Pertengkaran Di pagi Hari

1572 Words
"Ya … terserah!” jawab Vara acuh. Perempuan itu tidak mau ambil pusing dengan sikap suaminya. Detik kemudian ia pun berjalan menuju ke kamar mandi sambil membawa handuk yang dia letakan di atas bahunya. Tak lupa tangannya juga membawa pakaian bersih untuk dia ganti. “Ngapain kamu bawa baju ke dalam kamar mandi?” tanya Riga datar. Pria itu merasa heran dengan istrinya yang membawa pakaian ganti masuk ke dalam kamar mandi. Bagi dirinya tentu saja itu sangat aneh. Meskipun dia berusaha untuk tidak menghiraukan Vara, tapi rasa penasaran pada akhirnya mampu mengalahkan egonya. Namun, Riga tetap berusaha memasang wajah datar tanpa ekspresi seolah-olah tidak mau ambil pusing dengan apa yang sedang dilakukan oleh istrinya. “Ya … buat ganti baju lah! Emangnya mau buat apa lagi?” tanya Vara setelah menjawab pertanyaan dari lelaki yang duduk di atas ranjang tersebut. Tentu saja jawaban yang baru saja dilontarkan oleh Vara membuat Riga langsung mengerutkan dahinya. Dia tidak mengerti dengan jalan pikiran Vara yang menurutnya harus berganti baju di dalam kamar mandi. Vara pun juga menjawab pertanyaan dari suaminya dengan nada ketus. Tentu saja dia sangat tidak suka dengan pertanyaan yang diajukan oleh Riga. Menurutnya, pria yang tidak pernah ada di hatinya itu sangat ingin mencampuri urusan pribadinya. Padahal mereka tidak saling mencintai, jadi kenapa Riga harus mencampuri urusannya. “Kita ini udah nikah, apa perlu sampai segitunya kamu ganti baju? Harus di dalam kamar mandi, gitu?” tanya Riga bertubi-tubi. Mendengar pertanyaan dari Riga, tentunya membuat Vara langsung menolehkan kepalanya ke arah suaminya. Tak lupa perempuan itu juga memberikan tatapan yang tampak meremehkan dengan sebelah sudut bibir yang tampak terangkat. Entah kenapa ucapan Riga kali ini ingin membuat dirinya meledakkan tawanya. “Cih … nggak jelas banget jadi orang,” gumam Vara acuh. Detik kemudian, perempuan itu pun langsung mengayunkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi dan menutupnya serta menguncinya dari dalam. Ia ingin membersihkan diri dengan tenang tanpa ada gangguan dari lelaki yang mengaku sebagai suaminya. Beberapa saat kemudian ponsel Vara pun berdering yang menandakan adanya sebuah panggilan masuk. Ponsel yang tergeletak di atas nakas itu tentu saja menarik perhatian Riga. Pria itu langsung melirik ke asal suara. Bahkan, tubuhnya ia condongkan untuk melihat siapa yang menelepon istrinya pagi-pagi begini. Mata pria itu dapat melihat dengan jelas nama seseorang yang tertera di layar ponsel Vara yang terlihat sedang menyala tersebut. Kemudian ia mengambil ponsel tersebut dan menggeser ikon telepon yang berwarna hijau. Tentu saja ia ingin tahu maksud dari orang itu yang menghubungi istrinya. “Ada apa?” tanya Riga bernada dingin. Terdengar suara seorang pria yang menjawab panggilannya, tentu saja itu membuat si penelepon sempat terkejut. Namun, dengan segera pria itu bisa menguasai dirinya dengan baik. “Berikan teleponnya pada Vara!” pinta seseorang dari seberang. Riga pun langsung mendengus begitu mendengar ucapan dari lawan bicaranya. Jika ia boleh jujur, dirinya sangat tidak suka jika pria itu menghubungi istrinya. “Vara nggak ada!” jawab Riga bernada tegas. Terpaksa pria itu berkata demikian karena ia ingin pria yang ada di seberang sana mengerti jika dirinya tidak berkenan. Namun, apa yang dia inginkan ternyata tidak sesuai dengan yang dia harapkan. “Cih … pria banci seperti kamu itu memang harus disingkirkan,” jawab pria itu dengan sarkas. Mendengar jawaban yang diberikan oleh lawan bicaranya, tentu saja membuat Riga langsung tertawa sinis. Pria itu merasa ucapan dari seberang sana benar-benar membuat dirinya ingin tertawa terbahak-bahak. “Sebenarnya di antara kita ini siapa yang banci, hah? Kamu tahu kalau Vara itu istri ku, dan tentu saja aku yang lebih berhak atas dirinya, sedangkan kamu? Orang asing yang ingin merebut milik orang lain,” balas Riga dengan sinis. Riga merasa puas telah menyampaikan sesuatu yang sudah lama mengendap di dalam hatinya. Ia harus bisa membuat pria itu mengerti akan posisinya. “Apa maksud kamu kalau kamu yang lebih berhak?” tiba-tiba terdengar suara dingin Vara dari arah belakangnya. Detik kemudian perempuan itu pun berjalan mendekati Riga dan langsung merebut ponselnya yang masih ada di tangan suaminya dengan kasar. Tak lupa perempuan itu juga memberikan tatapan tak bersahabat kepada lelaki yang tampak masih berdiri dengan tercengang. “Aku bukan barang, dan aku juga bukan milik siapa pun, camkan itu!” tambah Vara bernada tegas. Melihat istrinya tampak menatap nyalang ke arahnya, tentu saja membuat Riga merasa kaget. Bahkan, pria itu dibuat tercengang dengan sikap Vara kepada dirinya. Selama ini perempuan itu tidak pernah membantah ucapannya. Namun, apa yang dia liihat saat ini sangatlah berbanding terbalik. Riga seperti sedang melihat sosok lain yang berwujud istrinya. Kemudian Vara berjalan menjauhi Riga karena ia tidak ingin pria itu mendengarkan pembicaraannya dengan sepupunya. “Maaf, Mas! Aku baru aja kelar mandi,” ucap Vara setelah menempelkan ponsel ke telinganya. “Nggak apa-apa. Hari ini aku bisa pergi, jadi bentar lagi aku akan ke sana jemput kamu,” ucap Elang memberi tahu. Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh pria yang ada di seberang sana, tentu saja membuat sudut bibir Vara langsung tersungging. Perempuan itu langsung menyunggingkan senyum lebarnya karena ia merasa senang karena sebentar lagi ia bertemu dengan pria yang sudah lama dekat dengan dirinya. Sebenarnya Vara sendiri juga merasa heran karena yang ada di dalam memorinya hanya Elang seorang. Entah kenapa memori mengenai pria itu tidak menghilang bersama dengan ingatan yang lainnya. Tentu saja itu membuat Vara merasa senang karena masih ada seseorang yang dia kenali. “Oke, aku tunggu! Mama juga udah kasih ijin pergi,” jawab Vara disertai dengan senyumnya. “Dandan yang cantik,” goda Elang dari seberang sana. Mendengar itu, tentunya membuat Vara tertawa kecil. Perempuan itu sangat senang dengan candaan yang dilontarkan oleh sepupunya tersebut. Di saat semua orang terasa asing bagi dirinya, ada Elang yang masih utuh di dalam ingatannya. “Tenang aja. Aku akan dandan setebal mungkin biar Mas pangling,” jawab Vara dengan wajah yang masih dihiasi senyuman. Tiba-tiba saja terdengar suara tawa renyah Elang dari seberang sana. Pria itu tampak geli mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh sepupunya tersebut. “Hahaa … mau sekalian ikut kontes ondel-ondel, Neng?” tanya Elang di sela-sela tawanya. Mereka berdua tampak asik mengobrol dengan akrab melalui telepon sampai melupakan jika di dalam kamar tersebut masih ada Riga yang berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka. Pria itu sejak tadi memang tengah mendengar apa yang dibicarakan oleh istrinya dengan pria lain itu. Tanpa ada yang menyadari jika rahang pria itu sudah mengeras. Bahkan, tangannya juga terkepal erat dan telinganya terasa panas ketika mendengar percakapan antara Vara dan Elang yang begitu akrab. Karena sudah tidak tahan lagi mendengar percakapan mereka berdua, ia pun kemudian berjalan mendekati Vara dan merebut kasar ponsel perempuan itu. Detik kemudian, ia pun langsung mematikan sambungan telepon dan melempar benda pipih tersebut ke atas ranjang. Wajah pria itu sudah tampak merah padam karena sedang menahan amarahnya, sedangkan Vara hanya diam sambil menatap ke arah suaminya dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan. Vara tampak tidak ingin berdebat dan lebih memilih langsung mengambil ponselnya, tapi tangannya dicekal erat oleh Riga. Kemudian pria itu mendorong kasar tubuh Vara hingga menempel ke dinding sampai kepala perempuan itu terbentur cukup keras. “Sshh …,” lirih Vara yang menahan rasa sakit di kepalanya. Perempuan itu merasa kepalanya berdenyut karena benturan keras akibat ulah suaminya. Ingin membalas, tentu saja tenaganya tidak akan sebanding dengan tenaga pria itu. Lebih baik ia menyimpan energinya dari pada harus membuangnya dengan percuma. Sepertinya Riga tidak memperdulikan kondisi istrinya yang tampak sedang mendesis menahan rasa sakit akibat ulahnya. Pria itu seakan sudah gelap mata dan tidak mau tahu dengan apa yang terjadi dengan istrinya. Benar-benar lelaki yang egois. Kemudian tangan Riga mencengkeram kedua pipi Vara dengan cukup kencang dan membuat perempuan itu lagi-lagi harus menahan rasa sakitnya. Apa yang dilakukan oleh Riga itu hingga menimbulkan bekas merah di pipi perempuan itu. “Aku nggak suka istri ku ngobrol dan dekat dengan laki-laki lain, jadi jaga sikap kamu!” ucap Riga dengan penuh penekanan. Pria itu sudah tidak tahan lagi dengan sikap Vara yang selalu semaunya sendiri. Riga merasa sebagai seorang suami harga dirinya telah tercoreng dengan sikap Vara yang selalu mengabaikannya. Alih-alih ketakutan, Vara justru malah menyunggingkan senyum sinisnya seperti seorang psikopat. Detik kemudian, ia pun menepis tangan Riga yang masih mencengkeram pipinya dengan kasar. Tentu saja perempuan itu sangat tidak suka jika ada seseorang yang mengintimidasi dirinya. Meskipun itu suaminya sendiri ia tidak suka. Entah dulu kenapa dia bisa menikah dengan pria seperti Riga, ia benar-benar tidak mengerti karena ingatannya masih belum kembali. “Kalau kamu lupa! Pernikahan kita hanyalah sebuah status belaka, dan aku juga nggak penah benar-benar nganggep kamu sebagai suami. Jadi jangan pernah berlagak seperti seorang suami sungguhan, karena kamu bukan lah siapa-siapa bagi aku,” ucap Vara dengan penuh penekanan. Bahkan, perempuan itu berkata sambil menunjuk dadaa Riga dengan telunjuknya dan memberikan sedikit penekanan. Ia ingin memperingatkan pria itu agar tahu batasannya. Tak lupa perempuan itu juga memberikan tatapan tajamnya tepat ke manik laki-laki yang berstatus sebagai suami sahnya tersebut. Setelah mengatakan itu, Vara pun langsung berjalan melewati Riga begitu saja. Pria itu tampak terdiam kaku berdiri di tempatnya. Apa yang baru saja diucapkan oleh istrinya sangat menusuk jantungnya. Lidahnya seakan kelu hanya sekedar ingin menjawab perkataan Vara. Lagi-lagi perempuan itu menunjukkan sosok lain yang sangat asing bagi Riga. Pria itu hanya mampu memandangi Vara yang berjalan melewatinya dalam diam. Bahkan, perempuan itu tidak berekpresi ketika memperingatkan dirinya. Sungguh, Vara yang sekarang lebih tepat disebut sebagai seorang psikopat dari pada seorang istri. “Apakah dia Vara? Istriku?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD