Two

787 Words
Chris  Ini kali keduanya aku bertemu dengan Jeslyn. Gadis yang nantinya akan menjadi istri sementaraku. God, sejujurnya mendengar kata istri sementara membuatku mual, karena aku sangat mempermainkan wanita saat ini. Hal yang paling kubenci terpaksa kulakukan.  Aku terkekeh geli, masih duduk di ruang rapat sepeninggalan para pemegang saham tadi. Aku merasa hidupku terlalu drama, apalagi aku harus membuat skenario bahwa aku akan menikahinya –Jeslyn– hanya untuk menghindari perjodohan yang menjijikkan.  Ya, menjijikkan karena mereka menikahiku agar aku dapat 30% saham perusahaan yang menjadi saingan berat perusahaan keluargaku. Uang memang membutakan segalanya. Terbukti karena ayah ibuku dengan rela menyerahkan putranya untuk dinikahkan dengan musuh mereka. Benar-benar terdengar seperti lelucon murahan, aku bahkan tak pernah menduga bahwa hal itu memang benar ada dikehidupan nyata. Suara batuk kecil cangung itu kembali mengingatkanku bahwa gadis yang bernama Jeslyn itu masih berdiri didepanku.  "Oh maaf Jes, aku belum mempersilahkanmu duduk."  Dia melangkah maju untuk duduk tepat di depanku. Hari ini dia sangat berbeda. Dia bukanlah gadis feminin yang memakai heels dan gaun ketat seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya. Wajahnya kini polos dengan kaos abu-abu dipadu dengan rok hitam selutut. Sepatu converse merah kumal yang sedang dipakainya terlihat nyaman, dan aku suka dirinya yang berpenampilan seperti ini. Tidak ada paksaan dan sekilas aku bias membaca karakternya melalui baju yang dia kenakan.  "Jadi." Kataku menghela napas pelan, mengamati wajahnya yang tengah menatapku datar. "Apakah ini berarti kau setuju dengan kontrak itu?"  "Pertama-tama, aku ingin bilang bahwa aku masih menjadi mahasiswi, tapi terbentur biaya dan akhirnya terhenti. Aku ingin melanjutkan kuliahku lagi. Jadi, aku ingin kau membayar diawal untuk melunasi tunggakanku di kampus. Apa kau setuju?"  "Tentu saja," balasku. "Itu perkara mudah. Aku bahkan bisa menyuruh Asistenku Luna untuk mengurus biaya –" "Tidak," potongnya. "Kau tidak perlu melakukan itu. Aku bisa mengurus masalahku sendiri. Jadi, yeah, aku setuju akan hal ini." "Good, aku akan panggil Luna untuk mengambil kontrakmu."  ~~~ Jes Wanita yang disebut-sebut sebagai Luna duduk di depanku, menjelaskan point per point kontrak yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Chris sendiri berjalan mondar-mandir mengamatiku, terkadang dia bersandar pada pintu atau pada papan layar proyektor ruang rapat. "....kalau kau sudah mengerti, kau bisa menandatanganinya disebelah sini." Tunjuk Luna dengan senyumnya yang manis. Karena senyumnya itu aku jadi berpikir kenapa tak gadis ini saja yang dijadikan istri sementaranya. Dia jelas cantik, wanita karir dan gesit. Setelah itu, Luna keluar dari ruang rapat membawa kembali map hijau zamrud yang sudah kutanda tangani itu, menyisakan semerbak wangi peach yang berasal dari parfume nya. "Kalau begitu, kau bisa ke kampus dan mengurus semua biaya. Kalau kau perlu sesuatu, kau bisa hubungi Luna. Setelah itu, kau bisa kerumahku," ucap Chris santai. Kali ini dia berdiri didepanku dengan melipat kedua tangannya didepan d**a lalu mengamatiku dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kerumahmu? Untuk apa?" Aku mengernyit sebal. Mendengar Chris memerintahku rasanya mengesalkan, padahal aku baru saja memasuki awal baru -menjadi istri sementaranya. Chris terkekeh pelan lalu menatapku heran. "Buat apa katamu? Tentu saja untuk merencanakan rencana yang gila. Ini ide Luna, dan...hei apa kau tidak mendengarkan Luna tadi?" Sejujurnya memang aku tidak mendengarkan gadis itu. Ketika Luna berbicara, aku banyak berpikir dan itu membuat banyak pertanyaan yang terkumpul di otakku, sehingga perkataan Luna tidak dapat kuserap dengan benar. "A..aku mendengarkannya, tuan Chris. Hanya saja, kupikir semua idenya gila, dan aku tidak tau ide mana yang kau maksud." Chris memalingkan wajahnya untuk terkekeh pelan. Dia maju selangkah lagi sehingga aroma maskulin tubuhnya menguar dan menusuk hidungku. "Maaf kalau begitu. Dan nanti kau harus datang pukul lima petang karena Luna..." perkataannya terpotong begitu saja ketika seorang lelaki menerobos masuk ruang rapat. "Oh tuan Chris, kukira kau sudah menyelesaikan urusanmu. Maaf sekali, tapi tuan tadi menyuruhku untuk mengingatkanmu agar menelpon Mrs. Lollitta." Chris memukul keningnya, dia benar-benar lupa akan hal itu. "Terima Kasih, Dave. Kau baik sekali mau mengingatkanku." Lelaki yang dipanggil Dave itu hanya mengedipkan sebelah matanya lalu menutup kembali pintu ruang rapat. "Nah, sampai bertemu pukul lima. Pastikan kau menelpon Luna ketika kau sudah menyelesaikan administrasi di kampusmu." Aku hanya menggangguk cepat, tiba-tiba saja kepalaku pusing. Ah~ mungkin karena aku sangat kurang tidur karena latihan teater semalam. Chris hampir saja membuka pintu ruang rapat, namun dia berbalik dan berdiri di depanku. Menatapku sepersekian detik sebelum akhirnya dia mendaratkan kecupan pelan di puncak kepalaku. Mataku membulat sempurna. Apa-apaan lelaki ini! Mentang-mentang aku akan ber-title istri sementara, bukan berarti dia bisa menyentuhku seenaknya begini! "Oh tidak, kau terkejut lagi sekarang. Akan kuberitahu Luna agar memberikan copy-an kontrak kita sebelum kau pulang." Aku menggeleng kesal, "Tak perlu. Buat apa aku membawa-bawa kontrak itu? Kau pikir aku sangat bangga dengan pekerjaan ini?" "Aku tidak suka ekspresi terkejutmu. Seharusnya kau lihat sendiri bagaimana kedua bola matamu itu memaksa keluar dari kelopaknya."  Chris bergidik ngeri seolah-olah itu adalah adegan horror yang tak pantas dilihat. "Sudah, aku ada urusan lagi. Sampai jumpa pukul lima petang." Chris pergi begitu saja, tak memperdulikan erangan kesal yang kuyakin dapat didengarnya. Aku melirik jam tanganku, sudah pukul satu. Aku harus bergegas kekampus sebelum aku mulai lupa bahwa aku bisa kuliah lagi. ~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD