Akiyama Tenzo masih berpikir, apa sebenarnya untungnya bagi dia membantu Nadia melaksanakan kenekatannya. Pertama kali ketika ia tahu bahwa kakaknya, Akiyama Toshiro merencanakan pembunuhan kepada Liu Jia Li dan mengambil Dragon’s Claws adalah ketika Akiyama Tenzo mendengar bahwa Liu Yantsui meninggal di tangan Bratva. Ia masih tidak tahu siapa yang membunuhnya, karena sepanjang yang Akiyama Tenzo ingat, pria Hong Kong itu benar-benar sadis dan tampak tidak mudah untuk dikalahkan. Tetapi kenyataannya memang pria itu mati.
Akiyama Toshiro tidak terima bahwa seluruh rencananya gagal. Ia telah mempertaruhkan banyak hal bekerja sama dengan Liu Yantsui. Memilih salah satu di antara Liu Jia Li dan Liu Yantsui sama-sama berisiko. Akiyama Toshiro hanya bisa memilih Liu Yantsui karena ia bermasalah dengan Liu Jia Li. Masalah yang cukup rumit dan melibatkan perasaan Liu Jia Li.
Akiyama Tenzo baru tahu bahwa Liu Jia Li menyukai kakaknya sejak lama. Sayang sekali, Akiyama Toshiro sudah memiliki kekasih yang ia perlakukan sangat istimewa melebihi apapun. Akiyama Tenzo juga mengenal kekasih kakaknya, dan ia sendiri tahu bahwa perasaan kakaknya tidak mungkin berubah hanya karena seorang pria cantik dari Hong Kong datang dan tiba-tiba mengatakan bahwa ia menyukainya. Kisah cinta di lingkup dunia bawah memang selalu rumit. Bahkan sebenarnya, lebih baik tidak perlu memiliki perasaan itu dan fokus terhadap diri sendiri.
Ya, seharusnya memang seperti itu, fokus kepada diri sendiri.
Lalu apa yang sebenarnya Akiyama Tenzo pikirkan hingga ia membantu Nadia bahkan membawa gadis itu ke Kowloon. Akiyama Tenzo tidak mau menjadi pengkhianat, dan ia dengan ketakutan besar malah memberitahu Nadia mengenai rencana kakaknya. Akiyama Tenzo tidak benar-benar dilibatkan dalam rencana tersebut, namun bukan berarti ia tidak tahu. Dilibatkan atau tidak, apapun rencana kakaknya, Akiyama Tenzo selalu tahu.
“Nadia…” Akiyama Tenzo menahan pergelangan tangan Nadia.
Gadis itu berhenti dan menoleh dengan kening mengerut. “Ada apa?”
“Tolong pikirkan lagi, apakah tindakanmu ini tepat? Mengapa tidak meminta kakakmu atau orang-orang Bratva yang memeriksanya?”
“Aku ingin memastikannya sebelum Nikolai tahu. Karena dengan begitu, Nikolai bisa mempersiapkan diri untuk kemungkinan-kemungkinan terburuk.”
“Tapi kau tidak mempersiapkan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi padamu.”
Nadia membuang napas kesal. “Tenzo, aku sudah mengatakannya padamu bukan? Jika kau tidak mau menemaniku, aku tidak masalah. Kau bisa kembali ke Makau, dan aku berterimakasih karena kau sudah mau mengantarku ke Kowloon. Aku sudah menginjakkan kaki di tempat ini, kau pikir aku akan menyia-nyiakan perjalanan Makau ke Hong Kong hanya dengan melihat salah satu bawahan rekan kakakmu berjalan dengan penyamaran sebagai warga lokal? Aku harus mendapatkan informasi yang lebih valid.”
Well, Nadia tahu bahwa apa yang ia lakukan adalah nekat. Beberapa waktu lalu ketika Bratva masih bermasalah dengan Liu Yantsui, Nadia juga dengan nekat menuruti kemauan mereka untuk dibawa ke Hong Kong karena ancamana bahwa Lin Xianming akan mati. Nadia mendapatkan pengalaman paling buruk sepanjang hidupnya, lalu hasilnya apa? Lin Xianming tetap mati di tangan para bedebáh itu. Lantas apa bedanya Nadia nekat dengan tidak jika pada akhirnya semua tetap berakhir dengan hasil yang serupa? Lebih baik Nadia nekat saja melakukan semua yang dia inginkan tanpa peduli risiko yang mungkin terjadi karena itu lebih bermanfaat ketimbang berusaha berhati-hati namun hasilnya sama saja.
“Tapi—”
“Sudahlah Tenzo, jangan membuang-buang waktu. Sekarang kau putuskan sendiri, kau ingin lanjut bersamaku atau pulang? Tenang saja, apapun keputusanmu adalah berdasarkan isi hatimu sendiri. Aku sudah cukup berterimakasih karena kau mau mengantarku kemari.”
Akiyama Tenzo menggigit bibirnya. Ah sial, ia tidak bisa meninggalkan gadis itu. “Oke, aku ikut denganmu.”
Nadia tersenyum tipis. “Thanks.”
***
Kowloon Walled City adalah area dengan bangunan-bangunan yang rapat. Abu busuk dari sampah-sampah yang ditinggalkan pada gang-gang itu benar-benar mengganggu indera penciuman. Tetapi dari padatnya bangunan tersebut, Nadia dan Akiyama Tenzo menjadi mudah untuk bersembunyi. Keduanya masih mengikuti pria yang sama, yang menyamar menjadi seorang warga lokal namun pandangannya awas memeriksa sekitar.
“Ah! Aljando Guzman.”
Nadia menoleh. “Siapa?”
Akiyama Tenzo menunjuk seseorang dengan dagunya. “Bukankah kau tahu tentangnya? Dia berada di pertemuan kapal pesiar yang kau hadiri.”
“Huh? Kau tahu aku ada di sana?”
Akiyama Tenzo melirik ke arah lain. “Pertemuan pertama kita bukan ketika aku menghajar beberapa orang di dekat sekolah waktu itu, melainkan ketika kita sama-sama ikut dalam kegiatan kakak kita di kapal pesiar.”
Nadia menaikkan sebelah alisnya, bertanya-tanya apakah yang dikatakan oleh Akiyama Tenzo itu benar. Nadia sungguh tidak ingat dengan orang-orang yang ada di sana. Hanya beberapa saja yang masih teringat di memori Nadia karena hari itu memang sedang dalam kondisi kacau. Nadia ingat tentang Akiyama Toshiro, namun sama sekali tidak ingat bahwa Akiyama Tenzo juga ada di sana hari itu. Terlebih, dia juga mengingat Nadia.
“Ah, aku tidak ingat.”
“Lupakan soal itu.” Akiyama Tenzo kembali menatap ke arah lelaki dengan pakaian santai dan rambut brunette panjang yang diikat senbagian. “Kau tidak ingat dengannya? Alejandro Guzman?”
“Aku ingat dengan wajahnya, namun aku sama sekali tidak ingat dengan namanya. Orang Meksiko itu ‘kan?”
Akiyama Tenzo mengangguk. “Dia yang paling semangat dengan rencana ini.”
“Yeah, aku ingat dia berkali-kali mengatakan hal-hal tidak pantas kepada Jia Li Gege di pertemuan waktu itu.”
“Ada berapa orang lagi?”
Akiyama Tenzo menggeleng. “Aku tidak tahu pastinya, yang jelas ada lebih dari sepuluh pemimpin organisasi yang bergabung dengan rencana ini.”
“Wow, kakakmu benar-benar sialan.”
Akiyama Tenzo menghela napas. “Aku tahu dan tidak akan menyangkalnya.”
“Alejandro Guzman itu—” Nadia melebarkan matanya.
“Nadia?”
“Dia salah satunya?”
Akiyama Tenzo mengikuti arah pandang Nadia dan menemukan seorang perempuan dewasa memakai kemeja hitam dan celana jeans ketat. Ia memiliki rambut panjang yang diwarnai hijau gelap serta beberapa tindik di telinganya.
“Bukankah dia…”
Nadia mengepalkan telapak tangannya melihat wanita itu. “Phoebe Miller.”
Nadia sangat ingat dengan wanita itu. Dia satu-satunya pemimpin wanita yang datang di pertemuan kapal pesiar waktu itu. Phoebe selalu tampil dengan warna rambut mencolok dan berganti-ganti. Sebenarnya, Nadia tidak akan peduli dengannya seandainya Phoebe bukan salah satu orang yang menyatakan bahwa ia mendukungb Liu Jia Li. Mengapa Phoebe ada di sini jika dia mendukung Liu Jia Li?
“Kau ingat dengannya tetapi tidak ingat dengan Alejandro Guzman?”
“Tentu saja aku ingat. Siapa yang tidak ingat dengan dandanannya yang mencolok itu. Tapi yang membuatku mengingatnya, karena ia beberapa kali bekerja sama dengan Nikolai dan menyatakan dengan yakin bahwa ia mendukung Liu Jia Li.” Nadia terkekeh. “Lalu mengapa dia ada di sini sekarang?”
***