04. Mengingatkan Kembali Pada Masa Lalu

1422 Words
“Mr. Luke, meneleponmu berkali-kali. Kenapa tidak kau angkat?” “Malas saja berbincang dengannya.” “Bukankah kau mengaguminya?” “Awalnya, iya. Lama-lama dia membosankan.” Ungkapnya secara terang-terangan. Melempar tasnya jauh ke ranjang lalu membanting tubuhnya ke sofa. Ana paling benci lelaki genit, perayu, menunjukkan perasaannya secara terang-terangan. Ia lebih suka lelaki coll dan sedikit misterius. “Hari ini, melelahkan sekali.” iPhone Luna kembali berdering. “Segera angkat, Luna. Suaranya berisik.” Menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Kedua mata memejam rapat. “Mr. Luke, meneleponku kembali.” Menyerahkan ponselnya pada Ana. Bicaralah dengannya.” Mendorong kembali ponsel tersebut. “Kau saja yang berbicara dengannya.” “Hai, ini Luke-mu. Pastinya kau merindukan lelaki pujaanmu, kan?” “Omong kosong.” Ana berlalu menuju kamar mandi. Luna segera mengangkat panggilan dari Luke. “Hello, Mr. Drawis.” “Hello, Miss Luna. Apakah Miss Rose bersama Anda.” “Miss Rose, sedang istirahat.” “Apakah Miss Rose sakit?” “Tidak.” Luna yakin bibir kokoh Luke sedang mengulas senyum. “Malam ini, Jack, akan menjemputnya. Sampaikan kepada Miss Rose supaya bersiap. Bye, Miss Luna.” Menutup sambungan telepon. Ana keluar dari kamar mandi. “Bersiaplah, nanti malam Luke akan mengirim Jack untuk menjemputmu.” “Kau menjawab apa?” “Aku tidak mengatakan apa-apa. Setelah menitip pesan untukmu. Dia langsung mematikan telepon.” “Aku malas datang ke acara makan malam itu, Luna. Kau saja yang datang.” “Kalau aku modelnya. Dengan senang hati aku datang. Sayangnya, aku hanya manager mu. Tentunya mereka jijik dengan kehadiranku.” Duduk di sebelah Ana. “Kumohon datanglah.” Menghunjam Luna dengan tatapan sinis. “Ingatlah kembali bagaimana perjuanganmu dari titik nol sampai berada di puncak karir. Mendapatkan kepercayaan dari, Mr. Luke, CEO Enstein Group adalah pencapaian luar biasa. Jangan rusak kepercayaannya. Jangan sampai Caitlin mengambil kesempatan ini dan menyingkirkanmu.” “Jika dia melakukan itu. Aku akan menghabisi karirnya sebagai model.” “Untuk itu tetap jaga kepercayaan, Mr. Luke. Dia memiliki lima merk besar dan kelimanya berada dalam genggamanmu. Jangan sampai kau kehilangan segalanya karena keegoisanmu itu, Ana.” Yang di katakan oleh Luna ada benarnya. “Jam berapa Jack datang menjemputku?” “Pukul 19.00.” Luna tahu Ana menghela napas lelah. “Masih ada empat jam sebelum pukul 19.00. Istirahatlah.” “Kau mau ke mana?” “Ke apartement-ku. Malam ini, Nick datang berkunjung.” “Sungguh?” Matanya berbinar. “Ya.” “Sampaikan salamku padanya.” “Tentu.” Mengerling genit. “Selamat bersenang-senang nanti malam, Ana.” -- Bel apartement terus menerus berdering. Ana menggeram kesal. “Pasti itu Jack.” Memastikannya kembali melalui interkom. Tepat sekali Jack yang berdiri di balik pintu. Membuka pintunya secara kasar. Jack terkesiap. “Selamat malam, Miss Rose. Kenapa Anda belum siap? Mr. Drawis, dan yang lainnya sudah menunggu.” Bibir Ana baru saja terbuka. Ia hendak mengatakan bahwa sedang tidak enak badan. Di saat bersamaan Luna menelepon. “Tunggu di sini.” “Baik, Miss.” Ana berbicara dengan Luna. “Ada apa menghubungiku?” “Caitlin, baru saja menelepon. Dia memberitahu bahwa dia juga di undang secara khusus oleh, Mr. Luke. Jangan memberi kesempatan kepada Caitlin melakukan hal gila pada Mr. Luke-mu. Kumohon datanglah ke acara tersebut, Ana.” Ana menggeram. “Dia bukan Luke-ku.” “Tapi dia menyukaimu. Terlihat jelas dari sorot matanya. Luke, tertarik padamu.” “Omong kosong.” Melempar ponselnya jauh ke sofa. -- Luke gelisah karena Jack belum juga kembali. “Pasti Jack sedang dalam perjalanan. Bersabarlah.” Andrew menenangkannya. “Ini lebih lama dari yang kuperkirakan.” “Kau terlalu khawatir, Luke.” Di antara kedua CEO tampan tersebut ada Sean Ell Benedic. Dia hanya mendengarkan. Namun, terkesiap mendapati kenyataan bahwa Ana tidak memiliki bodyguard. “Apakah yang kau katakan ini benar?” Sean bertanya pada Andrew. “Ya, Miss Rose, tidak suka di kawal oleh bodyguard.” “Tapi dia itu super model. Tentunya memiliki banyak sekali musuh yang ingin menyingkirkannya.” Andrew mengedikkan bahu acuh tak acuh. Sean menggeram kesal. Hal sebesar ini kenapa tidak kau sampaikan padaku, Freddy? -- Sesampainya di halaman depan sebuah bangunan besar nan megah. Ana tahu ini mansion. Jack segera keluar dari mobil lalu membuka pintu samping. “Silakan, Miss.” Seorang wanita berbalut pakaian pelayan berlari ke arahnya. “Miss Rose, mari ikuti saya.” Langkah wanita itu lebar. Ana terpaksa mengikutinya. Sesampainya di depan pintu marmer menjulang tinggi. Wanita tersebut memencet tombol. Pintu besar tersebut tergeser ke sisi kiri. Betapa terkejutnya Ana. Di ruang makan sudah di penuhi 3 lelaki tampan termasuk Luke, dan 2 wanita cantik. Salah satu dari wanita tersebut. Ana mengenalnya sebagai Yerin, rekan sesama model yang tergabung dalam Baylei. Namun, satu lagi yang duduk di samping Sean, ia tidak mengenalnya. Paras wanita itu sangat cantik. Memiliki mata bulat, bibir seksi dan yang paling membuatnya iri. Rambutnya hitam legam. Entah kenapa hati Ana bagai di remas ketika wanita tersebut bergelayut manja dalam lengan kekar Sean, dan Sean terlihat nyaman. Akan tetapi, tatapannya tak lepas dari Ana. Luke menyambut kedatangannya. Meraih jemari lentik membawanya mendekat ke bibirnya lalu menciumnya. “Terima kasih menyempatkan waktu memenuhi undangan saya.” Ana membalasnya dengan seulas senyum tipis. Sangat tipis hingga Luke saja tidak tahu bahwa ia sedang tersenyum. Luke membimbingnya duduk pada kursi yang tersedia lalu dia duduk di sebelahnya. Selama acara makan malam berlangsung. Sean tak melepaskan tatapannya dari Ana sampai Celine, yang duduk di sebelahnya merasa di abaikan. “Mr. Benedic, apakah kau mau mencoba coda ini?” “Tidak.” Khas suara berat. Di depan Ana. Sean irit berbicara. Dia juga selalu menatap Ana dingin. Bahkan tatapan matanya mampu menusuk ke kedalaman hati Ana. Ana merasa ada yang aneh. Cara menatap Sean mengingatkannya pada Harry. Dengan segera membuang pikiran tersebut. Ana tidak mau mengingat kembali mengenai Harry, mantan kekasih yang menenggelamkannya ke dalam jurang kegelapan berselimut duri pesakitan. Ia pun hanya mengaduk-aduk pasta all’amatriciana. Ia sama sekali tak bernapsu menyantapnya. “Miss Rose, Apakah makanan ini tidak enak?” Luke bertanya dengan tatapan hangat. “Sangat lezat.” Puji Ana, matanya berbinar. “Kalau begitu silakan Anda lanjutkan.” Ana enggan memasukkan pasta all’amatriciana ke mulutnya. Jujur, ia tidak menyukai rasanya. Sean memberi perintah kepada maid untuk membawakannya cacio e pepe. “Ini, Sir.” Sean menyerahkan cacio e pepe kepada Ana. “Ini makanan pavorit Anda, kan? Silakan menikmati.” Ana tertegun. “Bagaimana dia tahu cacio e pepe, makanan pavoritku? Tidak ada seorang pun yang tahu kecuali ... Harry.” Gumamnya. Luke mengernyit. “Dari mana Anda tahu Miss Rose menyukai cacio e pepe?” “Hanya menebak saja.” Jawab Sean acuh. Dia kembali memasukkan makanan ke mulutnya. Senyum di bibir Sean mengembang. Ana menyantap cacio e pepe dengan lahap sampai pada suapan terakhir. Selesai menyantap makan malam. Seperti biasa Luke mengajak ke ruang santai. Ana duduk di sebelah Yerin. Kali ini tidak memberi kesempatan bagi Luke mendekatinya. Sean pun senang mengetahui kenyataan tersebut. Senyum mengembang pun terus menghiasi bibirnya. Sean sedang berbincang dengan Luke, dan Andrew. Celine yang menempel bagai lalat merasa bosan. Celine memutuskan bergabung dengan 2 rekan lainnya, Ana - Yerin. Ana menyambut kedatangannya. “Kita belum berkenalan.” Mengulurkan tangannya. “Saya Anastasia Rose. Anda bisa memanggil saya, Ana.” Celine menyambut uluran tangannya. “Senang berkenalan denganmu, Ana. Saya Celine.” Ana tersenyum. “Omong-omong sepertinya kita seumuran.” “Berapa usiamu, Celine?” “Aku 24 tahun.” “Aku lebih muda 3 tahun darimu.” “Kau 21 tahun. Berarti seusia Yerin.” Ana menanggapinya dengan senyuman. “Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Apakah kau baru bergabung dengan Baylei?” “Ya.” Jawab Celine dengan bangganya. Perbincangan mereka tak sampai seputar Baylei dan dari perbincangannya inilah di ketahui satu hal bahwa Celine merupakan artis asal Kanada. “Itu Negara yang sangat jauh. Bagaimana Anda mengenal, Mr. Benedic? Apakah Mr. Benedic juga berasal dari Kanada?” Pertanyaan darinya mencipta ketegangan di wajah Celine. Ana pun menyesalinya. “Sorry, saya tidak bermaksud bertanya mengenai kekasih Anda.” “Jadi kau berpikir Mr. Benedic kekasih-ku?” “Kekasih siapa?” Sean bertanya dari arah belakang kemudian berjalan menghampiri Celine, memeluk erat pingangnya, akan tetapi tatapan mata tak lepas dari sepasang mata seindah birunya ombak. Ana bergetar di buatnya. “Ana, mengira kita sepasang kekasih.” Menoleh pada Sean. Mencium pipi Celine. “Ini sudah malam. Aku harus segera mengantarkanmu ke hotel, ayo.” “Kau akan menemaniku, kan?” Mata Sean menahan mata Ana. “Tentu saja, darling.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD