2. Hujan

1482 Words
Malam ini sangat gelap, bintang pun seakan enggan untuk menghiasi langit malam ini. Kota jakarta sedang menangis malam ini, bulan dan bintang pun lebih memilih bersembunyi, seakan malas menampakan diri. Revan, cowok tampan itu tengah berteduh di luar minimarket. Dia sangat menyesal tidak mendengarkan nasehat mamanya untuk membawa mobil saat pergi tadi. Sekarang hujan sangat deras dan entah kapan redanya. "Arggg....!! Kapan redanya sih nih hujan!" Desis Revan sambil menggeram frustasi. Tidak mau terlalu lama dia terjebak hujan di depan minimarket, akhirnya Revan terpaksa menerobos hujan yang sangat deras. Karena emosi, dia menendang kaleng minuman yang ada di depannya. "Aduh, siapa nih yang nendang kaleng minuman sampai kena jidat gue kayak gini?!" Seru gadis cantik yang berdiri tidak jauh dari Revan. Nada suaranya terdengar marah. Tangannya sibuk mengusap jidatnya yang terasa sangat perih. "Gue, kenapa??" Tantang Revan sambil mengeluarkan suara dingin. Cowok itu seakan tidak merasa bersalah barang sedikitpun. lihatlah Revan sekarang, dia sedang berdiri angkuh didepan gadis cantik yang entah namanya siapa, Revan tidak perduli. "Lo....." Tunjuk perempuan itu tepat di depan wajah Revan. "Kalau jalan tuh pakai mata." "Bodoh! Kalau jalan ya pakai kaki. Kalau pakai mata gimana caranya jalan?" Revan tetaplah Revan, cowok itu tidak pernah mau mengalah dengan siapapun, kecuali dengan perempuan yang dia panggil dengan panggilan mama. Gadis di depan Revan tadi menggeram kesal. Revan menyadari itu, tapi dia sangat tidak perduli. "Apa lo bilang tadi? Gue bodoh?" Sungut gadis itu dengan wajah marah. Dia menunjuk dirinya sendiri dengan menggunakan jarinya yang lentik. "Gue gak bilang kalau lo bodoh. Lo sendiri yang bilang kayak gitu." Bela Revan dengan wajah santai. Dia sama sekali tidak mau di salahkan. Revan memasukkan satu tangannya kedalam saku celana boxer yang dia kenakan. Cowok itu benar-benar sangat menyebalkan. "Lo gila atau gimana sih, sebel gue lihat loh." Geram cewek yang berdiri di depan Revan dengan ekspresi wajah marah. Hingga sampai-sampai kedua bola mata indahnya menatap tajam mata elang Revan. "PMS ya mbak? Marah-marah mulu." Gurau Revan sambil tersenyum meremehkan. Lagi dan lagi Revan membuat gadis di depannya menggeram kesal. "Mimpi apa gue ketemu cowok gila kayak lo." Teriak cewek yang berdiri di depan Revan tadi sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya. "Mimpi ketemu pangeran dijalan." Jawab Revan, asal. "Amit-amit gue ketemu lo lagi." Ucap cewek yang berdiri di depan Revan. Dia berbalik, berjalan pergi menjauhi Revan. Saat cewek itu baru ingin menghentikan TAXI, tiba-tiba.... Jeder...... Suara petir bergemuruh. Cewek itu pun kaget, reflek dia langsung membuang payungnya dan berbalik untuk memeluk Revan. Bahkan sangking cepetnya cewek itu memeluk Revan, sampai-sampai badan Revan terhuyung kebelakang. "Apa-apaan lo main peluk-peluk gue aja. Gue tahu kalau gue ini ganteng. Tapi lo gak usah kayak cewek kegatelan juga baru kenal langsung meluk gue." Revan berkata dengan sangat pedas. Hingga membuat cewek itu langsung melonggarkan tangannya yang tengah memeluk cowok songong di depannya. apa kata cowok itu tadi? Dia kegatelan? Sorry, dia bukan ulat bulu. "What? Apa lo bilang tadi? Gue cewek kegatelan? Dasar cowok gila." Umpat gadis itu marah, dia tidak terima dikatain cewek kegatelan oleh Revan. "Bilang gue gila tapi masih meluk gue. yang gila lo atau gue?" Lagi dan lagi Revan mampu membuat gadis di depannya marah. "Najis gue meluk lo!!" Seru cewek itu dengan cepat. Cewek itu pun mendorong d**a Revan agar sedikit menjauh dari dirinya. "Lah, terus tadi apa?" Tanya Revan sambil sedikit menyondongkan tubuhnya kedepan. Cewek itu pun malu. Dia langsung berlari masuk ke dalam TAXI yang kebetulan lewat di depannya. Hujan sedikit reda, Revan berjalan menghampiri motornya. Lalu dia menghidupkan mesin motornya untuk menembus hiruk-pikuk kota metropolitan. **** Di sekitar koridor sekolah Revan, Raka, dan Adendra sedang berjalan santai melewati siswa ataupun siswi yang sedang mengobrol atau juga berjalan sepertinya. Banyak cewek-cewek yang menatap kagum kearah mereka secara terang-terangan. Hingga mereka yang ditatap merasa sangat risih. "Aduh kak Revan ganteng banget." "Iya, Cool lagi." "Kak Raka i love you." "Kak Adendra, aduhhh..., senyumannya gak nahan." "Aduhhhh..., pangeranku." Teriak cewek-cewek yang sangat mengidolakan mereka. Tanpa menghiraukan ucapan mereka, Revan, Raka dan Adendra terus berjalan menuju kelas mereka. Saat sudah sampai di depan kelas mereka, mereka masuk begitu saja. Tidak lama guru bahasa indonesia mereka datang. "Pagi anak-anak," Sapa Bu Nadia, guru bahasa indonesia di SMA 2 jakarta. "Pagi Bu!!" Jawab mereka kompak. "Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Ayo masuk nak," Suruh Bu Nadia, dia mempersilahkan anak baru itu masuk kedalam kelas. "Perkenalkan nama kamu sekarang kepada teman-teman kamu disini." Tambah Bu Nadia seraya tersenyum hangat. Anak baru itu menatap teman-teman sekelasnya. Kedua mata indahnya menyisir setiap isi kelas barunya. "Hai, nama gue Qiana bramasta. Kalian boleh manggil gue Qiana." Qiana memperkenalkan dirinya di depan kelas. Agak gugup memang, maklumlah namanya juga anak baru. "Apa ada yang ingin kalian tanyakan kepada Qiana?" Tanya Bu Nadia sambil melihat muridnya satu-satu. "No hp lo berapa ?" "Udah punya pacar belum?" "Widihhh..., adik aktor terkenal dong lo?" Qiana hanya memasang ekspresi wajah datar saja. Dia tidak berniat untuk menjawab pertanyaan tidak berfaedah dari taman-temannya. Karena menurut Qiana pertanyaan yang mereka ajukan tidaklah penting. Mata indah Qiana berhenti pada satu titik, dimana seorang cowok tampan duduk menyendiri di belakang. Sepertinya dia sedang tidur, dilihat dari kepalanya yang diletakkan diatas meja. "Sepertinya gue kenal tuh cowok, tapi dimana?" Batin Qiana mencoba mengingat-ingat sesuatu. Tapi nihil, ingatannya seakan hilang entah kemana. "Sudah-sudah, Kalau itu kalau bertanya ada-ada saja. Qiana, silahkan kamu duduk di sebelah Gesya." Suruh Bu Nadia sambil menunjuk bangku di samping cewek cantik yang tengah duduk sendiri di kelas ini. "Baik, bu." Jawab Qiana dengan sopan. Qiana duduk dimeja barisan ketiga. Disebelah Gesya tentunya. "Hallo, nama gue Gesya pradita. Kalau lo siapa?" Tanya Gesya sambil mengulurkan tangannya. Qiana menjabanya dengan senang hati. "Qiana bramasta" Jawab Qiana, singkat. "Ehem, Ehem, teman baru datang, teman lama di lupain nih yeee..." Sindir cewek cantik yang duduk di belakang Qiana. "Heeee...., gak gitu juga kalik, Ver." Cengir Gesya, tidak enak. "Bercanda kok Sya. Hallo, nama gue Vera Rahardian." Timpal Vera sambil memperkenalkan dirinya. Vera mengulurkan tangannya di depan Qiana. "Hai, nama gue Qiana" Balas Qiana Sambil menjaba tangan Vera. "Maaf anak-anak, ibu tinggal rapat sebentar. Kalian buka buku halaman 50, lalu kerjakan." Suruh Bu Nadia yang langsung membuat semua murid di kelas XI IPA mendengus kesal. "Kalau mau rapat ya rapat aja. Gak usah ngasih tugas segala." Cibir salah satu murid yang memiliki rambut pirang. Setelah lama mereka berkutat dengan buku-buku mereka, sekarang mereka di perbolehkan untuk istirahan. Bel sekolah sudah berbunyi 5 menit lalu. "Qi, lo benar dari keluarga bramasta?" Tanya Gesya sambil melirik wajah Qiana yang sedang berjalan di sampingnya. "Hem, kenapa?" Qiana enggan menjawab pertanyaan Gesya. Tapi mau bagaimana lagi, Apa dia harus menutupi identitasnya? Tapi percuma, tadi dia sudah memperkenalkan diri didepan kelas. Sekarang mereka bertiga sedang berada di kantin SMA 2 jakarta. Kantin yang sangat ramai oleh orang-orang yang ingin memberi makan cacing di perut mereka. "Oh may good, lo beneran dari keluarga bramasta? Berarti lo adik Kenzo bramasta dong? Aduh, mimpi apa gue tadi malam bisa satu sekolah sama adik aktor terkenal. Terus-terus, kakak lo dimana sekarang?Syuting film? lagi liburan? atau di rumah aja? gue mau minta tanda tangan dia, cium pipi, Foto, atau makan malam bareng dia gitu. guekan fens beratnya dia...." Sebelum Vera menyelesaikan ucapannya, mulut Vera sudah disumpal pakai tisu oleh Gesya terlebih dahulu. "Dasar cerewet! Gak punya malu apa lo di lihatin banyak orang?" Desis Gesya dengan nada marah. Karena gara-gara omongan Vera yang keras dan menyebut Qiana Adik aktor, sekarang mereka sedang menjadi pusat perhatian warga kantin. "Oh, jadi benar dia adik aktor terkenal Kenzo bramasta." "Duh, mimpi apa gue tadi malam bisa satu sekolah sama adik aktor terkenal." "Aduh, manis banget adiknya Kenzo." "Calon adik ipar gue itu. Begitulah celotehan murid-murid SMA 2 jakarta saat mengetahui siapa Qiana bramasta. "Lo sih Ver, nyerocos mulu. Mulut lo gak bisa di rem sedikit." Cibir Gesya dengan nada kesal. Sedangkan Qiana yang mendengar celotehan teman-temannya dan kakak kelasnya langsung berlari pergi. Dia benci dengan semua orang yang selalu bilang tentang keluarganya. Karena tanpa mereka sadari ketahui, Qiana sangat membenci keluarganya. Hampir setiap hari mereka bekerja, bekerja, dan bekerja. Bahkan mereka tidak punya waktu untuk sekedar makan malam bersama dengannya. Otak mereka isinya hanyalah uang, uang, dan uang. Qiana terus berlari. Hingga saat dia sampai di samping lapangan, tiba-tiba ada bola yang meleset dan mengenai kepalanya. "Qiana, awas!" Seru Vera dan Gesya . Mereka berlari menghampiri Qiana yang sekarang sedang pingsang tidak sadarkan diri. Vera dan Gesya menutup mulut mereka. Mereka saling tatap, mati dia kalau teman barunya ini kenapa-kenapa. "Aduh, bagaimana ini Sya?" Tanya Vera dengan nada panik. Hal itu membuat Vera tanpa sadar menggigit bibir bawahnya sendiri. "Samperin lah, gimana sih lo." Jawab Gesya yang tidak kalah paniknya. Gesya dan Vera menggeram kesal. Dari segitu banyak orang yang berada di lapangan, kenapa tidak ada satupun orang yang berniat untuk menolong Qiana? Sekarang Vera dan Gesya yakin, jika ada orang yang terkapar dijalan pasti orang-orang hanya akan melihatnya tanpa berniat menolongnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD