"Gawat Sya, aduh gimana ini?" Seru Vera, heboh. Kakinya berjalan kesana-kemari.
"Woy, kunyuk!! Ngapain lo mondar-mandir kayak setrika?" Tanya Gesya, kesal. Sebab Gesya yang tengah menyalin PR milik Qiana jadi terganggu gara-gara Vera yang baru masuk kelas langsung membuat kegaduhan.
"Parah Sya, gawat!!" Seru Vera dengan mimik wajah serius. Lalu dia duduk disamping Gesya.
"Bisa diam gak sih lo, Ver? Gue lagi nyalin tugas tahu. Keburu tuh nenek lampir datang." Seru Gesya dengan nada marah. Dia sangat kesal melihat tingkah sahabatnya.
"Sekali lagi lo teriak-teriak gak jelas, gue latban mulut lo." Ancam Gesya sambil menatap wajah Vera tajam.
"Ish..., Gesya jahat. Sya, lo nyontek PR punya siapa?" Tanya Vera dengan mata berbinar melihat contekan di meja.
"Biarin. Punya Qiana." Jawab Gesya, acuh. tangannya sibuk menyalin tanpa menoleh sedikitpun kearah Vera.
"Biasa aja dong jawabnya. Sya, gue ikut nyontek sekalian ya?" Tanya Vera dengan tatapan memohon.
"Yesss..., gue udah selesai nyalinnya." Seru Gesya sambil loncat geringan. Tanpa sengaja pinggul Gesya menyenggol tangan Vera yang sedang menyalin tugas.
"Njirr...., biasa aja dong Sya. Gak usah loncat-loncat. Lihat nih tugas gue jadi berantakan." Tegur Vera kepada Gesya. Sedangkan Gesya hanya senyam-senyum tidak jelas.
"Woy, Bu Farida datang." Seru Bagas, ketua kelas XI IPA.
"Gimananih, Sya? Gue belum selesai nyalin tugasnya." Seru Vera, heboh. Tangannya menarik-narik baju seragam Gesya dengan mimik wajah panik.
"Haaaa..., derita lo, bukan derita gue." Gesya memeletkan lidahnya didepan Vera yang tengah gerak cepat menyalin tugas.
"Sya, Qiana mana?" Tanya Vera kepada Gesya yang sedang memegang perutnya yang sakit akibat tertawa tadi. Vera berharap Qiana bisa membantunya.
"Di ruang guru sama Revan." Jawab Gesya sambil mengetik sesuatu di ponselnya.
"Kalau Adendra sama Raka dimana?" Vera terus bertanya. Siapa tahu kedua lelaki itu sama seperti dirinya, belum mengerjakan PR. Jadi kalau misalnya dia dihukum, dia ada temannya.
"Oh mereka, Gak tahu, belum berangkat kayaknya." jawab Gesya santai.
Vera menggigit bibir bawahnya panik. Masa iya dia dihukum sendiri.
"Ohhh..."Gumam Vera. Dia mencoba tenang. Tangannya terus menari-nari diatas buku putih.
"Katanya Bu Farida datang, mana?" Seru Vera nyaring. Dia bertanya perihal kedatangan gurunya kepada Bagas yang sibuk bermain ponsel.
"Biasa aja dong, Ver. Gak usah teriak-teriak kayak tarzan. Ini tuh sekolah, bukan hutan, rumah lo." Emang dasarnya orang sinting, jawabnya ya ngawur.
"Njirrrr lo ya. Katanya nenek lampir datang, mana?" seru Vera, celingukan.
"Mana gue tahu, nyangkut kalik." Jawab Bagas, masa bodo.
"Hah? maksudnya?" Seperti orang bodoh, lagi-lagi Vera kembali bertanya kepada bagas.
"Dasar lemot otak lo. Bu Farida nyangkut kalik sama berondong kelas sebelah" Jawab Bagas sambil tertawa keras.
"Yesss...., gue masih ada kesempatan untuk nyalin nih tugas." Seru Vera, tersenyum senang.
"Pagi anak-anak, silahkan kumpulkan tugas kalian hari ini." Sapa Bu Farida yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kelas saat Vera baru saja selesai bicara.
"Mati lo, Ver." Gesya tertawa keras ketika melihat wajah panik sahabatnya saat ini.
"Ginana nih, Sya?" Tanya Vera kepada Gesya dengan panik.
"Bagas, tolong kamu antarkan buku-buku ini ke ruangan saya. Dan untuk kalian semua, kerjakan halaman 30. Saya sedang tidak enak badan, jadi sementara tidak bisa mengajar kalian." Setelah berkata seperti itu Bu Farida langsung keluar kelas. Tapi saat dia baru sampai didepan pintu, tiba-tiba dia berbalik badan.
"Dan untuk yang tidak mengerjakan PR, berdiri di tengah lapangan sekarang sambil hormat menghadap bendera." lanjutnya tegas.
Vera yang merasa PR nya belum selesai langsung berdiri dan menghampiri Bu Farida.
"Berdiri berapa jam bu?"tanya Vera dengan nada hati-hati.
"Sampai jam mata pelajaran saya selesai." Jawab Bu Farida santai. Seakan yang dia katakan tadi adalah kabar bahagia.
"Whatt? berati sampai jam istirahat dong bu?" Teriak Vera dengan heboh.
"Itu kamu tahu." Jawab Bu Farida menyebalkan.
"Bu..." belum selesai Vera protes, ucapannya sudah terlebih dulu dipotong oleh Bu Farida.
"Sekali lagi kamu membantah saya, saya tambahin hukuman kamu. Cepat kamu berdiri sambil hormat menghadap bendera merah putih." Suruh Bu Farida dengan tegas.
"Baik, Bu." Pasrah Vera. Saat Vera baru saja ingin melangkah pergi kelapangan sekolah. Dari kejauhan dia melihat Adendra dan Raka masuk kedalam kelas. Tanpa rasa bersalah karena terlambat, mereka berdua melewati Bu Farida begitu saja. Mereka langsung duduk dibangku mereka masing-masing.
"Adendra, Raka, kesini kalian," Suruh Bu Farida dengan nada tinggi. Matanya menatap tajam kedua cowok didepannya.
"Apa alasan kalian terlambat sekolah?" Tanya Bu Farida kepada dua siswa nakal didepannya.
"Disuruh Pak Santoso menfoto coppy berkas-berkas untuk sekolah." Jawab Raka dengan santai. Karena apa yang dia katakan memanglah benar. Tadi saat mereka berdua baru saja turun dari motor, mereka langsung disuruh mefoto coppy berkas-berkas penting sekolah ini.
"Gak usah banyak alasan kalian. Sekolah kita inikan sudah punya mesin foto coppy." Bentak Bu Farida dengan nada marah.
"Mesinnya rusak. Kalau gak percaya tanya aja sama Pak Santoso." Balas Adendra tegas.
"Baik, silahkan kumpulkan buku tugas kalian kepada Bagas." Suruh Bu Farida sambil menatap dua muridnya dengan mata merah menyala.
Setelah Adendra dan Raka mengumpulkan tugas kepada Bagas, merekapun langsung kembali duduk dengan wajah kesal.
"Njirrr..., tuh guru. Boddy sih oke kayak gitar spanyol. Wajahnya juga lumayan kayak Luna maya. Tapi tuh galaknya kayak genderuwo." Umpat Adendra. Raka yang sedang bermain game di ponselnya hanya melirik Adendra sebentar.
"Emang lo pernah lihat genderuwo?" tanya Raka kepada Adendra.
Sedangkan Adendra hanya nyengir saja. "Heee..., gak pernah." Balas Adendra sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sontak Raka langsung mendengus.
"Eh Ka, ngomong-ngomong Revan kemana ya?" Tanya Adendra kepada Raka yang sok sibuk.
"Gak tahu." Jawab Raka singkat, padat, dan jelas.
Adendra yang kesal kepada Raka langsung menghampiri Gesya yang sedang sibuk bermain ponselnya sendiri.
"Sya, Revan mana?" Tanya Adendra dengan senyum memikat.
"Pergi ke kantor guru sama Qiana." jawab Gesya tanpa beralih dari layar pipih di depannya.
"Terus Vera mana?" Adendra terus bertanya hingga membuat Gesya diam-diam menggeram kesal.
"Dihukum." jawab Gesya malas.
"Kenapa?" Lagi-lagi Adendra bertanya kepada Gesya.
"Ishhhh..., gara-gara gak ngerjain PR." Kesal Gesya.
"Berapa jam?" Adendra yang memang suka membuat Gesya marah terus menggodanya dengan berbagai pertanyaan.
"Sampai jam istirahat." Jawab Gesya sambil menahan amarahnya yang siap meledak.
"Lama banget." Adendra berkata seraya melirik Gesya.
"Adendra, Lo itu bisa diam gak sih? pusing nih kepala gue. Lo itu nanya apa wawancarai gue? bikes deh." Kesal Gesya sambil menghentak-hentakan sepatunya kelantai.
"Bikes, bukannya yang bisa dimakan itu ya Sya?" Tanya Adendra dengan gaya tengilnya.
"Itu biskuit." Jawab Gesya seraya memanyunkan bibirnya.
"Biskuit itu bukannya area balapan ya Sya?" Sepertinya Adendra orangnya memang pemberani. Nyatanya dia terus bertanya tanpa takut dimarahi oleh Gesya.
"Itu sirkuit." Jawab Gesya yang mencoba sabar.
"Sirkuit bukannya tempat bermain anak ya?" Mati-matian Adendra menahan tawanya ketika melihat wajah marah Gesya.
"Itu jungkat-jungkit peak." Sebal Gesya sambil memukul kepala Adendra menggunakan bukunya.
"Haaaa......, santai dong Sya. Gak usah marah. Nanti cantiknya hilang loh." Goda Adendra sambil menoel-noel pipi Gesya.
"Ishhh....., Lo itu benar-benar..." Gesya menahan emosinya yang siap meledak saat ini.
"Benar-benar apa? Ganteng? Atau keren?" Potong Adendra sambil tersenyum jahil.
"Najis." Balas Gesya yang berpura-pura ingin muntah
"Adendra, gue cabut dulu." Seru Raka sambil berjalan keluar kelas.
"Mau kemana, Ka?" Tanya Adendra yang tidak kalah nyaringnya.
"Kantin." Jawab Raka sambil terus berjalan.
Kaki jenjang Raka berjalan santai menyusuri koridor kelas menuju kantin.
Diperjalanan menuju kantin, tiba-tiba langkahnya terhenti. Tanpa sengaja matanya melihat cewek yang dia suka, sedang berdiri di tengah lapangan sambil tangannya hormat menghadap bendera.
Dengan sangat simpati, Raka langsung menghampiri Vera.
"Lo haus?" Tanya Raka kepada Vera.
Tanpa menoleh, Vera langsung menjawab. "Iya, gue haus banget. Serasa ingin pingsan"
"Bentar, gue beli minuman dulu." Setelah berkata seperti itu, Raka langsung berlari menuju kantin.
"Mbak Tini, tea pucuk dinginnya dua. Kembaliannya ambil saja." Seru Raka kepada penjual di kantin sekolahnya. Lalu dia meletakkan uangnya diatas meja begitu saja.
"Makasih Mas Raka." Seru mbak Tini, keras. Tapi Raka sudah jauh, mungkin dia tidak mendengarnya.
Saat Raka sudah ada ditengah lapangan, dia langsung menempelkan tea pucuk dingin ke pipi Vera. Hingga membuat seempunya menoleh kaget.
"Auu......, dingin." Pekik Vera spontan. Dia sangat terkejut.
"Eh, Raka. Jadi yang nanya gue tadi lo?" Lanjut Vera malu-malu.
"Iya, nih minum." Jawab Raka sambil menyodorkan tea pucuk kepada Vera.
"Makasih, maaf ngerepotin." Ucap Vera malu-malu. Tangannya terurur untuk menerima tea pemberian Raka.
"It's oky. Buat cewek secantik lo, apapun gue lakuin." Balas Raka, hal itu mampu membuat pipi Vera memerah seperti tomat busuk.
"Haaa...., pipi lo kenapa tuh? Kok merah?" Tunjuk Raka sambil menoel-noel pipi Vera. Raka tidak bodoh untuk mengartikan semburat merah dipipi Vera.
"Merah? Mungkin gara-gara kenapa paparan sinar matahari. Lo nyebelin, nanya-nanya mulu." Jawab Vera dengan wajah cemberut.
"Nyebelin apa suka?" Goda Raka, lagi-lagi Vera dibuat salah tingkah oleh Raka.
"Hey, kalian! Terutama kamu Vera, dihukum malah pacaran." Bentak Bu Farida kepada Vera dan Raka.
"Siapa yang pacaran? Orang kita cuma berduaan." Balas Raka dengan santai. Seakan tidak takut dengan suara lantang Bu Farida.
"Ibu iri ya sama kita berdua? Makanya cepat nikah, keburu jadi perawan tua loh." Lanjut Raka, tidak sopan.
"Kamu..." Geram Bu Farida sambil mengepalkan kedua tangannya. Karena malu dengan ucapan Raka, Bu Farida lebih memilih pergi.
"Hebat lo Ka, bisa ngusir tuh mak lampir." Puji Vera sambil mengembangkan senyumnya.
"Iya dong, Raka!" Ucap Raka dengan bangga.
Tit....
"Kantin yuk?" Ajak Raka ketika mendengar bel istirahat.
"Ayo, lo nanti mau pesan makanan apa?" Tanya Vera, dia bejalan beriringan dengan Raka.
"Apa aja. Asal jangan makan hati." Jawab Raka dengan mimik wajah datar. Perubahan sikap yang Raka tunjukkan membuat Vera meringis.
"Ha..., geje-geje." Balas Vera sambil tertawa renyah. Vera hanya berniat menghibur Raka.
"Gak masalah. Asal bisa buat lo ketawa." Balas Raka sambil mengedipkan satu matanya.
"Apaansih," Vera terenyum malu.
Saat Vera dan Raka sudah sampai di kantin, mereka bingung ingin duduk dimana, karena kursi di kantin sudah penuh ditempati oleh siswa-siswi yang sedang mengisi perut mereka.
Saat mereka sedang kebingungan, tiba-tiba....
"Vera, Raka, duduk sini!!" Seru cewek yang sedang duduk dipojok kantin.
"Loh, kalian semua kok bisa makan bareng?" Tanya Vera kepada Gesya, Revan, Qiana, dan Adendra. Lalu tanpa permisi Vera langsung menyeruput es jeruk milik Qiana.
"Ishhh..., Njir lo ya, Ver. Datang-datang langsung minum minuman gue." Kesal Qiana kepada Vera sahabatnya.
"Heee....., maaf-maaf Qi. Lo gak kasihan apa sama gue? kepanasan ditengah lapangan." Adu Vera dramatis.
"Alah prett. Kayak gitu aja panas. panasan mana sama neraka?" Sahut Gesya sambil mengunyah makanannya.
"Panasan nerakalah, peak." Jawab Vera yang tidak mau kalah dengan Gesya. Terjadilah adu mulut antar keduanya.
"Eh, hari ini panas banget. Jangan-jangan neraka bocor." Cerocos Vera sambil mengibas-ngibaskan tangannya keudara.
"Alah lo aja yang manja, kena panas gitu aja ngeluh." Merekapun terus berdebat. Hingga membuat telinga Revan, Adendra dan Raka panas.
"Dasar cewek. kalau udah ngumpul ya gini, bacotnya gak bisa berhenti." Cibir Adendra yang langsung diberi tatapan tajam oleh Qiana, Vera, dan Gesya. Sontak Revan dan Raka yang melihat Adendra di beri tatapan maut ketika cewek itu menahan tawa mereka.