai menyeringai meski napasnya mulai putus-putus. Pergelangan kakinya terasa sakit karena salah mendarat saat melompat untuk menghindari peluru Akiyama. Tubuhnya memang belum memiliki luka yang berdarah, tetapi rasa nyeri di kakinya tidak bisa ia bohongi. Akiyama tampaknya menyadari perubahan gerakan kakinya, terbukti dari ia yang terus-terusan berusaha menembak kaki Nikolai pasca Nikolai merasa jika kakinya terkilir.
Dengan kondisi kakinya yang terkilir dan Akiyama yang terus berusaha menyasar kakinya dengan tembakan, beban gerakan di kaki Nikolai menjadi lebih besar. Ia menjadi banyak melompat kesana kemari untuk menghindar dari peluru Akiyama, yang itu artinya membuat kakinya yang sudah nyeri karena terkilir semakin terasa menyakitkan.
Napas Nikolai mulai tidak beraturan seiring dengan rasa sakit yang terus menyengat di pergelangan kakinya. Akiyama menyeringai dan terus bertahan pada sasaran kaki Nikolai. Bos yakuza itu hanya berdiri dalam posisi yang sama, sementara Nikolai sibuk menghindari tembakan dan kesulitan untuk berbalik menyerang Akiyama.
“Berlarilah terus Nikolai, mengincar tikus yang bergerak jauh lebih menyenangkan daripada memburu tikus yang hanya bisa diam ketakutan.”
“Simpan kalimat konyolmu!” Seru Nikolai keras.
Nikolai seharusnya tidak kesulitan melawan musuh apapun. Bukan kali pertama pula ia berhadapan satu lawan satu dengan Bos organisasi lain yang bermasalah dengannya. Nikolai seharusnya sudah benar-benar berpengalaman dan mampu mengatur dirinya sendiri agar lebih baik dan membuat kemungkinan menangnya jauh lebih tinggi. Tetapi sial, Akiyama Toshiro baru pertama kali ia hadapi, dan siapa sangka jika pria dingin yang lebih banyak bertindak daripada berbicara itu bisa sebegini hebatnya dalam mengendalikan pertarungan. Nikolai kelelahan, jujur saja ia merasa kalah saing secara kekuatan dengan Akiyama meski keduanya sama-sama memakai dua pistol dan tidak ada senjata yang lain. Untuk pertama kalinya, Nikolai mulai merasa khawatir akan kekalahan. Nikolai selalu berpikiran positif menjurus sombong setiap menghadapi lawan-lawannya. Ia memang seperti itu, dan terbukti ampuh untuk mengendalikan mentalnya dan menghadapi lawan dengan baik. Tetapi sekarang rasanya pikiran positif itu perlahan-lahan luntur.
Brak!
Nikolai dan Akiyama sama-sama menoleh. Pintu ruangan yang menahannya dengan Akiyama dalam ruangan yang menjadi arena pertarungan mereka menjeplak terbuka. Seorang pria muda dengan rambut kemerahan masuk dan melambai-lambai tanpa dosa. Seolah, menghentikan pertarungan antara pemimpin Ochi dan pemimpin Bratva bukanlah perkara yang besar.
“Ah? Aku merúsak suasana ya?” Katanya kalem.
Nikolai menganga. “Luka?”
“Ah! Hallo, Bro!”
Nikolai benar-benar bingung harus bereaksi seperti apa melihat kedatangan tidak disangka-sangka ini. Luka Ivanov adalah teman masa kecilnya di Rusia. Usianya lima tahun lebih muda dari Nikolai. Berbeda dengan keluarga Grigorev yang menjalankan bisnis ilegal sejak lama dan menjadi seorang mafia, keluarga Luka adalah pebisnis baik-baik atau istilahnya mereka adalah orang-orang normal pada umumnya. Hanya kemudian ketika bisnis keluarga Ivanov sempat berselisih dengan mafia lain, keluarga Grigorev yang membantu mereka sehingga secara alami kedua keluarga ini berteman baik. Ivanov tidak akan mempermasalahkan atau ikut campur masalah internal Grigorev, pun sebaliknya. Pertemanan mereka mengesampingkan masalah keluarga masing-masing.
“Apa yang kau lakukan di sini, i***t!” Seru Nikolai marah. Ia langsung melompat dan berdiri tepat di depan Luka, membuat tubuhnya terhalangi dari pandangan Akiyama.
Luka tersenyum lebar. “Membantumu.” Jawabnya santai.
Nikolai sudah lama tidak bertemu dengan Luka. Sejak ia pindah ke Macau dan menjalankan bisnisnya di sini, Nikolai belum pernah kembali ke Rusia sama sekali. Lantas, bagaimana Luka bisa datang ke Macau yang jelas-jelas jaraknya begitu jauh dari Rusia? Lebih dari itu, mengapa dia bisa ada di markas Dragon’s Claws yang ada di Hong Kong?
Akiyama mendesis kesal melihat dua orang di hadapannya. Secara cepat ia langsung menembakkan peluru, membuat Nikolai dan Luka sama-sama melompat ke arah berlawanan untuk menghindar.
“Oops, nyaris saja.” Gumam Luka pelan.
Nikolai bernapas lega melihat Luka baik-baik saja, namun juga terkejut karena pria itu berhasil menghindar dengan sangat mudah. Ia tidak ingat Luka pernah belajar teknik-teknik seperti itu. Memangnya apa saja yang sudah ia pelajari selama Nikolai tidak pulang ke Rusia sama sekali?
“Kau—“
Luka tersenyum lebar menampilkan gigi-gigi putihnya. “Nanti aku jelaskan, sekarang lebih baik kita kalahkan dia dulu.” Luka kemudian beralih memandang Akiyama Toshiro dan menjilat bibirnya. “Pria keren.” Ucapnya santai.
Nikolai memutar bola matanya mendengar hal itu. Luka Ivanov terbiasa menilai penampilan orang lain dengan santai tanpa berpikir bahwa penilaiannya mungkin membawa kesalahpahaman dengan orang tersebut. Luka tampaknya santai saja dan tidak peduli dengan penilaian orang lain kepadanya. Setiap kali ditanya mengapa ia sering seperti itu, Luka hanya menjawab dengan santai dan tanpa beban bahwa ia hanyalah budàk visual yang tidak berdaya. Lelaki atau perempuan, siapa pun yang tampak menarik untuknya tidak akan lepas dari penilaian ambigu darinya.
“Luka!” Nikolai melempar salah satu pistolnya yang langsung ditangkap dengan tepat oleh Luka.
“Woah, thanks, Bro.”
Sungguh, Nikolai tidak tahu mengapa Luka datang dan apa alasannya tiba-tiba datang. Ada banyak pertanyaan mengenai kemunculan pria yang lebih muda darinya itu. Nikolai berusaha mengesampingkan hal itu dan lebih fokus untuk mengalahkan Akiyama Toshiro yang jelas-jelas berdiri dengan hawa membunuh di hadapannya. Entahlah, apakah kedatangan Luka benar-benar membantunya atau tidak.
“Well, let’s see.” Gumam Nikolai pelan.
***