3.Tidak sengaja bertemu

1375 Words
Cowok-cowok yang sedang bermain basket di lapangan sangat terkejut ketika mereka mendengar teriakan Vera dan Gesya. Termasuk Raka, Adendra dan Revan. Mereka bertiga langsung melihat kepinggir lapangan. Tadi saat Revan ingin memasukkan bola ke dalam ring, tidak sengaja bola itu maleset dan mengenai kepala cewek yang sedang lewat di pinggir lapangan. Hingga cewek itupun pingsan. Revan yang masih sedikit shock hanya terdiam tanpa beranjak sedikitpun dari tempatnya. Dia hanya diam, tanpa menolong cewek yang terkapar tadi. "Kalian ini cowok atau banci sih? Jelas-jelas kalian lihat cewek pingsan, bukannya di tolongin tapi malah dilihatin doang. Apa lagi yang cewek-cewek itu, teman pingsan bukannya di bawa ke UKS malah di foto. Gila kalik ya kalian semua!" Bentak Gesya sambil mengangkat tubuh Qiana bersama dengan Vera. "Sabar, Sya." Ucap Vera yang mencoba menenangkan Gesya yang sedang marah besar. "Gila kalik mereka Ver, disanakan banyak orang. Tapi mereka cuma ngelihatin Qiana yang sedang pingsan dan sama sekali gak mau nolongin dia. Kadang gue mikir, kalau ditengah jalan tiba-tiba ada orang yang mengalami kecelakaan terus minta tolong buat dianterin ke rumah sakit, mungkin mereka akan pura-pura gak dengar." Vera yang mendengar Gesya marah-marah hanya meringis saja. Dia tidak tahu harus bilang apa. Sesampainya mereka di UKS, mereka langsung berteriak memanggil nama kak Juna, kakak kelas mereka yang bertugas menjaga UKS hari ini. "Kak Juna, tolongin teman gue!!" Seru Gesya dari depan pintu UKS. Juna yang sedang bermain game di ponselnya langsung meletakkan ponselnya keatas meja. Dia langsung berlari menghampiri Vera dan Gesya yang sedang mengangkat Qiana. Juna bertindak cepat. Dia memeriksa Qiana yang belum juga sadarkan diri. Vera dan Gesya yang berada di sebelan kanan dan kiri Qiana hanya diam melihat Juna yang sedang memeriksa Qiana dengan sangat baik. "Gimana kak keadaan teman gue?" Tanya Vera dengan nada khawatir. Dia sangat takut jika temannya itu kenapa-napa. "Teman kalian gak apa-apa. Dia hanya butuh istirahat yang cukup saja. Gue permisi." Vera dan Gesya mengangguk cepat. Lalu setelah kak Juna pergi, mereka berdua duduk disamping kanan dan kiri brankar Qiana. *** Masih di lapangan, mereka semua sedang saling salah-salahan. Termasuk Raka dan Adendra. Mereka berdua terus saja berdebat dan saling menyalahkan. "Lo sih Ndra, harusnya lo bilang sama cewek tadi supaya dia gak lewat di pinggir lapangan." Seru Raka yang sedang menyalahkan Adendra yang sedari tadi diam disamping Revan. "Woy ogeb, mana gue tahu kalau tuh cewek bakal lewat sini." Bentak Adendra yang tidak terima dirinya disalahkan oleh Raka. "Yakan harusnya lo tanya-tanya gitu ke dia, dia mau lewat mana." Bela Raka yang tidak mau kalah dengan omongan Adendra. "Tanya-tanya sama siapa, hah? Lo pikir gue wartawan. Yakalik gue harus pakai toa buat ngumumin ke semua siswa disini dan teriak teriak gini, woyyy yang nanti mau lewat pinggir lapangan siapa, lapor ke gue. Gitu? terus kalau dia mau lewat di pinggir lapangan ya biarin, masa harus lewat di pinggir trotoar." Bela Adendra dengan nada marah. Revan yang sudah tidak tahan dengan perdebatan mereka langsung pergi ke kantin. Revan membeli sebotol air putih dan roti. Tanpa banyak bicara Revan langsung meletakkan uangnya di meja kantin. Dia berjalan keluar kantin begitu saja. "Aden uang kembaliannya..." Teriak Mbak Tini, ibu kantin di SMA 2 jakarta. "Ambil aja." Jawab Revan. Lalu tanpa bicara lagi Revan langsung berjalan menuju UKS. Tok! tok! Suara ketukan pintu diluar UKS terdengar sangat keras. Hingga membuat Vera dan Gesya menggeram kesal. Vera yang memang duduk di dekat pintu langsung berdiri dan membuka pintu UKS tersebut. "Masuk, Rev." Suruh Vera mempersilahkan Revan masuk kedalam UKS. Dia tidak menyangka jika cowok dingin itu mau menjenguk sahabatnya. "Masih belum sadar dia?" Tanya Revan kepada Gesya dan Vera. Mereka berduapun kompak menggelengkan kepala mereka. Suasana hening, hingga bel masuk sekolah membuyarkan lamunan mereka. Tit! Tit! Vera dan Gesya yang mendengar bel masuk berbunyi menjadi bingung sendiri. Jika mereka berdua masuk kedalam kelas, lalu siapa yang akan menjaga Qiana? Tidak mungkinkan mereka membiarkan Qiana didalam UKS sendiri? Apalagi dalam keadaan dia belum sadar seperti sekarang. Lalu mereka berduapun kompak melihat Revan yang sedang sibuk bermain game di ponselnya. "Woy Revan, jagain teman kita berdua dulu, Kita berdua mau masuk kedalam kelas." Suruh Vera sambil berdiri dari sofa yang berada dibpojokan ruangan. "Hem," Balas Revan, tanda dia menyetujui permintaan Vera dan Gesya untuk menjaga Qiana. Vera tersenyum puas, begitupun dengan Gesya. Lalu mereka berdua pergi menuju kelas mereka. Sedangkan Revan, dia masih setia duduk di samping Qiana. Dia menunggu Qiana sadar dengan harap-harap cemas. Karena bagaimanapun ini semua kesalahannya yang tidak berhati-hati dalam melempar bola. Revan yang memang semalaman tidak tidur, matanya mengantuk. Perlahan mata Revan terpejam disamping Qiana. *** Saat Gesya dan Vera baru masuk kedalam kelas, guru bahasa inggris mereka langsung memberi mereka pertanyaan yang membuat kepala mereka pusing. "Kenapa baru masuk kedalam kelas saya? Kemana aja kalian? Telinga kalian itu dengar atau tidak kalau bel masuk kelas itu udah bunyi dari tadi, dasar siswi nakal." Guru bahasa Inggris Gesya dan Vera sangat marah kepada Vera dan Gesya yang baru masuk kedalam kelas. Tanpa menjawab pertanyaan guru mereka, Gesya dan Vera langsung duduk di bangku mereka masing-masing. "Kalian dengar saya lagi ngomong sama kalian gak sih, main pergi-pergi aja." Bentak Bu Rosa dengan nada tinggi. Hingga siapa saja yang mendengarnya langsung menutup telinganya rapat-rapat. "Maaf bu, tadi kami keruang UKS dulu" Jawab Vera dengan sekenanya. Karena dia malas memberi alasan kepada guru di depannya. "Lain kali jangan di ulangi lagi." Pinta Bu Rosa sambil menghela Nafa kasar. Vera hanya mengangguk, tapi tidak dengan Gesya. Gesya malah acuh tak acuh. Bibirnya sibuk menirukan ucapan Bu Rosa. *** Ketika bangun dari pingsannya, Qiana merasakan pusing di bagian kepalanya. Dan saat dia mengedarkan pandangannya kekanan dan kiri, tiba-tiba matanya berhenti disamping kanannya. Disana ada cowok yang kemarin malam dia temui di depan minimarket tengah tertidur dengan polosnya. Wajahnya sangat damai. Bahkan bibir merah muda alaminya terlihat sangat menggoda. "Tampan." Kesan pertama yang Qiana lihat dari cowok yang tengah tidur di sampingnya. Lalu Qianapun menyentuh tangan cowok itu hingga dia terbangun dari tidurnya. "Argh...."Erang cowok itu sambil meregangkan otot-otot tangannya. Matanya terlihat masih sayu. mungkin karena efek kurang tidur. Begitulah pendapat Qiana. "Udah bangun lo?" Tanya Revan, sambil menatap wajah pucat Qiana. "Menurut lo?!" sinis Qiana dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur. Tidak sengaja Qiana melihat name tag di seragam cowok tersebut. "Revan wijaya." Eja Qiana di dalam hati. "Gue anterin lo pulang." Tawar Revan, yang sedikit memaksa. Qiana menggeleng sambil mencoba berdiri. Berhubung tubuhnya masih lemas, dia hampir saja terjatuh. Tapi beruntunglah Revan segera menahan tubuh mungilnya agar tidak jatuh. "Makasih, tapi gue mungkin udah di jemput." Tolak Qiana, halus. Revan hanya mengangguk. "Oke, gue antar sampai keparkiran." Tawar Revan yang masih dengan nada dingin. Qiana mengangguk sambil tersenyum kikuk. Dan benar tebakan Qiana, Dia sudah di jemput oleh supirnya di depan gerbang sekolahnya. "Makasih udah nganterin gue sampai sini." Ucap Qiana, tulus. Revan hanya mengangguk. Setelah Qiana pergi, Adendra dan Raka datang. Mereka berdua berdiri disamping kanan dan kiri Revan. "Sumpah, gue hari ini harus ke rumah lo Rev." Ucap Adendra tiba-tiba. Revan mengerutkan keningnya bingung. "Ngapain?" Tanya Revan sambil menatap wajah Adendra yang sedang berdiri di samping kanannya. "Bilang sama orang tua lo biar Mereka ngadain syukuran tujuh hari tujuh malam karena anaknya udah gak homo lagi." Jawab Adendra sambil tertawa pelan. Pletak! Revan memukul kepala Adendra dengan keras. Kedua matanyapun melotot tajam hingga membuat Adendra sedikit meringis pelan. "Gue masih doyan cewek kalik." Sinis Revan sambil tersenyum miring. "Kita kirain lo homo, Rev. Habis lo gak pernah dikabarin dekat sama cewek manapun. Bahkan melody si primadona sekolah kita aja lo tolak." Raka ikut menimpali sambil menahan tawanya. "Melody yang bodynya seperti gitar sepanyol itukan, Ka?" Tanya Adendra, memastikan. "Iya, yang bohay itu loh...." Revan memutar kedua bola matanya malas, dia melirik wajah kedua sahabatnya bergantian. Kalau soal cewek aja mereka cepat nanggepinnya. Coba soal pelajaran, pasti mereka akan bilang pusing dan sebagainya. "Kalian gak usah bilang gue homo. Apa kabar sama kalian? Cewek aja kalian belum punya. Sama-sama jomblo gak usah saling ngejek." Sinis Revan sambil berjalan pergi meninggalkan Adendra dan Raka yang sedang meringis malu. "Dih, Revan barusan lagi ngehina kita, Ka? Btw tumben dia ngomong panjang banget. Biasanyakan singkat." Ucap Adendra terheran-heran. "Iya, kesambet paling, Ndra" Balas Raka yang tidak kalah herannya. Revan yang biasanya dingin, sekarang sudah sedikit mencair.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD