Promise

1127 Words
Nadia benar-benar tidak betah harus berbaring di atas ranjangnya sepanjang hari. Slava telah mengirimkan surat izin untuk tidak masuk sekolah termasuk surat keterangan dokter yang dibuat oleh dokter Reynold. Ini bahkan baru setengah hari, dan Nadia sudah mengeluh bahwa ia merasa bosan hanya memandangi langit-langit ruangannya. Nadia butuh bersosialisasi, atau setidaknya berbicara dengan orang-orang yang bukan dari golongannya. Satu-satunya cara untuk menjadi biasa saja seperti remaja-remaja lainnya adalah dengan berangkat sekolah, bertemu Lin Xianming, dan teman-temannya yang lain. Nadia benar-benar bisa merasakan hidup sebagai remaja hanya saat ia keluar dari markas Bratva dan bercengkrama dengan teman-temannya sekolahnya. "Bersabarlah Nona Nadia." Ucap Slava pelan. Nadia mendecak. Ia tahu dirinya bukanlah manusia sabar. Jujur saja, Nadia malah cukup tidak sabaran dalam setiap hal. Nadia adalah tipe orang ekstrover yang benar-benar suka berbicara dan melakukan sosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. Tentu saja berbeda antara bicara dengan teman-teman sekolahnya yang sebaya dengan orang-orang Bratva di markas. "Slava, pokoknya besok aku harus masuk sekolah!" Slava melebarkan matanya. "Anda masih sakit, Nona Nadia. Luka tembak bukanlah luka sembarangan yang bisa anda remehkan. Jangan menyiksa tubuh anda sendiri." Nadia memutar bola matanya. "Kalau begitu, antarkan aku ke rumah singgah yang biasanya dipakai untuk mengundang teman-temanku. Aku akan meminta Lin Xianming datang." "Bukankah berbahaya jika Nona Lin Xianming tahu bahwa anda terkena luka tembak?" "Slava, mana mungkin aku mengatakan bahwa aku sakit karena tertembak oleh seorang monster yakuza bernama Akiyama Toshiro. Tentu saja aku akan membuat alasan yang logis, astaga. Lagipula, Lin Xianming juga tidak akan mengerti lukaku berasal dari insiden apa." Slava menghela napas. "Lalu, bagaimana dengan memar-memar di wajah anda?" Nadia mendengus. "Bilang saja kau tidak ingin aku keluar." Slava menggeleng kencang. "Bukan begitu, Nona Nadia. Saya tahu anda perempuan yang kuat, bahkan setelah mendapatkan siksaan separah ini. Menemui Nona Lin Xianming juga bukanlah hal yang salah, tetapi apakah anda tidak bisa menunggu setidaknya beberapa hari lagi agar memar di wajah anda sedikit memudar? Nona Nadia bilang sendiri bahwa anda tidak ingin membuat teman-teman anda khawatir. Nona Lin Xianming pasti langsung menangis saat melihat keadaan anda." Nadia menghela napas, apa yang dikatakan Slava adalah kebenaran. Lin Xianming adalah seorang gadis yang sangat cengeng. Ia bahkan bisa langsung menangis hanya karena jemarinya tidak sengaja tergores pinggiran meja. Entah seheboh apa dirinya menangis jika Lin Xianming melihat bagaimana memar-memar di tubuh Nadia. Nadia bisa bersabar dalam beberapa hal, dan begitu tidak sabar dalam beberapa hal pula, contohnya, terpaksa harus berada di ruangannya dan hanya bisa turun ranjang hanya untuk ke toilet yang juga masih di dalam kamarnya. Nadia menatap Slava. "Oh, bagaimana keadaan Nikolai?" "Tuan Nikolai baik-baik saja, ia sudah dalam penanganan yang tepat dan sekarang masih dalam masa pemulihan." "Aku dengar dia juga tertembak." Slava mengangguk. "Karena ia tertembak di bagian pinggang dan cukup lama tidak segera dilakukan penanganan seperti Nona Nadia, Tuan Nikolai kehilangan cukup banyak darah. Lalu..." Slava melirik Nadia yang mengernyit bingung dengan kalimatnya yang menggantung. "... Tuan Liu Jia Li memberikan darahnya untuk Tuan Nikolai karena mereka memiliki golongan darah yang sama." Nadia terkejut. "Benarkah? Bratva bisa membeli darah orang lain untuk menangani Nikolai 'kan?" Slava mengangguk. "Tuan Jia Li yang menawarkan dirinya. Dokter Reynold sudah memeriksa dan golongan darahnya cocok. Saya tidak tahu mengapa Tuan Liu Jia Li bersikeras melakukannya, tetapi syukurlah, berkat hal itu Tuan Nikolai bisa segera ditangani dengan baik." Nadia mengangguk paham. “Ah, bisakah aku keluar ke taman?” Slava mengangguk. Ia keluar untuk mengambil kursi roda meski Nadia telah mengatakan bahwa dirinya bisa berjalan dan tidak lumpuh. Terkadang, Nadia merasa bahwa Slava dan orang-orang Bratva lainnya terlalu memperlakukannya seperti Tuan Puteri. Padahal, prinsip Bratva benar-benar berbeda. Mereka adalah keluarga, dengan atau tanpa hubungan darah. Nadia merasa tidak terbiasa diperlakukan terlalu tinggi. Nadia terkejut ketika yang datang dengan kursi roda bukanlah Slava, melainkan Yao Wang yang menatapnya dengan ekspresi datar. Nadia diam-diam menghela napas. Slava pasti sengaja melakukannya untuk menggodanya. Nadia tidak masalah bersama dengan Yao Wang di hari-hari biasa, ia malah senang, namun karena kejadian semalam, Nadia merasa tidak siap bertemu Yao Wang. Kadang-kadang, Nadia juga bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Untuk apa pula dia bersikap malu-malu padahal dia lebih sering melakukan hal-hal memalukan dan konyol. “Mari saya bantu, Nona Nadia.” Yao Wang memegangi bahu dan pinggang Nadia dengan hati-hati, berusaha menempatkannya ke kursi roda tanpa membuat lukanya terbentur dengan keras. Nadia merasakan kulit Yao Wang begitu dingin entah karena apa. Pria itu membawa Nadia ke taman di belakang markas Bratva. Cuaca sedang mendung sehingga Nadia tidak perlu merasa kepanasan. “Yao, kenapa kau yang membawaku ke taman? Di mana Slava?” “Dokter Reynold meminta bantuan kepadanya untuk mengambil beberapa perlengkapan di rumahnya. Apakah anda keberatan Nona Nadia?” Tentu saja tidak! Nadia menjerit dalam hati, tetapi tentu saja ia tidak akan mengatakannya dengan santai seperti biasa. Nadia belum dalam kondisi fisik yang siap untuk melancarkan usaha mendekati Yao Wang. Jujur saja, jika Yao Wang lebih memperhatikannya ketika Nadia sakit, mungkin Nadia akan sedikit memperpanjang sakitnya untuk mendapatkan perhatian Yao Wang. Nadia menggeleng pelan. “Apa sih yang kupikirkan.” “Maaf, Nona Nadia?” “Ah, tidak, bukan apa-apa.” Yao Wang mengangguk dan kembali diam. Nadia benar-benar tidak suka dengan suasana canggung di sekitarnya. Nadia sudah berulang kali mengatakan kepada Yao Wang untuk lebih ekpresif dan berbicara banyak. Tidak harus langsung melakukannya, ia bisa berlatih dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan basa-basi. Tetapi Yao Wang tetaplah Yao Wang. Ia tidak akan berbicara jika tidak ada yang perlu untuk dikatakan. “Yao, kau mau membantuku?” “Jika saya bisa, akan saya lakukan.” Nadia menyeringai. “Antarkan aku keluar untuk bertemu dengan Lin Xianming.” Yao Wang langsung menahan pergelangan tangan Nadia yang hendak berdiri dari kursi rodanya. Ia menggeleng. “Anda dilarang keluar sebelum seluruh luka anda sembuh. Tolong mengerti, Nona Nadia.” Nadia mendecak. “Ayolah, aku akan memberikan apapun yang kau mau. Okay?” Yao Wang menggeleng. “Tidak bisa, Nona Nadia.” “Asataga Yao, bisakah kau kooperatif denganku setidaknya sekali saja? Kupikir, kau belum pernah sekali pun mengiyakan apa yang kupinta. Padahal, aku juga bukannya meminta hal-hal di luar nalar.” Yao Wang memejamkan matanya sebentar. “Apapun yang Nona Nadia minta dan saya bisa melakukannya akan saya berikan, tetapi dengan syarat anda tidak keluar sebelum seluruh tubuh anda kembali sehat.” Nadia melebarkan matanya. “Kau serius?” Yao Wang mengangguk. “Okay, setelah aku sembuh, ayo datang ke kafe di dekat sekolahku, kau harus merasakan kue-kue dan es krimnya. Bukan permintaan yang berat ‘kan?” Yao Wang mengangguk. “Baik, Nona Nadia.” Nadia tidak bisa menghentikan senyumnya mendengar hal itu. Mungkin bukan hal yang begitu sulit untuk mayoritas orang, tetapi mengajak Yao Wang keluar berdua saja apalagi mengunjungi kafe yang jelas-jelas bukan kebiasaannya adalah sesuatu yang nyaris mustahil. Nadia benar-benar menantikan kesembuhannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD