Setelah semalam Qiana tidur di pundak Revan yang berakhir Revan membawa dia ke kamarnya. Sehingga Revan mengalah menjadi tidur di kamar tamu.
"Woy cewek kebo, bangun lo!!" Tanpa mengetuk pintu, Revan langsung masuk ke dalam kamarnya seraya membawa makanan.
"Qi, Qiana, woy!!" Seru Revan dengan kesal. pasalnya Qiana sulit sekali untuk dibangunin.
"Apaansih, Rev." Gumam Qiana, masih dengan mata terpejam. Revan mencoba mengontrol emosinya dengan cara memejamkan matanya sebentar.
"Apaan-apaan sih, apa-apan sih, lo mau sekolah gak? ini udah jam 06.45." Kesal Revan sambil menghela nafas kasar. Dia menyibakkan selimut yang di pakai Qiana untuk menyelimuti tubuhnya.
Qiana yang masih belum sepenuhnya sadar, kembali menarik selimutnya sampai keatas d**a.
"Qiana bramasta!!" Seru Revan sambil membuka tirai jendela kamar miliknya.
"Argggg...silau." Erang Qiana sambil mengerjab-ngerjabkan mata indahnya.
"Makanya bangun. Cewek kok tidurnya kayak kebo." Cibir Revan sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Aaaaa...., Kakak tolong Qiana. Mama, Papa!!" Teriak Qiana sambil menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.
"Semalam gue tidur di sini? berdua sama lo? Jangan-jangan..." Belum sempat Qiana menyelesaikan ucapannya, mulutnya sudah dibungkam Revan menggunakan roti yang dia bawa tadi.
"Kalau iya kenapa? Cepet makan, abis itu kita berangkat sekolah." Serkah Revan sambil duduk disamping Qiana yang masih terbengong-bengong.
"Tap..." Lagi-lagi Revan menyumpal mulut Qiana menggunakan roti sebelum cewek itu kembali protes kepadanya.
"Berisik!! Buruan makan." Suruh Revan dengan nada dingin. Dia menatap Qiana tajam.
"Gak mau!!" Tolak Qiana dengan nada tegas. Dia membuang muka kearah lain. Seakan enggan menatap wajah tampan cowok disampingnya.
"Lo mau makan sendiri atau gue suapin pakai mulut gue?" Gertak Revan sambil mengambil roti serta s**u yang dia letakkan diatas nakasnya. Dia menatap Qiana tepat diiris mata cewek itu.
"Ishhhh..., dasar cowok nyebelin." Gerutu Qiana sambil memakan rotinya.
"Gue denger." Sinis Revan sambil melirik Qiana kesal.
"Bodo amat." Balas Qiana sambil meletakkan piring serta gelas yang sudah kosong keatas nakas dekat tempat tidurnya.
Lalu Qianapun turun dari tempat tidur Revan. dia berjalan menuju kamar mandi.
Tidak ada lima menit, Qiana sudah keluar dari kamar mandi.
"Gak mandi lo?" Tanya Revan sambil memasukkan ponselnya kedalam saku seragamnya.
"Gak, tadi lo ngelarang gue buat mandi, gimanasih lo?" Jawab Qiana,
Dengan nada kesal. Revan menghela nafas sabar.
"Yaudah, cepet gih ganti baju. Keburu kita telat nanti." Suruh Revan sambil menatap Qiana kesal.
"Baju apa? Gue tadi malamkan gak bawa baju sekolah kesini" tanya Qiana cemberut.
"Udah gue siapin di lemari, lengkap dengan apa yang lo butuhin." Jawab Revan dengan santai. Sedangkan Qiana sudah terbelalak kaget.
Apa Revan bilang tadi? lengkap dengan apa yang gue butuhin? Jangan jangan.....
Qiana langsung memeriksa lemari disampingnya. Dan benar, apa yang dikatan Revan tadi, apa yang dia butuhin ada didalam lemari.
"Dari mana lo tahu tentang ukuran...." Tanya Qiana menggantung. Dia menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya.
"Gak usah mikir yang aneh-aneh. Gue tahu dari Gesya sahabat lo tadi." Jawab Revan santa. Dia berjalan keluar kamar.
15 menit berlalu, Qiana belum juga keluar dari kamar Revan. Revan yang sedang menunggu Qiana menjadi kesal sendiri.
"Qiana......!!" Teriak Revan dengan nada nyaring.
"Iya, bentar." Balas Qiana yang langsung menghampiri Revan yang sudah menunggunya diatas motor ninja merah kesayangannya.
"Heeee...., maaf ya lama." Cengir Qiana.
"Cepet naik." Suruh Revan dengan nada dingin. Revan menancap gas motornya menembus ramainya jalanan ibu kota jakarta dengan kecepatan tinggi.
"Sial mancet." Geram Revan sambil mengerim sepeda motornya mendadak.
"Apaansih lo Rev, sakit tahu jidat gue." Marah Qiana gara-gara Revan yang tidak pecus membawa motornya. Hingga membuat jidatnya menjadi korban.
"Cerewet. "Cibir Revan.
***
Dilain tempat, Adendra tengah sibuk mondar-mandir didepan pintu kelas XI sambil mendumel tidak jelas.
"Aduh, kemana sih Revan?" Monolok Adendra sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Udah jam 07.12. Tapi tuh anak belum juga datang ke sekolah." Lanjut Adendra sambil berjalan kesana-kemari seperti setrika.
Sedangkan Raka, dia hanya melihat Adendra dengan tatapan malas.
"Ngapain sih lo, Ndra? Mondar-mandir gak jelas. Males gue ngelihatnya." Tanya Raka dengan nada malas. Tangannya sibuk bermain game diponselnya.
"Gue tuh khawatir Ka, Revan jam segini belum datang." Jawab Adendra sambil menghampiri Raka yang sedang duduk dibangkunya sambil bermain game online.
"Ka, kok lo gak khawatir sama Revan?" Tanya Adendra, dia duduk dibangku sebelah Raka.
"Halah, ngapain ngehawatirin Revan. Mana ada yang berani sama tuh anak." Jawab Raka dengan santai. Dia terlihat sangat tidak perduli dengan Revan yang belum sampai di sekolah.
"Tap...." Belum selesai Adendra berbicara., tiba-tiba Vera masuk kedalam kelas sambil mondar-mandir seperti cacing kepanasan.
"Gawat Sya, gawat!" Seru Vera dengan nafas tersengal-sengal akibat berlari tadi.
"Gawat apanya, Ver?" Tanya Gesya penasaran. Gesya berjalan cepat menghampiri Vera yang sedang mondar-mandir didalam kelas.
"It_itu Sya, Qiana." Jawab Vera dengan nada tidak jelas. Dia menggigit ujung jarinya kerena panik.
"Qiana? kenapa dengan Qiana, Ver?"tanya Gesya yang tidak kalah paniknya dengan Vera. Dia mengguncang pundak Vera kencang.
"Dia belum datang ke sekolah. Biasanyakan kalau dia gak berangkat, pasti dia bilang ke kita." Jawab Vera dengan nada khawatir. Sedangkan Gesya hanya senyam-senyum tidak jelas.
"Lo masih waraskan, Sya?" Tanya Vera seraya memegang kening Gesya.
"Masih kok." jawab Gesya sambil terkikik geli. Sedangkan Vera malah melihat Gesya dengan tatapan aneh.
"Tenang aja Ver, Qiana aman sama Revan." Lanjut Gesya sambil menunjukkan percakapannya bersama Revan tadi pagi.
Line
Revan
Sya, ukuran baju dalamnya Qiana berapa?
Gesya
Maksudnya? Jangan bilang lo sama Qiana.......
Revan
Pagi-pagi otak lo udah ngeres aja. Tadi malam Qiana tidur di rumah gue gara-gara berantem sama keluarganya.
Gesya
Oh, gue suruh orang nganter aja ya, barang-barang buat Qiana. kebetulan sama ukurannya dengan barang-barang gue.
Revan
Terserah lo. Rumah gue blok A, no 10. cat warna putih biru, gang cempaka.
Gesya
Oke
"Nah lo, gak usah khawatir sama Qiana. Karena dia aman sama Revan." Ucap Gesya sambil tersenyum penuh arti.
"Kenapa lo gak bilang dari tadi kunyuk!" Geram Vera pada Gesya yang cuma diam ketika Vera sibuk kayak orang gila ngehawatirin Qiana.
"Ha..., abis lo gak nanya sih." Bela Gesya yang tidak mau disalahkan. Sedangkan Vera dia hanya memutar bola matanya malas.
"Sya, Qiana belum berangkat?" Tanya Adendra kepada Gesya yang hanya menatapnya dengan tatapan memuja.
"Saya, hallo!!" Panggil Adendra sambil melambai-lambaikan tangannya didepan wajah cantik Gesya.
Vera yang gemas dengan tingkah sok imut Gesya langsung menyenggol bahu Gesya dengan kencang.
"Eh, kenapa Ndra?" Tanya Gesya dengan nada malu-malu kepada Adendra.
"Qiana udah berangkat atau belum?" Tanya Adendra sambil tersenyum tipis.
"Belum kok, Ndra. Kata Revan tadi waktu dia ngechat gue, Qiana bareng sama dia." Jawab Gesya sambil tersenyum manis. Sedangkan Raka yang mendengar jawaban Gesya tadi langsung menghampiri mereka dengan wajah kaget.
"Maksud lo?" Tanya Raka dengan nada tidak percaya jika Revan si es batu mau berangkat bareng sama cewek. Apa lagi ceweknya anak baru.
"Ya seperti yang gue bilang tadi, Revan sama Qiana berangkat bareng. Karena semalam Qiana menginap di rumah Revan." Jelas Gesya kepada Raka.
"Apa, Qiana tidur dirumah Revan?" Seru Adendra dan Raka dengan nada terkejut.
"I_ya, emang kenapa?" Tanya Gesya dengan nada gugup gara-gara mendengar teriakan kencang Adendra dan juga Raka.
"Gak beres tuh otak Revan." Gumam Adendra sambil menggelengkan kepalanya.
Saat Raka ingin bertanya lagi tentang Revan dan Qiana kepada Vera dan Gesya, tiba-tiba Bagas, ketua kelas XI IPA masuk dengan nafas tersengal-sengal. Dia langsung menghampiri Raka, Gesya, Vera, dan Adendra.
"Gawat Ndra, Ka, Revan ngamuk." Bagas memberi tahu tentang kejadian diluar kepada Raka dan Adendra dengan nafas tersengal-sengal.
"Ngamuk? Dimana?" Tanya Adendra dengan nada panik.
"Didepan gerbang sekolah." Jawab Bagas, cepat.
"Qiana juga ada didepan gerbang?" Tanya Vera yang tidak kalah paniknya.
"Iya, mereka berdua ada di depan gerbang sekolah." Jawab Bagas dengan nafas memburu.
Setelah mendengar jawaban dari Bagas, Adendra, Vera, Gesya, dan Raka langsung berlari kegerbang sekolah. Dan benar saja, disana sudah ramai oleh siswa dan siswi SMA 2 jakarta yang sedang menonton Revan berantem dengan satpam baru sekolah ini.
"Anda tidak tahu siapa saya?" Tanya Revan kepada satpam yang bernama Hendra. Revan sampai menarik kerah seragam satpamnya.
"Emang mas siapa? Kalau telat ya telat, harus taat peraturan." Jawab Hendra sambil menarik ganti kerah seragam Revan.
"Terserah saya mau berangkat jam berapa, itu Bukan urusan anda!" Bentak Revan dengan nada dingin. Dia melepas tangan Hendra dari kerah seragamnya dengan kasar.
"Mas pikir ini sekolah punya nenek moyang Mas!" Bentak Hendra kepada Revan yang tengah tersenyum sinis.
"Sudah-sudah." Lerai Qiana, dia berharap pertengkaran kedua lelaki didepannya cepat selesai.
"Mbak gak usah ikut-ikutan." Bentak Hendra kepada Qiana sambil mendorongnya.
"Auuuu....!!" Pekik Qiana yang sedang kesakitan akibat jatuh didorong oleh Hendra.
Vera dan Gesya yang melihat itu langsung menghampiri Qiana dan membawanya ke UKS.
"Sante dong pak, Teman saya jatuhkan." Ucap Vera sambil berlalu membawa Qiana pergi.
Bugh! Bugh! Bugh!
Suara hantaman yang membabi buta membuat semua orang yang melihatnya memekik takut.
"Anda tidak seharusnya kasar dengan cewek." Seru Revan, sambil memukul Hendra membabi buta.
"Sabar, Rev." Ucap Adendra sambil berusaha menyingkirkan tubuh Revan dari atas tubuh Hendra.
Revan yang kemungkinan sedang kalut, tidak memikirkan bagaimana nyawa orang di bawahnya.
"Saya akan bunuh anda jika sampai Qiana kenapa-napa!!" Ancam Revan kepada Hendra.
"Sabar, bro." Ucap Raka sambil mendekati Adendra, Revan, dan Hendra.
"Saya pecat anda. Mulai sekarang, bapak Hendra tidak lagi menjadi satpam di sekolah SMA 2 jakarta." Teriak Revan dengan nada dingin dan tegas. Siapa saja yang melihatnya pasti takut.
"Emang Mas siapa berani-beraninya
mecat saya?" Tanya Hendra sambil menunjuk wajah Revan menggunakan jarinya.
"Pengen tahu siapa saya?" Sinis Revan sambil menaikan sudut bibirnya keatas.
"Kenalin, nama saya Revan wijaya. Anak dari Dirga wijaya." Lanjut Revan sambil tersenyum meremehkan.
"Jadi Mas Revan anak dari pemilik sekolah ini?" Tanya Hendra dengan wajah ketakutan.
"Iya, dan sekarang anda saya pecat." Jawab Revan dengan nada tegas. Dia berlari ke UKS.,Tempat Qiana berada.
"Sabar aja pak." Ucap Adendra kepada Hendra. Sedangkan Hendra hanya diam, dia menyesali semua perbuatannya tadi.