Meminta Ijin Lagi

1623 Words
Pagi hari pada keesokannya, Vara tampak sudah tiba di halaman kediaman Rahardja. Perempuan itu datang dengan diantar oleh Yanto, sopir pribadi keluarga Wardana. Tak lupa perempuan cantik itu juga mengucapkan terima kasih kepada laki-laki yang sudah lama mengabdikan hidupnya untuk mengantar keluarga Wardana ke sana kemari. “Makasih ya, Pak,” ucap Vara sebelum turun dari mobil. “Sama-sama, Mbak,” jawab Yanto dengan ramah. Itulah salah satu yang membuat pria yang berusia diatas tiga puluh tahun itu betah untuk bekerja di keluarga Wardana. Di samping gaji yang besar, tentunya karena semua anggota keluarganya sangat baik. Mereka tidak pernah membeda-bedakan semua pekerja yang ada di rumah megah itu. Bahkan, tak jarang majikan mereka juga ikut ngobrol bersama dengan mereka di taman belakang jika para pekerja sedang beristirahat. Kemudian Vara pun melangkah masuk ke dalam rumah. Ia pun mendapati semua orang tengah berada di meja makan bersiap untuk sarapan. Sebuah rutinitas setiap hari yang biasa mereka lakukan bersama sebelum berangkat bekerja. “Selamat pagi semuanya,” ucap Vara dan membuat semua mata langsung tertuju ke arah perempuan cantik itu. “Selamat pagi,” jawab semua orang secara serempak. “Vara, sini … Nak!” pinta Nita dengan raut wajah yang sudah terlihat ceria sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya. Perempuan itu sengaja meminta Vara untuk duduk tepat di sebelahnya karena kursi yang biasanya ditempati oleh menantunya ternyata sudah di duduki oleh Keysha. Perempuan itu duduk tepat di samping Riga. Mood perempuan paruh baya itu tiba-tiba menjadi baik setelah melihat menantu kesayangannya telah kembali. Nita memang sangat menyayangi menantunya, apalagi semenjak perempuan itu mengalami kecelakaan seakan kasih sayang mama mertuannya itu semakin melimpah. Vara pun mengangguk dan melangkahkan kakinya menuju ke meja makan. Tak lupa perempuan cantik itu juga mencium punggung tangan Nita dan Pandu secara bergantian terlebih dahulu sebelum mendudukkan dirinya. Kemudian ia pun menarik kursi dan langsung mendudukkan dirinya dengan tenang. Ia tidak memperdulikan orang yang saat ini sedang menatapnya tajam karena melewatinya karena Vara seakan tengah mengabaikannya begitu saja. “Ehhmm …,” sengaja Riga berdeham dengan keras. Namun, apa yang dia lakukan tetap saja tidak menarik perhatian perempuan yang dia maksud. Tentu saja hatinya sudah merasa kesal karena sikap istrinya yang menurutnya tidak menganggapnya sebagai seorang suami. Pria itu sudah bersiap untuk membuka suaranya untuk memprotes sikap istrinya yang dengan terang-terangan mengacuhkan dirinya. Namun, nyatanya ia malah kalah cepat dengan Nita. “Kamu belum sarapan kan, Sayang?” tanya Nita dengan lembut. “Belum, Ma. Tadi emang sengaja mau sarapan di sini,” jawab Vara dengan santainya. Mendengar jawaban yang baru saja dilontarkan oleh menantunya, tentu membuat Nita langsung menyunggingkan senyumannya. Tidak salah jika Nita memang memilih Vara untuk menjadi menantunya karena perempuan itu selalu pintar membawa diri. “Wah … pas banget kalau gitu. Tadi Mama bikin roti lapis spesial kesukaan kamu,” ucap Nita dengan senyum cerahnya. Dengan lembut perempuan paruh baya itu mengambilkan roti lapis isi sayur dan smoked beef yang berukuran kecil ke dalam piring Vara. Perempuan itu memang sengaja mengambilkan menantunya roti yang ukurannya kecil karena biasanya jika sarapan Vara tidak pernah makan banyak. Namun, jika perempuan itu nantinya ingin makan lagi tentu saja dia bisa mengambilnya lagi. Riga tampak memutar bola matanya dengan malas ketika Nita terus saja menyela ucapannya. Bagaimana ia bisa berbincang dengan istrinya jika Vara sudah dimonopoli oleh mamanya sendiri. “Ya … ampun, Ma. Nggak perlu sampe repot-repot begini,” ucap Vara dengan rasa sungkannya. Tentu saja Vara merasa tidak enak karena mama mertuanya sudah menyempatkan diri membuat roti lapis kesukaannya. Padahal dengan roti panggang dengan saus kacang saja dia sudah merasa senang. “Repot bagaimana? Mama sendiri yang mau bikin, kok,” jawab Nita dengan lirikan khasnya. Nita memang ingin membuat menantunya merasa senang. Apalagi perempuan cantik itu baru saja sembuh dan pulang dari rumah sakit, maka sudah sewajarnya jika dirinya ingin membuat Vara merasa nyaman dengan dirinya karena mengingat perempuan itu masih mengalami amnesia. “Ayo dimakan!” lanjut Nita dengan sumringah. Vara berdoa terlebih dahulu sebelum menyantap makanan yang telah dibuatkan secara khusus oleh mama mertuanya. Tentu saja Vara merasa terharu dengan perhatian Nita. Ia memang masih belum mengingat apa-apa terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya, tapi melihat ketulusan dari mama mertuanya membuat perempuan itu pun langsung terharu. “Oh … iya, Mas Elang mau ngajak aku jalan-jalan, Ma. Soalnya kami kan jarang ketemu, dan Mas Elang juga nggak sering pulang ke Indonesia. Jadi rencananya kami mau pergi berdua sebentar aja, gimana? Boleh?” tanya Vara. Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh wanita yang berstatus sebagai istri sahnya, seketika membuat Riga melotot tajam ke arah perempuan yang ada di depannya itu. Detik kemudian suaranya sudah sampai di tenggorokan bersiap untuk melarang Vara. Namun, lagi-lagi dia kalah cepat dengan suara mamanya. “Ya … jelas boleh lah kalau perginya sama sepupu kamu,” jawab Nita yang langsung saja menyetujui. Mendengar jawaban dari mama mertuanya, tentu saja membuat Vara merasa senang. Perempuan paruh baya itu sangat mengerti dirinya. “Serius, Ma?” tanya Vara untuk memastikan. Tentu saja ijin dari mama mertuanya sangat membuatnya merasa senang. Bahkan, matanya juga tampak berbinar ketika memastikan kembali ucapan Nita. Berbeda dengan Riga. Pria itu tampak keberatan dengan ijin yang diberikan oleh mamanya. Menurutnya, bagaimana bisa mamanya dengan mudahnya memberikan ijin begitu saja pada Vara. “Mana bisa kayak gitu, Ma? Dia kan baru aja keluar dari rumah sakit. Seharusnya dia banyak istirahat di rumah dan nggak boleh pergi ke mana-mana,” protes Riga dengan lugas. Jika mengingat hal itu tentu saja akan sulit bagi Vara untuk bisa pergi keluar rumah. Tentu saja terus berdiam diri di dalam rumah lebih membuat dirinya semakin stress karena tidak ada kegiatan yang harus dia lakukan. “Ish … kamu itu mikirnya terlalu ribet. Kalau Vara nggak boleh keluar yang ada dia malah tambah stress karena diem di rumah terus. Apalagi dia kan perginya sama Elang, jadi nggak mungkin lah kenapa-kenapa. Mana mungkin dia nggak jagain Vara,” jawab Nita dengan acuh. Perempuan paruh baya itu sudah jengah dengan sikap putranya yang seolah-olah selalu membuat besar sesuatu yang tidak seharusnya menjadi masalah. Kemudian ia pun beralih menatap ke arah menantunya kembali dengan senyum keibuannya. “Kalau sama Elang Mama percaya, karena dia pasti akan jagaian kamu dengan baik,” ucap Nita dengan sangat yakin. Mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan oleh mama mertuanya, seketika membuat Vara langsung menyunggingkan senyumnya. Lagi-lagi ia merasa sangat bersyukur karena memiliki mertua sebaik Nita dan Pandu. “Makasih ya, Ma,” sahutnya dengan senyum yang terlihat sumringah. Perempuan cantik itu tidak menghiraukan respon yang diberikan oleh Riga. Ia tidak peduli dengan suaminya yang tidak menyetujui permintaannya. Bagi perempuan itu dengan ijin Nita saja sudah cukup. “Tetap aja kondisi Vara masih belum stabil, Ma. Dia itu masih belum benar-benar sembuh. Mama ngelarang dia untuk kerja, tapi malah kasih ijin dia buat pergi sama orang lain,” ucap Riga masih saja belum menyerah untuk membuat Vara agar tetap berada di rumah. Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh putranya langsung membuat perempuan paruh baya itu langsung mengalihkan tatapannya. Kini Nita beralih menatap tajam tepat ke manik mata sang putra. “Kamu lebih pingin menantu Mama stress karena jenuh diem di rumah terus, gitu?” tanya Nita balik. Perempuan itu sungguh tidak suka dengan ucapan yang baru saja dikatakan oleh putra semata wayangnya. Entah kenapa putranya seakan terus saja membuat masalah kepada Vara, menurutnya. “Udah lah, kamu itu nggak usah khawatir yang berlebihan. Toh, Vara juga perginya nggak sendirian. Ada Elang yang pasti akan menjaganya,” pungkas Nita dengan malas. Perempuan itu memang malas berdebat dengan putranya sendiri. Di samping itu ia juga tidak ingin membuat suasana hati menantunya memburuk karena ucapan Riga yang menurutnya tidak mendasar. “Aku hanya memberi tahu bukan khawatir, Ma,” jawab Riga menegaskan. Tentu saja Nita melihat ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh putranya. Namun, dia sendiri tidak tahu apa yang sedang berusaha Riga tutupi itu. “Terserah! Terus aja cari alasan,” timpal Nita tanpa menolehkan kepalanya. Nita tampak tidak mau mengalah kepada putranya sendiri. Perempuan itu memang tidak akan pernah mau mengalah jika menyangkut menantunya. “Udah … udah! Kalian berdua ini selalu aja berdebat. Ini meja makan, bukan meja persidangan yang dibuat untuk berdebat. Kalau masih ada yang ingin bicara lebih baik di luar aja,” tukas Pandu bernada tegas. Pria itu sudah jengah dengan perdebatan yang terjadi antara ibu dan anak tersebut. Tidak sekali dua kali istri dan putranya itu berdebat sesuatu hal yang sangat sepele, dan tentu saja itu membuat ia sering dibuat pusing oleh tingkah laku keduanya. Seketika suasana pagi di meja makan itu langsung menjadi hening. Hanya terdengar suara denting sendok dan garpu yang mengiringi sarapan mereka. Selesai dengan urusan di meja makan, Pandu pun bergegas berangkat kerja seperti biasanya, sedangkan Riga memilih berangkat agak siang sehingga membuat Keysha terpaksa harus berangkat sendirian ke sekolah. Dengan mengendarai taksi, perempuan itu akhirnya berangkat sendirian untuk mengajar. Di dalam kamar yang biasa ditempati Riga dan Vara tampak dokter spesialis tersebut baru saja menutup pintu setelah masuk ke dalam kamar. Melihat suaminya tidak berangkat kerja dan malah masuk kembali ke dalam kamar, tentu saja membuat Vara menatapnya dengan tatapan keheranannya. “Kenapa nggak berangkat kerja?” tanya Vara singkat sambil melirik sekilas ke arah pria yang berstatus sebagai suami sahnya itu. Bukannya bersiap untuk pergi kerja, tapi pria itu malah mengambil laptopnya dan duduk sambil menyandarkan punggungnya di headboard ranjang. Detik kemudian pria itu tampak sudah fokus dengan laptopnya. “Bukan urusan kamu,” jawab Riga ketus. Pria itu memang selalu berbicara ketus jika sedang bersama dengan istri yang tidak pernah dia inginkan. Semua itu akan langsung berubah drastis jika Riga sedang berbicara dengan Keysha. Pria itu akan berubah menjadi sosok yang lembut dan hangat jika bersama dengan adik angkatnya tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD