“Ibu Vara sudah boleh pulang, tapi jangan lupa kontrol menyesuaikan jadwal ya, Bu,” ucap seorang dokter laki-laki yang selama ini merawat Isvara.
Setelah cukup lama dirawat di rumah sakit, Vara akhirnya diijinkan pulang karena kondisinya yang berangsur-angsur membaik. Namun, kecelakaan tragis beberapa waktu yang lalu telah membuat perempuan cantik itu mengalami hilang ingatan karena benturan yang cukup keras di kepalanya. Nama, keluarga, bahkan suaminya sendiri ia tidak mengingatnya sedikit pun.
Orang tuanya sangat bersyukur karena Vara masih bisa selamat. Mereka yakin jika suatu saat ingatan putri kesayangannya pasti akan kembali seiring berjalannya waktu. Namun, jika ingatan Vara tidak kembali pun bagi Hansa dan Ratu tidak menjadi masalah karena yang terpenting putrinya masih berada di tengah-tengahnya.
Semua masih terasa asing bagi Vara. Meskipun keluarganya dan keluarga mertuanya sering menjenguknya ketika ia masih dirawat di rumah sakit, akan tetapi ia tidak bisa merasakan apa pun. Semua terasa hambar bagi perempuan cantik tersebut. Ia merasa berada di tengah-tengah sekumpulan orang asing. Tentu saja Vara merasa canggung dengan kehadiran orang-orang yang menurutnya masih baru dia temui ini.
Entah Vara harus merasa senang, sedih, haru, atau rasa yang lainnya seperti layaknya orang-orang yang memiliki hati. Vara tidak bisa merasakan apa pun selain rasa hambar. Meskipun begitu ia tetap melihat semua ekspresi ataupun gestur tubuh dari masing-masing orang yang menemuinya.
“Syukurlah, akhirnya kamu udah sembuh, Sayang. Kamu mau istirahat di rumah Papa dan Mama atau di rumah mertua kamu?” tanya Ratu dengan penasaran.
Tentu saja sebagai orang tua, dia merasa sangat lega dan sekaligus senang karena akhirnya putri semata wayangnya telah dinyatakan sembuh oleh dokter. Ingin rasanya ia membawa Vara pulang ke rumahnya, tapi ia tidak boleh egois karena putrinya sudah memiliki keluarga sendiri. Oleh karena itu, ia pun hanya bisa bertanya karena tidak ingin terkesan egois.
“Vara sebaiknya istirahat bersama saya aja di rumah Mama Nita, Ma,” jawab Riga.
Sebagai seorang suami, Riga merasa jika istrinya harus tetap tinggal bersama dengan dirinya. Di samping itu profesinya yang sebagai seorang dokter spesialis bedah syaraf, tentu akan memudahkan dirinya untuk memantau kesehatan sang istri.
“Baiklah kalau begitu, Mama titip Vara. Tolong perhatikan kesehatannya dan jangan sampai kejadian mengerikan itu sampai terulang lagi,” pinta Ratu pada akhirnya.
“Pasti, Ma. Bagaimanapun Vara istri ku, jadi sudah seharusnya aku jaga dengan sepenuh hati,” jawab lelaki yang mengaku sebagai suami Vara.
Vara tampak hanya memandangi Riga dalam diam. Perempuan itu memperhatikan setiap gestur yang ditunjukkan oleh lelaki tersebut. Entah kenapa Vara tidak merasakan apa pun terhadap lelaki yang mengaku sebagai suaminya itu. Bahkan, beberapa hari di rumah sakit lelaki itu menunggui dirinya dengan penuh kesabaran, tapi tetap saja Vara tidak mengingat atau merasakan apa pun di dalam hatinya. Ia merasa asing dengan lelaki tersebut. Apa dia benar-benar suami Vara?
Seperti sekarang ini ketika perempuan cantik itu berada di dalam mobil bersama dengan Riga menuju rumah. Di sepanjang perjalanan dua orang dewasa yang berlawanan jenis itu pun hanya diam dengan pikirannya masing-masing. Vara menatap lurus ke depan tanpa ekspresi, sedangkan Riga tetap fokus mengemudi dengan aura dingin yang tidak pernah lepas di dalam dirinya.
Sejak sadar dari koma dan sampai saat ini pun, Vara masih belum bisa percaya jika Riga adalah suaminya. Ia seakan sulit untuk percaya jika dirinya telah hidup selama lebih dari satu tahun bersama dengan lelaki yang sedang fokus mengemudi di sampingnya ini. Ia tidak tahu cerita sebelumnya, kenapa ia sampai bisa menikah dengan Riga, karena memang tidak ada yang memberitahunya. Mereka hanya sebatas memperkenalkan diri dan tidak banyak bercerita tentang banyak hal.
“Bagaimana kita bisa menikah?” tanya Vara dengan tiba-tiba.
Ketika bertanya, raut wajah Vara tampak datar tanpa menoleh ke arah Riga. Memang pertannyaan itu yang selalu menggelitiknya semenjak ia sadar dari koma. Sekarang ia harus menuntaskan rasa penasarannya dengan bertanya langsung kepada lelaki yang katanya adalah suaminya.
“Aku nggak ngerti maksud pertanyaan kamu,” pungkas Riga dingin.
Tentu saja jawaban Riga membuat Vara langsung mendengus. Menurutnya ia harus banyak mengeluarkan suara untuk dapat mengetahui jawabannya.
“Sepertinya kita nggak saling mencintai,” jawab Vara tak kalah dinginnya.
Riga yang mendengar ucapan dari mulut istrinya tentu saja dibuat sedikit terkejut. Selama ini Vara selalu mencintai dirinya. Bahkan, perempuan itu sampai rela menuruti apa yang dia katakan meskipun itu tidak masuk akal.
“Kenapa bisa berpikiran seperti itu?” tanya Riga dengan penasaran.
“Sikap kamu nggak kayak seorang suami yang mencintai istrinya,” jawab Vara telak.
Ucapan Vara tentu saja membuat Riga langsung terdiam. Pria itu tidak tahu harus menjawab ucapan istrinya seperti apa karena memang itulah kenyataannya.
“Ternyata benar,” tambah Vara.
Perempuan itu berkata sambil menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. Selama menjadi istri seorang Auriga Dipta, baru kali ini perempuan itu berani tersenyum yang terkesan meremehkannya.
“Kita juga berbicara formal nggak kayak pasangan suami istri pada umumnya. Sepertinya hubungan kita memang nggak baik,” lanjut Vara dengan tenang.
Sikap perempuan itu memang sangat jauh berbeda ketika sebelum kecelakaan. Sekarang Vara tampak terlihat tenang tanpa ekspresi. Bahkan, perempuan itu juga sering menatap lawan bicaranya dengan tatapan datar seperti tidak memiliki rasa apa pun. Vara seperti sosok lain yang baru saja muncul.
“Nggak mungkin kita menikah kalau kita nggak saling mencintai,” bantah Riga.
Tentu saja pria itu tidak ingin terjadi apa-apa terhadap istrinya yang baru saja sembuh dari komanya. Sebagai seorang dokter, dirinya harus bisa menjaga psikis pasien agar tetap tenang.
“Aku tau kalau Papa dan Mama pasti udah memberi tahu kamu sebelumnya supaya jangan mengatakan apa pun yang nantinya bisa membebani pikiran ku,” ucap Vara sambil menolehkan kepalanya ke arah samping kanannya.
Tanpa dia sadari ternyata Riga juga menolehkan kepalanya. Keduanya tampak saling memandang sejenak sebelum akhirnya kembali memalingkan wajahnya masing-masing.
“Katakan aja yang sebenarnya, Mas. Aku sama sekali nggak keberatan dengerin pengakuan kamu yang nggak mencintai ku, karena aku pun juga sama,” tambah Vara dengan santainya.
Mendengar penuturan dari mulut istrinya, seketika membuat raut wajah Riga pun berubah. Ia tidak pernah menduga jika istrinya akan mengatakan hal yang tidak pernah terbayangkan olehnya. Pria itu nyaris saja kehilangan konsentrasi dan fokusnya saat menyetir mobil karena ia benar-benar terkejut dengan pengakuan perempuan yang saat ini tengah duduk di sebelahnya.
“Jujur aja, aku nggak memiliki perasaan khusus pada mu. Bahkan, sedikit pun aku nggak merasakannya,” sambung Vara mengatakan tentang perasaannya kepada Riga yang sebenarnya.
Riga hanya diam dan tak membalas ucapan Vara. Dia berusaha untuk tenang dan tetap fokus menyetir mobil. Meskipun jantungnya tiba-tiba berdetak kencang, ia harus bisa tetap terlihat tenang.
Setelah menghabiskan waktu di perjalanan dalam keheningan, akhirnya mereka berdua pun tiba di kediaman Rahardja. Untuk sementara mereka berdua akan tinggal di kediaman orang tua Riga karena rumahnya yang selama ini ditinggali bersama dengan Vara tengah direnovasi total. Setidaknya itu yang Vara dengar dari keluarganya.
Ketika masuk ke dalam rumah, Vara disambut hangat oleh kedua mertuanya. Mereka memang sangat menyayangi Vara layaknya anak mereka sendiri. Memang Pandu dan Nita yang meminta perjodohan mereka terwujud.
Nita yang melihat menantu kesayangan sudah datang segera memeluk Vara dengan erat disertai dengan tatapan yang penuh kasih sayang. Tentu saja ia merasa senang karena Riga dan Vara memutuskan untuk tinggal di rumahnya.
“Mama senang akhirnya kamu kembali, Sayang,” ucapnya sambil tersenyum.
Perempuan paruh baya itu berbicara sambil menangkup kedua pipi Vara. Meskipun perempuan itu sudah berusia lebih dari dua puluh tiga tahun, tapi Nita selalu memperlakukan menantunya seperti putri kecilnya. Bahkan, tak jarang perempuan itu merasa cukup terbebani dengan limpahan kasih sayang yang diberikan oleh mama mertuanya.
“Makasih, Ma,” jawab Vara.
Perempuan itu menjawab ucapan mama mertuanya sambil memaksakan sebuah senyuman. Vara harus tetap bersikap sopan menghadapi orang yang lebih tua dari dirinya. Bagaimanapun ia harus bisa menjaga sikapnya terhadap orang yang lebih tua karena itu merupakan sikap yang harus dia jaga, menurutnya.
“Udah, Ma. Biarin Vara istirahat dulu di kamar,” ucap Pandu ketika melihat istrinya terus berbicara dengan Vara yang baru saja pulang dari rumah sakit.
Bagaimanapun Vara masih belum benar-benar pulih sepenuhnya. Oleh karena itu, Pandu meminta istrinya untuk membiarkan menantu mereka beristirahat. Tentu saja ia tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kembali menimpa menantu kesayangannya.
“Key, kamu anterin Mbak mu ke kamar,” pinta Pandu kepada putri angkatnya yang bernama Keysha.
“Iya, Pa,” sahut Keysha dengan patuh.
Detik kemudian ia pun berjalan menghampiri kakak iparnya dan langsung menggandeng tangan Vara untuk membawanya ke kamar Riga. Gadis itu tampak dengan penuh kesabaran mendampingi Vara memasuki kamar milik kakak angkatnya, sedangkan Riga berjalan menyusul sambil membawa barang-barang istrinya saat masih di rumah sakit.
“Makasih, Key,” ucap Riga bernada lembut sambil menatap hangat ke arah adik angkatnya tersebut.
Keysha tampak membalas senyuman Riga, lantas berlalu meninggalkan kakak angkatnya tersebut berdua dengan Vara di dalam kamar.
Tentu saja interaksi antara kakak beradik yang tidak memiliki hubungan darah itu pun tak luput dari pengamatan Vara. Perempuan itu langsung menyunggingkan senyum sinisnya. Ia melihat jika suaminya sendiri tersenyum kepada adik angkatnya, sedangkan kepada dirinya yang berstatus sebagai istri sahnya saja dia tidak pernah. Jangankan menatapnya hangat, tersenyum saja dia mana pernah.
Riga selalu saja memasang wajah dingin seakan tidak peduli kepada dirinya. Namun, semua sikap pria itu seakan langsung berubah drastis ketika sedang bersama dengan adik angkatnya. Vara sudah mengamati sikap Riga semenjak dia tersadar dari komanya dan memang itulah yang terjadi, jika pria itu akan bersikap dingin kepada dirinya.
Dua orang itu tampak jelas saling tertarik dan memiliki perasaan satu sama lain. Vara langsung bisa menangkapnya dari gerak-gerik mereka berdua dan cara mereka saling memandang. Dari sorot mata keduanya tidak bisa berbohong jika ada rasa yang tersimpan dengan rapat di antara keduanya. Di tambah lagi ketika Vara bertemu dengan Keysha sewaktu di rumah sakit, perempuan itu langsung merasa tidak cocok dengan wanita yang usianya dua tahun lebih muda dari dirinya tersebut.
Kenapa ia bisa menikah dengan pria yang jelas-jelas menyukai perempuan lain? Ia pun juga sama kenapa ia bisa menikah dengan lelaki yang tidak pernah ia cintai?