02. Bertemu Lelaki Misterius

1326 Words
Pagi-pagi sekali Luna sudah datang sebagai pengganggu. “Ana, buka pintunya.” Membuka kasar pintunya. “Apakah kau tidak tahu waktu, hah?” Luna langsung menerobos masuk. Ana kesal. “Apa yang kau cari?” “Aku meninggalkan catatanku di sini. Apakah kau melihatnya?” Dagunya menunjuk ke atas nakas. “Syukurlah, kau tidak membuangnya.” “Catatan apa itu?” “Mr. Luke, memberiku nomor ponsel salah satu CEO Enstein Group.” Mengernyit. “Untuk apa dia memberimu nomornya? Apakah ingin menjodohkan CEO tersebut denganmu?” Ana tahu pertanyaannya ini terdengar konyol. Ah, masa bodoh. Ia kembali ke ranjangnya, memeluk guling. Dalam waktu singkat ia sudah tertidur karena semalam tidurnya terganggu akibat memimpikan Harry. “Ana, aku kembali ke kamarku, ya?” Luna mengernyit, Ana tidak menyahut. Betapa terkejutnya mendapati Ana tertidur pulas. Ada panggilan masuk dari Luke di ponsel Ana. Luna menggigit ujung bibirnya. “Aku angkat tidak, ya?” Akhirnya mengabaikan panggilan tersebut. Namun, ponsel tersebut kembali berdering. “Sepertinya ini telepon penting.” Membangunkan Ana dengan mengguncang pundaknya secara perlahan. “Ana, bangunlah. Mr. Luke, menghubungimu.” “Ehm, angkat saja.” “Dia menghubungi ponselmu. Bicaralah dengannya.” Menempelkan ponselnya ke telinga Ana. “Hello,” khas suara berat. Luna yakin Luke sedang mengernyit. Tebakannya itu pun terbukti benar. “Miss Rose, apakah kau baru bangun?” “Siapa ini?” Tanyanya malas-malasan dengan mata memejam. “Luke Drawis.” Menegakkan duduknya. “Mr. Luke ... oh, sorry. Saya tidak tahu kalau yang menghubungi saya ini ... Anda.” “Tak masalah, Miss. Rose. Sorry, mengganggu waktu Anda. Silakan kembali beristirahat.” Ana mengembus napas berat ketika panggilan terputus. “Kenapa kau tidak memberitahu kalau Luke yang menghubungiku, hah?” “Sepertinya pendengaranmu itu perlu kau periksakan ke dokter.” “Aku tidak tuli.” “Periksakan saja pada dr. James. Pastinya dengan suka rela menanganimu. Dia kan menyukaimu.” “Diam kau.” Terkkeh kecil. “Baiklah, karena kau sudah bangun. Aku pergi.” Memutar tubuh. “Acara pagi ini pukul 10.00. Sebaiknya, segera bersiap supaya kau bisa bertemu dengan Mr. Luke mu yang super tampan itu.” Mengerling genit. Melempar guling ke arah Luna. Sial, tubuh Luna sudah tenggelam di balik pintu. “Dasar asal bicara.” Wajah Ana berseri-seri kala membayangkan CEO muda, Luke Drawis. “Pasti banyak wanita yang sudah kau kencani, tapi siapa yang bisa menolak pesonamu, Mr. Luke.” Tiba-tiba Ana berfantasi liar kala tangan kekar memeluknya. Bibirnya yang sedikit tebal menciumnya. Dan hal paling gila yang merasuki pikirannya, nama belakangnya menyandang nama belakang Luke yaitu Anastasia Drawis. Senyum mengembang terukir di bibir. Namun, dalam sekejap senyuman tersebut menguap entah kemana ketika ingatannya di penuhi kisah kelamnya bersama Harry. Wajahnya mengeras, bibir membentuk garis lurus, kedua tangan mengepal erat sampai tertancap kukunya yang runcing. “Auch ... “ rintihnya kesakitan. -- Siang ini adalah puncak acara. Ana di temani Luna menghadiri acara tersebut. Ia terlihat sangat cantik dalam balutan dress kuning. Panjang dress tersebut mencapai mata kaki. Mode dress tersebut press body dan memiliki mode leher strapless. Rambutnya yang panjang di biarkan tergerai. Warna pirang menjadi perpaduan khas. Ana terlihat mahal juga berkelas. Pergelaran pun di mulai. Ana duduk di sebelah Luke, juga beberapa rekan artis lainnya. Para model sedang berjalan lenggak lenggok di atas cat walk memperagakan busana bermerk Bluberry. Gaun-gaun tersebut menekankan pada diamond yang di luncurkan tahun ini. Pergelaran selesai. Dan pada malam harinya di lanjut dengan acara makan malam yang di adakan secara tertutup. Dalam acara makan malam tersebut tidak hanya di hadiri Ana, dan 2 rekan artis lainnya. Akan tetapi, ada 4 lelaki lainnya berbalut tuxedo dilengkapi dengan dasi kupu-kupu. Sepertinya ke 4 lelaki tersebut merupakan jajaran CEO yang tergabung dalam Enstein Group. Luke tidak mau jauh-jauh dari Ana. Dia memilih tempat duduk di sebelah Ana. “Semoga Anda menyukai hidangan makan malam sederhana ini, Miss Rose.” Ana tersenyum. “Hidangan malam ini luar biasa, Mr. Luke. Terima kasih sudah menjamu saya.” “Semoga cocok dengan lidah Anda.” Ana merasa ada seorang lelaki yang mengawasinya secara intens. Lelaki tersebut duduk pada kursi yang berseberangan dengannya. Ketika Ana mendongakkan wajah, sedang menatapnya. Lelaki tersebut menundukkan wajahnya. Entah bagaimana cara Ana menjelaskan. Berada di lekat lelaki tersebut. Ana merasa berbeda. Merasakan getaran luar biasa. Baginya, ini menjijikkan. Karena ia telah mengubur hatinya bersama masa lalunya yang menyakitkan. Ana ingin mengamati wajah lelaki tersebut. Sayangnya, Luke tak memberinya kesempatan. Luke terus mengajaknya berinteraksi. Tak memberi kesempatan bagi Ana mengamati 2 lelaki tampan lainnya. Luke ingin pandangan Ana hanya tertuju padanya. “Acaramu hari ini sukses besar, Mr. Drawis.” Celetuk salah satu di antara mereka. Rekan satunya lagi menyahut. “Baru kemarin foto Miss Rose sebagai brand ambassador Lagon dan Bluberry di muat. Sudah ada satu juta yang like. Itu artinya Miss Rose memberi impact yang bagus pada-” Tatapan Luke penuh pemujaan pada Ana. “Anda luar biasa, Miss Rose.” Mengecup lembut punggung jemari. “Saya yakin penjualan akan memenuhi target seperti pada tahun-tahun sebelumnya.” “Terima kasih atas kepercayaan Anda, Mr. Luke.” Lelaki bermata dark brown tak suka melihat Luke mencium punggung jemari Ana. Dia setengah membanting sendok ke atas piring. Ana menoleh padanya. Lelaki tersebut menghunjamnya dengan tatapan dingin. Ana pun merasa tak nyaman dan ingin menanyakan mengenai siapa lelaki tersebut? Kenapa sorot matanya begitu menakutkan? Akan tetapi, Luke tidak memberi kesempatan. Selesai menyantap makan malam. Luke mengajak rekan sesama CEO juga Ana dan 2 rekan artis lainnya menuju ruang santai. Di ruangan tersebut terdapat sekitar 20 kursi berlengan. Luke kembali mendekati Ana dengan duduk di sebelahnya, mengajaknya berinteraksi kembali. Di suguhkan pada kedekatan Ana - Luke. Lelaki bermanik dark brown marah. Dia setengah membanting gelas ke atas meja memancing semua yang ada di ruangan tersebut menoleh padanya. “Saya permisi dulu.” “Tunggu, Mr. Benedic.” Menatap Luke, lalu beralih pada Ana. Ana bergetar sepasang manik dark brown menatapnya dingin. “Saya sudah ada janji, Mr. Drawis. Permisi.” Suasana menjadi hening. Luke menatap Ana hangat. “Mari kita lanjutkan ngobrolnya. -- Luke mengajak Ana jalan-jalan mengunjungi galeri Logan dan Bluberry. “Tiga merk lainnya ada di tempat berbeda. Saya harap keberadaan Anda di sini lama, Miss Rose. Jadi saya bisa mengajak Anda mengunjungi ke tiga tempat tersebut.” “Apakah ke dua lelaki yang hadir tadi merupakan CEO dari-” “Benar sekali. Saya menaungi merk Lagon dan bluberry.” “Mr. Benedic, menaungi merk Sapphire dan iRhone.” “Mr. Grimes, menangungi merk Baylei.” Ana di tunjukkan koleksi Lagon dan Bluberry. Deretan diamond berjejer rapi. Ana menangkap sebuah kalung bermata sapphire yang di letakkan di tempat khusus. “Pasti kalung tersebut spesial.” Gumamnya. Luke tersenyum lalu mengajaknya mendekati kalung sapphire tersebut. “Kalung ini memiliki mata sapphire yang sangat cantik.” Menoleh pada Ana. “Sayang sekali kalung ini tidak di bawah naungan saya.” Mata Ana berbicara. Maksud Anda? “Kalung ini di bawah naungan Mr. Benedic. Saya menyukainya jadi saya memintanya untuk mengoleksinya dan menempatkannya di sini.” “Mr. Benedic, yang mana? Ada empat lelaki yang hadir. Apakah Mr. Benedic yang memiliki tatapan maut itu?” ucapnya pada diri sendiri. “Saya membayangkan jika kalung ini menyatu dengan kulit Anda. Pasti sangat cantik.” Menempelkannya ke leher Ana. “Sayang sekali ini limited edition. Ini satu-satunya yang ada di Dunia. Saya harus meminta persetujuan Mr. Benedic untuk mengeluarkannya dari sini.” Entah sudah berapa banyak air liur Ana menetes di manjakan dengan kalung yang sangat cantik. Ia membayangkan seandainya kalung tersebut melingkari lehernya. Luke meletakkan kembali kalung tersebut ke dalam kaca. Terlihat jelas dari sorot matanya bahwa kalung tersebut sangatlah berharga. “Mari kita lihat koleksi lainnya.” Ana di bimbing ke sebuah ruangan. Di ruangan ini baju-baju dan tas bermerk Bluberry berjejer rapi. “Silakan Anda pilih yang Anda suka, Miss Rose.” Jujur Ana sama sekali tak tertarik. Ingatannya di penuhi dengan kalung bermata sapphire yang sangat indah. Seandainya saja aku bisa memilikinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD