Di tengah lapangan cowok tampan dengan sejuta pesona tengah asik bermain bola basket. Dengan parasnya yang tampan itu, dia mampu memikat cewek manapun. Tapi sayang, belum ada satu cewek pun yang mampu memikat hatinya.
Revan wijaya, cowok tampan bertubuh atletis yang sekarang tengah menduduki kelas XI IPA. Usianya sekitar 16 tahun. Selain dia terkenal bad boy di sekolahnya, dia juga terkenal pintar. Meski dia adalah ketua geng motor, tapi dia tidak pernah melupakan statusnya bahwa dia masih seorang pelajar. Walau tidak sedikit juga catatan kenakalannya.
Dipinggir lapangan SMA 2 jakarta sekarang semakin ramai. Teriakan siswi SMA 2 jakarta menggema di seluruh penjuru lapangan. Keringat juga sudah membanjiri badan anak pemain basket. Tapi bukannya berhenti dan beristirahat, mereka malah semakin bermain dengan sengitnya.
"Semangat kak Revan."
"Kak Revan, i love you."
"Aduh, sini-sini biar aku yang ngelapin keringat kak Revan."
"Kak Revan cool banget sih."
Begitulah teriakan cewek-cewek yang tergila-gila dengan pesona Revan. Sekarang permainan basket telah selesai. Permainan basket dimenangkan oleh anak IPA. Sesuai perjanjian yang sudah disepakati tadi, yang kalah wajib mentraktir tim yang menang. Dengan malas salah satu anak IPS maju dan melempar uang 300 ribu di depan wajah Revan.
Revan hanya diam seraya tersenyum sinis. Semua yang ada di lapangan berkidik ngeri, takut melihat senyum devil seorang Revan. Mereka semua tahu siapa Revan, anak pemilik sekolah dan ketua geng motor terkenal di Jakarta.
Selain pemilik sekolah, ayah Revan adalah seorang pengusaha pertambangan minyak terkenal yang usahanya kini sedang maju-majunya. Bahkan dikabarkan, keluarga Revan sekarang ini sudah menduduki keluarga terkaya seasia no 2. Dan no 3 di tempati oleh kakaknya Revan sendiri, pengusaha muda pertambangan batu bara, yaitu Devan wijaya. Dan perlu kalian tahu, ibu Revan adalah seorang desainer terkenal. Dengan kekayaan seperti itu, siapa gadis yang tidak mau dengannya? dan siapa orang yang berani bermain-main dengan dirinya.
"Hebat lo berani ngelempar uang di depan wajah gue." Ucap Revan sambil mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Kedua matanya menatap cowok di depannya dengan sorot mata tajam. Tepat di depan ke-dua manik mata lawannya, Revan memberikan tatapan elangnya.
"Emang lo siapa sampai-sampai gue harus takut sama lo?!" Tanya cowok itu yang tak lain adalah Arga. Anak kepala sekolah di sekolah ini.
"Harusnya lo yang takut sama gue." Tambah Arga dengan ekspresi wajah sombong. Ingin sekali Revan menonjok rahang cowok di depannya. Tapi dia masih menahan emosinya.
"Gue bisa saja ngeluarin lo dari sekolah ini, karena gue adalah anak dari kepala sekolah disini." Arga berkata dengan nada meremehkan. Dia tidak tahu bahwa dia sedang bermain-main dengan iblis yang menyamar sebagai manusia.
"Cuihhh..., udah ngomongnya? Tanya sama bokap lo, gue ini siapa!" Sinis Revan sambil meludah di depan wajah Arga.
"Siapa lo? Berani-beraninya lo nyuruh-nyuruh gue buat nanya siapa lo kepada bokap gue." Bentak Arga dengan ekspresi wajah marah. Tangan Arga tidak tinggal diam. Dia menarik kerah seragam Revan. Wajahnya merah padam karena tersulut emosi.
"Slo dong bro. Santai jadi cowok." Timpal Raka sambil melepaskan tangan Arga yang berada di kerah seragam Revan.
"Jangan kayak anak mami beraninya ngadu sama bokap. Kalah ya kalah, gak usah banyak bacot lo." Timpal Adendra, sahabat Revan. Dia bahkan sampai membalikkan jembolnya dengan senyuman sinis di bibirnya.
"Jadi cowok kok tukang ngadu, besok kalau sekolah bawa rok. Malu-maluin kalangan adam aja lo." Cibir Raka sambil tertawa mengejek di depan Arga. Sontak ucapan Raka tadi membuat rahang Arga semakin mengeras.
"Mending lo pulang, habis itu lo tidur. Dari pada lo disini nyari masalah sama kita." Ejek Raka, dia memajukan badannya kedepan Arga. Sudut bibir kanan Raka tertarik keatas ketika dia melihat rahang ketat Arga. Dia sampai ingin melayangkan bogem mentahnya untuk membuat hancur wajah cowok di depannya. Tapi bentakan Revan membuat dia mengurungkan niat jahatnya itu.
"Diam kalian!! Biar dia jadi urusan gue sendiri." Bentak Revan kepada Raka dan Adendra. Sontak keduanya langsung mundur dan membiarkan Revan maju kedepan untuk mengurus masalahnya sendiri.
"Lo mau kenalan sama gue gak?" Tanya Revan sambil maju selangkah. Dia mendekat kearah Arga yang tengah memasang wajah angkuh.
"Kenalin, nama gue Revan wijaya. Anak pemilik sekolah ini, Dirga wijaya." Lanjut Revan sambil menyugar rambutnya kebelakang. Sontak Arga yang tadinya berdiri dengan angkuh, sekarang beringsut takut ketika mendengar ucapan Revan. Cowok tampan itu mematung dengan mulut terbuka.
'Mati gue'. Batin Arga sambil meruntuki kebodohannya.
Kalau kayak gini caranya, Arga yakin, dia dan keluarganya akan terkena masalah besar. Karena dia sudah berani mengusik anak dari orang penting di sekolah ini.
Tanpa banyak bicara, Arga meninggalkan Revan yang sekarang tengah berganti memasang wajah angkuh. Revan menatap punggung Arga yang kian menjauh dengan tatapan penuh kemenangan.
Arga masuk kedalam kelasnya dengan wajah lesu. Tadinya suasana kelas sedang ramai sebelum teriakan Arga menggema di dalam ruangan kelasnya. Sontak semua orang yang berada di dalam kelas ini yang mendengar teriakan Arga langsung terdiam kaget.
"Diam!!" Teriak Arga dengan wajah marah. Suasana hatinya kini sedang kacau gara-gara Revan tadi. Dia sedang berfikir keras tentang bagaimana nasib keluarganya nanti jika papanya sampai di pecat oleh papanya Revan atas ulahnya.
"Sabar bos, gak usah emosi." Ucap Chiko sambil menepuk punggung Arga. Dia berniat menenangkan cowok tampan yang kini tengah tersulut emosi tinggi.
"Lo sih Ga asal lempar uang ke wajah dia aja, bukannya tanya kita dulu siapa orang yang sedang lo lawan." Ucap Rafa, sahabat Arga. Ucapan Rafa kelewat santai. Dia berpikir bahwa ucapannya tidak akan membuat singa di depannya marah.
"Lo nyalahin gue? Maksud lo apa hah?!" Bentak Arga sambil menonjok perut Rafa membabi buta. Arga seperti tidak memperi ampun kepada sahabat karibnya.
Bug! bug! bug!
"Lo kok malah mukul gue, Ga?" Bentak Rafa sambil mengusap darah segar yang menetes di ujung bibirnya dengan kasar. Arga tidak mendengarkan ucapan Rafa, hingga terjadilah adu jotos antara Rafa dan Arga. Sedangkan Chiko hanya geleng-geleng kepala melihat dua sahabatnya berantem. Dia sadar, percuma memisah keduanya, tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Rafa dan Arga.
Dilain kelas, Raka, Revan dan Adendra sedang berjalan santai memasuki kelasnya. Mereka mengambil tasnya tanpa menghiraukan guru yang tengah mengajar.
"Dendra, Revan, Raka, Mau kemana kalian? Duduk!" Seru Bu Ana, guru fisika di SMA 2 JAKARTA.
"Maaf bu, Kita Izin tidak ikut pelajaran dulu karena kita ada urusan keluarga." Ucap Revan mewakili teman-temannya.
Gurunya itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sifat dingin serta nakal putra kedua pemilik sekolah ini. Bu Ana tahu, mereka bertiga berbohong. Bagaimana bisa mereka bertiga kompak izin tidak ikut pelajaran gara-gara urusan keluarga? Karena mereka tidak satu keluarga.
Semua guru disini sudah angkat tangan jika berurusan dengan Revan. Cowok dingin dan nakal itu selalu berbuat ulah. Dia selalu membuat semua orang resah dengan kelakuannya.
Revan sudah bolak-balik masuk BK. Beruntung Revan adalah anak pemilik sekolah ini. Sehingga dia tidak akan di keluarkan dari sekolah, walaupun catatan kenakalannya sudah diambang batas.
Revan, Raka, dan Adendra pergi ke rumah kosong yang sudah disulap menjadi tempat beskem anak-anak motor yang di pimpin oleh revan.
"Bos, ada apa nyuruh kita semua kumpul di beskem?" Tanya Dion, anggota anak motor Glester.
"Cari tahu yang namanya Arga pratama sekarang!" Titah Revan dengan tegas. Dion yang mendengar perintah dari Revan langsung memberi isyarat melalui bibirnya kepada teman-temannya untuk segera melaksanakan tugas dari bosnya.
Tanpa menunggu Revan mengulangi perintahnya, merekapun langsung pergi mencari tahu tentang Arga. Kecuali Adendra dan Raka.
"Gue mau pulang. Kalian kalau mau kemana itu urusan kalian." Pamit Revan sambil berlalu menggunakan motor merah kesayangannya.
"Punya sahabat kok gitu-gitu amat, dingin kayak es." Cibir Adendra sambil mengedikkan bahunya.
"Udahlah Ndra, kalau Revan dengar, bisa-bisa lo mati sebelum ajal Lo." Tegur Raka sambil ikut Revan pergi dari beskem mereka biasa ngumpul.
"Yang satu kayak es, yang satu lagi kayak batu. Cuma gue disini yang kayak pangeran. Hahaa...." Ucap Adendra sambil tertawa sendiri layaknya orang gila.