bc

Help Me (Kesalahanku Membuatmu Mencintaiku)

book_age18+
657
FOLLOW
5.2K
READ
possessive
independent
comedy
sweet
bxg
office/work place
others
affair
wife
friends
like
intro-logo
Blurb

Lara itu beruntung. Suaminya yang bernama Dimas romantis abis, kemana-mana harus sama-sama, gaji tiap bulan dikasih sama struk-struknya. Bahkan Lara kehabisan garam saat masak aja, Dimas rela pulang dulu, untuk bawain garam, padahal sedang bekerja. Namun ada satu hal yang membuat Lara harus merelakan Dimas

chap-preview
Free preview
Kecoa Tetangga
Seorang ibu rumah tangga, yang sedang memasak sambil menyalakan mesin cuci itu tampak memasang tanduknnya, walau tidak terlihat. Dia bernafas dengan kasar. Sebentar lagi, akan ada bom atom di rumah KPR berukuran kecil ini. Penyebabnya adalah sang suami beserta anak-anaknya yang selalu saja menanyakan hal yang bisa mereka temukan sendiri.  "Mah, celana kerja Ayah yang kemarin di mana ya?"  "Mah, sabuk celana Shaqa hilang."  "Mah, Senja belum mengerjakan PR, semalam ketiduran."  "Dimas, urus anak-anak kamu! Aku lagi masa ya Tuhan, ini juga cucian belum selesai. Kamu gak bisa apa cari sendiri celananya, kan aku bilang, celananya ada di lemari bagian ke dua paling ujung. Kamu mau bikin aku darah tinggi atau gamana sih, masa semua harus serba aku. Kamu inisiatif sendiri gak bisa emang?"  "Mah, Tempenya gosong."  Seketika, mereka semua bubar dari dapur dan mencari kebutuhannya masing-masing. Karena bisa dipastikan wanita bernama Lara itu akan teriak, menyebabkan tetangga akan datang ke rumah mereka.  "KALIAN!!!"  suara itu sangat nyaring. Namun, ayah dan anak begitu kompak untuk menutup kuping mereka. Kecuali Septian, bocah berusia satu tahun itu justru tersenyum mendengar teriakan sang Ibu.  "Assalamualaikum, Bu lara ada apa?" Tanya Tetangga yang sangat perhatian itu. Dimas menghela nafasnya. Lalu berjalan untuk menemui ibu-ibu yang banyak kerjaan itu.  "Waalaikumsalam, maaf Bu, istri Saya gak apa-apa, dia kaget lihat ada kecoa."  "Emang kecoa yang kemarin belum dikeluarin juga Mas?"  Glek. Dia lupa, alasan yang dipakai, sama dengan yang kemarin. Dimas menggerakkan tangannya berpura-pura merapihkan rambut.  "Anu Bu, sudah."  "Ayah, PR Aku nomor dua gimana ini?" Baru kali ini, dia bersyukur sekali memiliki anak yang bernama senja. Walaupun sangat lambat dalam membaca dan belum bisa menghitung. Dia menyelamatkan keluarga ini dari manusia yang kelewatan penasaran, mungkin kehabisan bahan untuk digosipkan. Apalagi, selama ini, rumah tangga mereka sangat jauh dari gosip.  Mereka sudah kehilangan selera makan, saat tempe gosong ikut disajikan. Lara tak ambil pusing, dia masih mundar mandir ke kamar mandi, cuciannya masih banyak. Padahal hanya dua hari tidak mencuci.  "Mah, Shaqa beli nasi kuning aja ya di sekolahan."  "Iya, Senja juga."  "Jangan, masih pagi sudah makan yang bersantan. Gak baik tau."  "Emang makan tempe gosong bagus untuk kesehatan Mah?"  "Itu bukan gosong, hanya terlalu matang."  "Aku mendadak suka sayuran pagi ini,"  "Shaqa juga."  "Senja juga."  Lara tersenyum, dia memang sejanga melakukan ini, karena mereka sangat sulit makan sayur. Jika begini, walaupun terpaksa, mereka akan tetap melahapnya sampai habis. Di rumah ini, Dimas memang seperti suami sakut istri. Lelaki itu, tidak bisa bersikap kasar apalagi memarahi istrinya. Karena mengingat perjuangannya untuk mendapatkan Lara tidak mudah. Dia tidak ingin mensia-siakannya begitu saja. Lagipula, dia sangat menghargai wanita yang melahirkan anak-anaknya. Namun, Dimas tetaplah seorang laki-laki. Dia akan mengeluarkan sisi tegasnya. Seperti, dia meminta agar Lara tidak perlu bersolek, jangan bercengkrama dengan laki-laki, karena Dimas tipe pecemburu. Dia juga akan tegas, jika ada masalah mengenai anak-anaknya.  Semua nampak baik-baik saja. Jauh sebelum, Lara melihat teman-temannya yang berada di sosial media, banyak sekali dari mereka yang tetap terlihat cantik dan bebas. Mereka terlihat bahagia, bisa jalan-jalan ke sana-sini. Sementara dirinya, hanya ingin pergi ke minimarket saja. Harus menunggu Dimas pulang kerja. Dia sadar, bahwa dirinya sudah menjadi seorang istri dan ibu. Dia juga tidak akan main belakang. Lagian siapa juga yang mau. Semenjak menikah, Lara sudha tidak pernah lagi ke salon, dia juga tidak memakai skincare apapun. Hanya air wudhu. Yang menolongnya mungkin, karena belum ada tanda-tanda penuaan, padahal umurnya sudah kepala tiga lebih. Badannya pun berubah drastis. Rasanya dia sudah tidak memiliki pinggang. Semua lurus dari atas ke bawah. Melahirkan anak tiga. Membuatnya kesulitan untuk menurunkan menaikan berat badan. Dia sudah minum vitamin, tapi tetap tidak mempan. Terkadang, saat kumpul.keluarga besar Dimas akan menjadi sasaran empuk mereka. Banyak yang memarahinya karena, berat badan Lara yang sangat memprihatikan. Maka, sebisa mungkin, sekalipun itu lebaran. Dimas lebih memilih untuk bekerja. Pekerjaannya pun mendukung. Karena perusahaan ritel jarang sekali bisa libur seperti PNS. Seminggu hanya sekali, itu pun harus memastikan tidak ada yang mendadak sakit, atau ada acara dadakan. Posisi Dimas sebagai kepala toko mengharuskannya untuk bersedia kapanpun jika dibutuhkan. Semakin naik jabatan, bebannya juga bertambah. Belum lagi, ketika ada masalah. Maka dia adalah orang pertama yang dicari oleh para pejabat perusahaan. Sudah lama rasanya dia ingin keluar, dari pekerjaan ini. Namun, dia kembali mengingat bahwa tanggungjawabnya bukan lagi sebagai seorang suami. Ada tiga anak yang akan menangis kelaparan. Mereka juga obat dari rasa lelahnya bekerja. Saat pulang ke rumah, melihat anak-anak yang tumbuh dengan sehat. Rasa pegal di seluruh tubuhnya mendadak hilang.  Dimas selalu memberikan gajinya secara penuh kepada sang istri, bahkan bersama dengan struknya. Dia percaya, rezeki suami adalah atas doa istri. Jika dia ingin memberikan pada Ibunya, Lara pun tidak keberatan. Dia sadar Dimas tidak besar dengan sendirinya. Ada perjuangan sang ibu yang rela menahan laparnya asalkan sang anak kenyang. Ketika teman-teman Dimas sewaktu sekolah dulu, mengajaknya nongkrong. Pria itu akan menolaknya. Karena dia tidak pernah memegang uang lebih. Jika minta pada istrinya, tidak mungkin diberi, selain untuk ongkos kerja. Lagi-lagi bukan pelit, dia harus bersiap untuk biaya pendidikan anak mereka. Terbukti, ketika keuangan dioegang oleh istrinya. Mereka mempunyai rumah, kulkas, televisi, sofa, AC dan semua perabotan. Meskipun hasil mencicil, tapi semuanya kini sudah lunas. Dan biaya pendidikan anak mereka juga sudah ada sampai mereka SMP. Tinggal mengumpulkan untuk sekolah menengah atas.   Jika dilihat dari segi finansial, kebutuhan mereka sudah tercukupi, meskipun tidak memiliki mobil, ataupun jalan-jalan ke sana-sini. Jika kembali diingat terakhir Lara bisa menikmati berkerumun dalam keramaian itu, sekitar 11 tahun yang lalu, saat mereka masih berpacaran. Saat itu, dia masih ingat, bagaimana Dimas bahagianya bisa keterima kerja dan berjanji, gaji pertamanya dia berikan pada ibunya dan yang ke dua, dia ingin mengajak Lara menikmati kota Jogja. Kota kelahirannya, meskipun hanya dilahirkan di sana. Kemudian dia langsung pindah ke Jakarta. Sementara Lara sendiri adalah campuran Betawi dan Sunda. Dan dia ingat juga, di sanalah Dimas memintanya untuk menemani hingga akhir kehidupannya. Saat itu, Lara tau menemani seseorang dari nol bukan pekerjaan yang mudah. Dengan nekat, dia melakukan itu. Sempat mendapatkan penolakan dari orangtuanya. Karena Dimas belum lah mapan. Selain itu, orangtua Lara sudah memiliki calon untuknya. Lara menolak, dia tidak ingin dijodohkan. Dimas dan Lara terus berusaha untuk menyakinkan orangtuanya, berbagai cara dia lakukan, bahkan pernah, Lara dilarang untuk bertemu Dimas. Sampai lelaki itu memohon dan membawa kedua orangtuanya. Akhirnya, orangtua Lara pun luluh, mereka menyakinkan bahwa rejeki sudah diatur, untuk mereka yang bekerja keras.  Awal pernikahan, semua tidak berjalan mulus seperti yang dibayangkan, ketika memilih untuk hidup mandiri, artinya orangtua tidak akan ikut campur lagi terhadap resiko-resiko yang mungkin akan terjadi. Semua dilalui begitu berat, hingga cincin nikah merekapun dijual. Untuk memenuhi kehidupan. Dimas orang yang pekerja keras, Alhamdulillah, 5 tahun bekerja Dimas naik jabatan. Dimas juga bukan manusia belagu, dia adalah orang yang sangat setia pada istrinya.  Flashback  Awal pertemuan mereka itu, ketika Dimas yang saat itu, pulang tes masuk ke universitas, di daerah Jakarta Timur, mereka bertemu di stasiun Kebayoran. Awalnya lelaki itu cuek. Sampai akhirnya, dia menghampiri gadis berseragam putih abu-abu yang sedang kebingungan, mencari sesuatu yang hilang, sambil menangis. Dimas mendekati perempuan yang belum ia tau namanya.  "Dek, sedang mencari apa?"  Gadis itu, tak langsung menjawab, dia melihat dengan seksama lelaki yang mengajaknya berbicara.  "Ada yang hilang?" Dimas berusaha untuk ramah. Mungkin gadis itu, sedang berpikir bahwa dirinya adalah penculik.  "Enggak ada Om." Benar saja, dikira om-om. Karena peraturannya, tes harus menggunakan kemeja. Karena semua baju Dimas kaos dan jaket. Dimas meminjam kemeja kerja abangnya.  "Saya masih muda kok, serius baru lulus SMA, kenalin Dimas."  Perempuan itu, tetap tidak mau menjawab, Dimas menjadi gemas sendiri. Dia menurunkan lengannya yang menggantung di udara. Dia mengeja nama yang menempel di baju gadis tersebut. 'Lara'  "Ya sudah, kalau gak apa-apa, Saya keluar duluan ya."  Dimas sudah berjalan cukup jauh. Dia juga tidak menengok ke belakang. Ternyata gadis bernama Lara itu mengejarnya.  "Kak, Tunggu!" Lara sudah ada di depannya, menghadang jalannya.  "Iya, ada apa?" Sekarang, dialah yang memasang wajah so keren.  "Saya boleh minjam handphonenya tidak? Handphone saya berserta dompet hilang. Mungkin kecopetan. Saya bingung gimana harus pulang." Lara berbicara sembari menunduk. Dia malu, tapi jika malu terus dia tidak akan bisa pulang ke rumah.  "Kebetulan handphone saya gak ada pulsanya. Bagaimana kalau kamu Saya antarkan pulang saja." Lara membulatkan matanya yang sipit itu.  "Tenang. Saya bukan orang jahat. Kamu bisa lapor polisi kalau saya sampai culik kamu."  Akhirnya, Larapun mengangkuk mau. Dia tidak ada pilihan lain, andai saja, terselip uang 5 ribu rupiah di kantongnya, mungkin dia bisa pulang naik angkot. Mereka keluar dari stasiun bersamaan.  "Aku gak bawa helm dua, kalau nanti ditangkap polisi, kamu jangan panik ya. Itu urusanku."  Lara kembali mengangguk, dia naik motor legenda. Motor ini, termasuk motor yang keren pada jamannya.  Benar saja, ada polisi yang memberhentikan perjalanannya, polisi tersebut menanyakan kenapa penumpang tidak memakai helm. Dimas pun menjelaskan dengan sangat baik. Hingga akhirnya, polisi meloloskannya dengan syarat tidak boleh diulangi. Sementara Lara, dia sedari tadi sudah takut saja.  Lara menunjukan arah ke rumahnya, setelah sampai. Lara mengucapkan terima kasih, dan meminta Dimas untuk menunggunya mengambil uang, sekedar mengganti uang bensin. Dimas menolak, tapi Lara tetap memaksa, ketika Lara masuk ke dalam rumah. Dimas segera pergi dari situ.  Semenjak saat itu, Dimas selalu memperhatikan Lara dari kejauhan. Hingga tahun berlalu dan berganti. Lara ternyata pindah rumah dan tetangganya tidak ada yang tau. Dimas sempat patah hati, dan ternyata takdir mempertemukannya kembali. Mereka satu kampus, kemudian Dimas mulai berusaha untuk mendekati Lara.  Flashback off 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

TERSESAT RINDU

read
333.4K
bc

I LOVE YOU HOT DADDY

read
1.1M
bc

Undesirable Baby (Tamat)

read
1.1M
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K
bc

Yes Daddy?

read
798.8K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook