Malam ini adalah malam yang paling membahagiakan untuk seorang gadis manis yang bernama Qiana bramasta. Jika kalian tanya kenapa Qiana malam ini bahagia, tentu saja jawabannya karena malam ini keluarga bramasta sedang mengadakan makan malam bersama di restoran Bintang5 kawasan jakarta.
Tapi bukan itu yang membuat seorang gadis cantik itu bahagia. Bukan karena makanan yang mahal atau tempat yang mewah, tapi karena sekarang ini Qiana bisa makan malam diluar bersama keluarganya disela kesibukan papa, mama, dan kakaknya.
"Kak, Qiana mau tanya sesuatu boleh?" Tanya Qiana dengan wajah yang sangat lucu. Sontak semua itu, membuat Ken gemas.
"Boleh, Qiana mau tanya apa sama kakak?" Ken mengusap lembut rambut panjang adiknya.
"Kapan kakak gak sibuk dengan film-film kakak itu? Qiana ingin liburan sama kakak ke bali seperti dulu lagi." Qiana menatap sendu ke-dua bola mata kakaknya. Dia berharap, kakaknya memiliki waktu luang untuk berlibur bersamanya.
"Maaf dek, kakak sibuk. Mungkin lain kali kita bisa liburan bareng lagi." Tolak Ken dengan perasaan tidak enak. Dia menjawab pertanyaan adiknya dengan kepala menunduk. Ken merasa sangat bersalah pada adiknya. Tapi mau bagaimana lagi, sekarang dia memang sangat sibuk. Sekarang dia adalah seorang aktor pendatang baru yang namanya lagi naik daun. Ken cukup sadar, dia jarang mempunyai waktu bersama adiknya seperti dulu.
Sekarang harapan Qiana untuk jalan-jalan kebali bersama kakaknya sudah pupus.m
Mata Qiana beralih menatap kedua orang tuanya yang tengah sibuk makan.
"Ma, Pa, kapan kalian tidak sibuk? Qiana mau liburan ke bali bersama kalian." Tanya Qiana dengan suara serak. Dia sedang menahan tangis.
"Kapan-kapan ya sayang, Soalnya mama lagi sibuk buka butik baru sama sahabat mama. Coba tanya papa kamu, siapa tahu papa kamu itu tidak sibuk." jawab Helena, mama Qiana dengan nada halus. Tapi hal itu mampu membuat hati seorang gadis manis itu teriris perih.
"Pah, kapan papa gak sibuk? Qiana mau liburan ke bali bersama papa." Harapan Qiana hanyalah Riyan, papanya. Jika Riyan tidak mau, pupuslah harapan dia untuk jalan-jalan ke bali bersama keluarganya.
"Maaf sayang, papa tidak bisa. Besok lusa papa ada proyek di Australia. Dan besok papa harus rapat pagi-pagi sekali. Kapan-kapan ya, Beby" Tolak Riyan dengan nada halus. Tapi perkataannya berhasil membuat Qiana menangis.
Brak...
Qiana berdiri dari kursi yang dia duduki tadi. Dia menggebrak meja yang ada di depannya dengan keras. Hal itu sampai membuat kakak dan kedua orang tuanya kaget. Untung restoran ini udah di boking khusus untuk makan malam keluarga bramasta. Jadi mereka tidak harus menanggung malu atas perbuatan Qiana.
"Aku benci kalian!! Hiks..., Hikss...., apa bagi kalian uang lebih berharga dari pada aku? Pa, Ma, aku cuma butuh perhatian kalian, Bukan uang kalian! untuk kakak, aku benci sama kakak. semenjak kakak jadi aktor, kakak gak pernah punya waktu sama aku" Qiana menangis pilu. Dia menatap perih keluarganya. Qiana tahu, orang tuanya bekerja untuk dirinya. Agar kehidupannya dan Ken, kakaknya tercukupi. Tapi bagi Qiana kekayaan mereka sudah cukup untuk Qiana dan kakaknya.
"Apa maksud kamu, Qi? Papa, Ken, sama Mama, kerja itu buat kamu. Buat masa depan kamu sayang!!" Bentak Riyan kepada Qiana. Dia merasa anak gadisnya ini sangat keterlaluan.
"Oh ya? Tapi sayangnya aku tidak butuh semua itu." Qiana mengusap air matanya dengan kasar. Dia menatap penuh benci satu-persatu anggota keluarganya.
Plak......
Sebuah tamparan keras mendarat mulus ke pipi chabby Qiana. Hal itu membuat gadis itu meringis sakit.
"Harusnya kamu beruntung menjadi anak kami yang serba tercukupi. Dasar anak tidak tahu diri!!" Bentak Riyan dan tanpa sengaja dia menampar Qiana.
"Papa, Papa apa-apaansih!Papa tahu apa yang Papa omongin dan lakuin tadi?" Bentak Ken dengan nada marah. Dia tidak terima adik kesayangannya di tampar oleh papanya.
"Pa, sabar Pa. Qi, maafin papa kamu nak. Papa kamu tadi khilaf nampar kamu" Ucap Helena, sedih. Dia menatap mata putrinya yang menangis.
Tanpa menjawab ucapan mamanya, Qiana langsung berlari keluar restoran.
Saat Qiana sedang berlari, tiba-tiba ada motor merah yang sedang melaju kencang kearahnya.
Cittt....
Suara decitan motor itu membuat Qiana reflek memejamkan matanya. Tangannya gemeteran takut.
"Aa...." teriak Qiana ketakutan.
"Lo mau cari mati!!" Bentak cowok tampan yang baru saja turun dari motor ninja merahnya.
"Ma_maaf." Cicit Qiana dengan bibir bergetar.
Suara itu....
Sekarang Revan tahu siapa cewek yang hampir dia tabrak tadi. Iya, cowok tampan yang tadi hambir menabrak Qiana adalah Revan. Musuh bebuyutan Qiana.
"Dasar cewek bodoh!! ayo ikut gue." Ajak Revan sambil menarik paksa tangan Qiana.
"Lo....." Qiana menggantungkan ucapannya. Dia sedikit memincingkan matanya ketika menatap wajah Revan.
"Gue? kenapa? Lo kaget lihat wajah ganteng gue?" Potong Revan sambil menyeringai.
"Lo ganteng? Huek, pengen muntah rasanya gue denger Lo ngomong ganteng." Sinis Qiana sambil berpura-pura ingin muntah.
"Oh ya? Sini ikut gue." Paksa Revan sambil menarik pergelangan tangan Qiana.
"Kemana?" tanya Qiana dengan malas.
"Pake helm dulu, gak usah cerewet jadi cewek." Kesal Revan sambil menyodorkan helm kepada Qiana.
"Gak bisa cara makainya." Cengir Qiana, malu.
"Dasar nyusahin. Sini helmnya, gue pakein." Geram Revan sambil mengambil kembali helm yang berada ditangan Qiana. Dengan perasaan kesal, Revan memakaikan helmnya ke kepala Qiana. Tanpa sengaja, mata Revan menatap mata indah Qiana. Diam-diam Revan mengagumi sosok cantik gadis didepannya.
"Udah cepet naik." Suruh Revan kepada Qiana. Revan yang baru menyadari pakaian yang digunakan Qiana langsung menghela nafas kasar.
"Bilang dari tadi kalau lo pake mini dres." Kesal Revan sambil melepas jaketnya. Lalu Revan menyodorkan jaketnya kepada Qiana.
"Ini pakai kepinggang lo. Biyar mata laki-laki gak mandang lo dengan tatapan lapar." suruh Revan dengan nada dingin.
"Makasih." Ucap Qiana, tulus.
"Hem..." Dehem Revan sebagai jawaban.
Setelah melilitkan jaketnya ke pinggang Qiana, Revan langsung menyuruh Qiana untuk naik keatas motor Revan. Sekarang dua remaja itu sedang menembus keramaian ibu kota metropolitan.
"Woy, kita mau kemana!! Jangan-jangan lo mau nyulik gue yah?" Teriak Qiana dari atas motor.
"Kalau gue mau nyulik orang juga pilih-pilih kalik." Sinis Revan dengan nada tidak suka.
"Ya terus kita mau kemana?" Geram Qiana.
"Kestasiun kereta api" Jawab Revan dengan enteng.
"Ngapain? lo mau jemput siapa?"tanya Qiana beruntun.
"Buat naruh lo ke rel kereta api. Tadikan lo mau bunuh diri, kalau direl kereta api, lo kan langsung mati. Jadi gak usah repot-repot bawa lo ke rumah sakit." jelas Revan tanpa beban. seakan yang dia katakan itu tidak membuat hati cewek dibelakangnya sakit.
"Anjirr...., lo ya!!" Umpat Qiana dengan marah. Tanpa disangka, motor Revan berhenti didepan masion mewah.
"Ngapain kita kesini? katanya kita mau kestasiun?" Tanya Qiana dengan nada bingung.
"Gak jadi. Ini masion gue. cepat masuk" Jawab Revan, dingin.
"Enggak!! gue gak mau. lo mau apain gue?" Tolak Qiana dengan nada takut. Wajahnya sudah sangat pucat.
"Siapa juga yang mau ngapa-ngapain lo, masuk. Gue tahu masalah lo." suruh Revan sambil berjalan lebih dulu masuk kedalam masion. Meninggalkan Qiana yang hanya berdiri mematung.
"Mau jadi satpam disitu?" Tanya Revan tanpa berbalik. Reflek Qiana menggeleng, kemudian dia berlari mengejar Revan.
"Sini duduk dulu. Gue mau ambil cemilan dulu." Suruh Revan dengan halus.
Qiana hanya menurut saja dengan perintah manusia es itu.
Tidak lama Revan datang dengan banyak cemilan dan minuman di tangannya. Tanpa sungkan, Revan duduk disamping Qiana.
"Rev, gue mau nanya boleh gak?" tanya Qiana dengan nada hati-hati.
"Mau nanya apa?" Revan hanya melirik Qiana sekilas.
"Lo benar tahu tentang masalah gue?" Tanya Qiana dengan ragu.
"Hemm..." jawab Revansekenanya.
"Tahu dari mana?" Qiana mencoba memberanikan diri menatap mata elang disampingnya.
"Dari google." Cengir Revan, kemudian dia terkekeh pelan.
"Ishhhh..., serius." Sebal Qiana dengan cemberut.
"Gak usah buru-buru minta diseriusin kek mbak. Sante aja." Canda Revan.
"Sebel deh gue sama lo." Kesal Qiana sambil menyilangkan tangannya kedada.
"Hati-hati mbak, sekarang bilangnya sebel. besoknya sayang." Balas Revan sambil memakan cemilan bawaannya tadi.
"Revan, serius dong!" Geram Qiana dengan nada sebal.
"Restoran yang lo buat makan tadi itu punya gue. Dan kebetulan gue ada disitu saat lo marah-marah tad." jelas Revan dengan santai.
"Dan lo tahu siapa gue?" Tanya Qiana kepada Revan dengan ekspresi wajah tegang.
"Qiana bramasta, adik aktor terkenal Kenzo bramasta. Anak pengusaha properti, Riyan bramasta. Dan anak dari pengusaha butik terkenal, Helena bramasta. Orang terkaya seasia No 1" Jawab Revan dengan santai.
"Tapi gue sedih, kenapa mereka gak bisa ngertiin gue, Rev." Curhat Qiana seraya bersandar dipundak Revan.
"Mungkin mereka sibuk." Jawab Revan sekenanya.
"Apa yang mereka cari? Uang? Harta? Atau tahta? Mereka sudah punya semua itu." Jelas Qiana sambil terisak.
"Udahlah, lo gak usah mikirin keluarga lo. Mending lo tidur." Ucap Revan sambil mencoba menenangkan hati cewek yang sedang diterpa masalah ini.
"Mungkin itu lebih baik"balas Qiana sambil tersenyum tipis. Jika orang lain saja bisa mengerti perasaannya, kenapa keluarganya tidak? Bukankah darah lebih kental daripada air? Harusnya saat dirinya bersedih, keluarganya lah yang ada di sampingnya. Bukan Revan, cowok yang baru dia kenal kemarin
"Entah kenapa gue nyaman didekat lo." Batin Revan sambil berkata pelan.