Dengan menundukkan kepalanya, Qiana terus berjalan masuk kedalam butik mamanya. Bahkan Qiana enggan mengangkat kepalanya untuk membalas sapaan mereka. Qiana terus menunduk, ingatannya masih berkelana pada kejadian tadi di kantor papanya. Qiana kira papanya adalah orang yang sangat baik, tapi dirinya salah. Qiana selalu membanggakan papanya didepan semua orang. Qiana selalu menjadikan papanya itu sebuah panutan. Tapi nyatanya papanya tidak sebaik itu. Brak.... Ingin sekali Qiana mengumpat kesal kapada orang yang menabraknya. Tangannya terkepal erat, menahan emosi yang bergejolak di dadanya. Samar-samar Qiana melihat tangan putih kekar telulur didepannya. Sambil menghela nafas berat, Qiana mendongak keatas. Dia menatap siapa orang yang mengulurkan tangan untuknya. Dengan kasar, Qiana me

