11. Kepindahan orang tua Syafima

1879 Words
                Syafima baru saja pulang dari praktiknya. Derral menenunggunya di lobby rumah sakit. Laki-laki itu semakin gencar mendekati Syafima, bahkan hari ini Syafima akan mengenalkannya pada orang tuanya. Walaupun sampai sekarang Syafima masih belum menjawab Derral secara langsung. Tapi Syafima sudah menunjukkan sinyal-sinyal perasaan yang sama dengan apa yang dimiliki oleh Derral.                 Ravindra jelas tau dengan hubungan macam apa yang sedang Syafima dan Derral jalani. Tapi lelaki itu masih mengawasi mereka berdua dan menganggapnya jika wanita itu sedang membuatnya cemburu dan putus sebentar lagi dengan Derral. Walaupun sebenarnya, Ravindra cemburu setengah mati dengan apa yang dilakukan oleh Derral pada Syafima akhir-akhir ini. Syafima bahkan jarang mengobrol dengannya bahkan untuk sekedar menanyakan kabar saja jarang terjadi bila bukan Ravindra yang memulainya duluan.                       Hari ini orang tua Syafima akan berangkat menuju Jepara. Syafima sudah janjian dengan Sika untuk langsung bertemu di bandara. Kedua orang tuanya juga setuju dengan ide itu. Syafima diantar oleh Derral menuju bandara Soekarno Hatta. Rencananya orang tua Syafima akan berangkat pada penerbangan malam ini sekitar pukul sepuluh malam ini dan harus transit dulu di bandar udara internasional Ahmad Yani yang ada di Semarang. “Maaf menunggu lama, aku baru selesai dengan operasi dan buru-buru visit ke ruangan pasienku.” Kata Syafima dengan wajah bersalahnya. “No problem Cantik. Aku kan sudah berjanji akan menunggumu.” Derral tersenyum kemudian berdiri dari kursi yang di tempatinya. “Ayo berangkat sekarang!” ajaknya tanpa berbasa-basi.                 Derral mengangguk pelan dan segera melangkahkan kakinya mengikuti Syafima. Syafima hari ini tidak membawa mobilnya. Derral menjemputnya di rumahnya dan langsung berangkat karna waktu praktik mereka sudah mepet tadi siang. Jadi wanita itu tidak sempat meminta Derral untuk masuk dan berkenalan dengan orang tuanya. Tapi memang keadaannya rumah juga sedang kacau, banyak barang-barang bertebaran dan masih sangat berantakan sekali.                 Begitu mendaratkan bok*ngnya di sedan EClass hitam milik Derral, Derral langsung memakaikan safety belt seperti yang selalu dilakukannya ketika wanita itu naik mobil bersamanya. Syafima baru beberapa kali naik mobil bersama dengan Derral, walaupun agak sedikit terkejut awalnya karna lelaki itu selalu memanjakannya dan menuruti segala permintaannya. Tapi sekarang Syafima sudah mulai terbiasa dan menikmati perhatian yang diberikan Derral padanya. Derral dan Syafima kemudian menikmati jalanan ibu kota yang tersendata karna kemacetan yang di sebabkan oleh truk pengangkat sembako yang mengalami pecah ban. Jadi mau tidak mau, mereka jadi ikut merasakan kemacetan di malam itu. Untung saja, papa dan maminya masih berada di jalan juga.                 Dering suara telpon milik Syafima terdengar dan menginterupsi percakapan mereka berdua. Syafima langsung mengeluarkan iPhonenya dan melihat id penelponnya. ‘Shaquille’ batinnya begitu melihat id pada layar persegi yang digenggamnya kini. “Sebentar ya.” Kata Syafima memohon izin pada Derral untuk menjawab telponnya.                 Derral tersenyum tanda menyetujui. Syafima langsung menjawab telponnya itu. “Haloo …” Syafima memulai pembicaraan pada sambungan telponnya dengan Ravindra. “Hi Sya, aku sudah di Hospi. Tapi kata suster yang berjaga, jam praktikmu sudah selesai lebih cepat.”                 Syafima menepuk pelan keningnya. Ia lupa memberitahukan Ravindra jika ia akan berangkat ke bandara diantar oleh Derral dan jam praktiknya memang sengaja dipercepat karna hari ini dia hanya meminta pasien beberapa orang. Syafima juga harus melakukan operasi sore tadi sebelum akhirnya bisa menemui kedua orang tuanya di bandara sebelum mereka berangkat ke Jepara. “I’m soooo … sorry Quille. Aku lupa memberitahumu jika hari ini aku selesai lebih cepat dan aku sudah dalam perjalanan menuju bandara.” Katanya merasa bersalah. “Bandara? Sama siapa? Bukannya kita janjian akan berangkat bersama tadi siang?” kata Ravindra sekedar mengingatkan. “Aku minta maaf lagi, aku juga lupa memberitahumu jika Derral akan mengantarku.” Menggacak rambutnya frustasi. “Ok, aku akan segera ke bandara.” Jawabnya dengan datar lalu menutup telponnya.                 Syafima menggigit bibir bawahnya karna benar-benar merasa bersalah dengan Ravindra. Ia juga sempat menghela nafas berat setelah menutup telpon dari sahabatnya itu. Derral yang melihat Syafima gusar setelah mendapat telpon dari sahabatnya itu langsung meraih tangannya. “Ada apa? Sepertinya kamu jadi cemberut setelah menjawab telpon darinya.” Tanya Derral yang penasaran. “Aku lupa memberitahu Ravindra jika aku sudah berangkat ke bandara bersama denganmu dan barusan dia ada di Hospi.” Katanya memperlihatkan raut wajah sedihnya. “Yang penting kamu sudah bicarakan sama dia barusan. Nanti minta maaf lagi padanya.” Usulnya sambil tersenyum dan fokus lagi dengan kemudinya.                 Syafima mengangguk pelan dan tersenyum.   / / / / / /                   Syafima mencari keberadaan kedua orang tuanya yang katanya sudah berada di salah satu resto cepat saji dan sedang menanti kedatangan anak-anaknya untuk bertemu mereka sebelum mereka berangkat malam ini. Syafima dan Derral jalan beriringan sambil lelaki itu menggandeng mesra wanitanya.                 Seorang lelaki datang dan langsung melerai genggaman tangan mereka. Berjalan diantara mereka dan merangkul Syafima sambil tersenyum ke arah Syafima. Mereka berdua langsung menoleh karna pegangan tangan mereka bisa terlerai begitu saja padahal mereka berdua tidak saling melepaskan. “SHAQUILLE!” Syafima sewot setengah mati karna Ravindra melerainya dengan Derral.                 Derral hanya tersenyum melihat kelakuan mereka berdua. Walaupun sebenarnya dalam hatinya kesel karna lelaki itu mengacaukannya. “Oh, Sorry. Pasangan yang belum mukhrim, dilarang pegang-pegangan! Jadi kalian tidak boleh pegangan tangan.” Kata Ravindra merangkul Syafima sambil mengajaknya melanjutkan langkahnya. “Lalu, yang kau lakukan sekarang ini apa? Kita juga kan belum mukhrim.” Kata Syafima setengah memberontak dengan rangkulan sahabatnya itu. “Kalau kita, beda Sayang!” bisiknya pada Syafima sambil tersenyum miring.                 Syafima sukses bergidik ngeri dengan kelakukan sahabatnya itu.  Derral tak protes dan tak ikutan nimbrung dengan mereka berdua. Ia terpaksa jalan di belakang Syafima dan Ravindra. Syafima terlihat beberapa kali membrontak namun Ravindra masih terus saja mempertahankan rangkulannya hingga akhirnya Syafima menyerah. Bahkan ketika sampai di depan kedua orang tuanya, Ravindra masih merangkulnya dan membuat wanita itu sedikit menunjukkan wajah tidak enak karna Derral berasa jadi nyamuk diantara mereka.                 Setelah akhirnya Syafima bisa terlepas dari rangkulan Ravindra. Syafima kemudian memperkenalkan Derral pada orang tuanya sebagai teman. Walaupun, orang tuanya tau jika hanya teman biasa Syafima pasti tidak akan repot-repot mengajaknya ke hadapan mereka. Syafima dan Derral pasti memiliki sesuatu. Sika baru saja sampai dan langsung cupika cupiki dengan kedua orang tuanya. Tak lupa ia juga menyapa Syafima dan Ravindra. Syafima juga memperkenalkan Sika pada Derral. Hal itu sukses membuat Sika membaca sedikit tentang lelaki itu melalui raut wajahnya. Sika memang punya kemampuan lebih untuk membaca karakter seseorang dan fikiran lawan bicaranya. Kelebihannya itu diturunkan dari keluarga alm. ibunya. Tapi hanya Sika, Syafima tidak bisa sama sekali. Hanya beberapa orang saja yang memiliki kemampuan seperti Sika.                       Malam ini, hanya kedua orang tuanya yang berangkat. Sika akan menyusul lusa karna masih ada pekerjaan dan bertemu dengan client di Jakarta. Wanita itu benar-benar bertanggung jawab pada karirnya dan menjaga kepercayaan papanya untuk menjalankan bisnis yang sudah dibangunnya.   “Hati-hati ya Pap, Mam. Pokoknya harus rajin telpon aku. Kalo ga, aku ngambek.” Kata Syafima setelah cupika cupiki dengan kedua orang tuanya.                     Bahkan begitu terlepas dari rangkulan Ravindra dan memperkenalkan Derral pada orang tuanya. Syafima langsung lari ke maminya dan bermanja-manjaan seperti biasanya. Derral terlihat menjawab sesekali pertanyaan yang diajukan oleh orang tua Syafima sambil terus memasang senyum untuk menutupi ketegangannya. Laki-laki itu bisa melihat betapa Syafima dimanjakan orangtuanya dan sangat menyayangi kaka satu-satunya yaitu Sika. “Iya Sayang. Kamu jaga kesehatan, Ya.” Nasehat maminya. “Ravindra, jaga Syasya ya! Pokoknya kalau dia nakal, omelin aja. Tante sama Om titip Syasya ya.” Kata mami kemudian beralih menatap Ravindra. “Siap Tante! Tante dan Om hati-hati ya. Jaga kesehatan juga.” Kata Ravindra tersenyum dan memberikan tanda hormat.                 Mami dan papa mengangguk pelan sambil tersenyum. Papa juga memegang pundak Ravindra dan segera berjalan menuju pintu keberangkatan bersama dengan mami. Papa juga berpamitan pada Derral yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu. Sika dan Syafima saling berpelukan karna terlalu sedih harus berpisah dengan orangtua mereka. Terutama Syafima yang menangis dipelukan Sika tanpa memperdulikan orang sekitarnya dan juga dua lelaki yang menatapnya dengan penuh sayang. “Sya, lo pulang sama siapa?” tanya Sika ketika mereka berdua berjalan beriringan. “Sama lo aja Ka. Gw mau ambil baju di rumah yang ketinggalan.” Kata Syasya mengamit lengan Sika dan menyamakan langkahnya. “Ya udah gw tunggu di mobil ya … lo pasti mau pamitan dulu kan sama dua pangeran lo.” Bisiknya menggoda adik semata wayangnya itu. Kemudian berpamitan pada Ravindra dan Derral yang berjalan di belakang mereka berdua.                 Mereka berdua tersenyum pada Sika yang berpamitan dan menghampiri Syafima. “Kamu balik ke penthouse sama aku kan?” tanya Ravindra dengan percaya dirinya. “Aku sama ka Sika, ada barang yang ketinggalan. Besok siang tolong jemput aku ya Quille. Aku mau membawa beberapa koper yang masih belum aku bawa dari rumah.” Kata Syafima pada Ravindra. “Iya, kabarin aja. Nanti aku jemput.” Ravindra tersenyum. “Derral, terima kasih ya karna sudah mengantarkan aku.” Kata Syafima pada Derral yang masih berdiri di hadapan Syafima. “Sama-sama, Sya! Sampai ketemu lagi ya.” Katanya tersenyum. “Baiklah, Aku duluan ya.” Kata Syafima kemudian melambaikan tangan pada mereka berdua.   / / / / / /                   Derral berjalan menuju ruang dokter jaga. Syafima baru saja duduk di ruang tamu, tempat ruang dokter jaga untuk beristirahat sejenak. Ia baru selesai dengan tindakan operasi caesar untuk salah seorang pasiennya. Syafima menyesap kopi hangat yang ia bawa dari kafetaria sebelum dirinya menuju lantai 5 untuk mencapai ruangan itu. Tidak ada orang di sana, hanya ada staff keamanan yang berjaga di luar ruangan yang dapat terlihat dari pintu kaca yang membatasi ruangan.                 Derral meletakkan ibu jarinya untuk bisa membuka kunci pintu untuk masuk ke ruangan itu. Syafima yang mendengar alat itu berbunyi tanda merespon sidik jarinya cocok dengan data yang ada langsung menoleh pada pintu kaca tepat dimana Derral berada. Derral tersenyum sambil terus melangkah mendekati Syafima yang sedang meluruskan kakinya di sofa yang ia duduki. “Hai!” sapa Derral yang di sambut senyuman oleh wanita itu. “Sya, nanti ke rumahku mau?” tanya Derral begitu sampai dan mengangkat kaki Syafima ke pangkuannya.                 Syafima agak sedikit kikuk dan ingin menurunkan kakinya. Namun, Derral mencegahnya. Lelaki itu tersenyum menatapnya sambil menggeleng tanda tak setuju. “Ehmm … aku sudah ada janji dengan Ravindra. Dia mau ngajakku makan malam.” Ucap Syafima sambil tersenyum tidak enak karna sudah menolak ajakannya. “Baiklah, aku kira kamu bisa. Mungkin lain kali saja.” Katanya dengan nada kecewa.                 Syafima kemudian menawarkan Derral kopi yang ia belikan untuk lelaki itu. Tak lama suara panggilan masuk terdengar dari iPhone milik Syafima yang ia letakkan di meja kecil di sampingnya. “Haloo …” jawab Syafima begitu melihat nomor sahabatnya yang menghubunginya. “Sya, malam ini aku tidak bisa pergi untuk makan malam. Aku harus ketemu dengan clientku dari Singapur malam ini. Kamu juga makan duluan saja ya.” Kata Ravindra begitu mendengar Syafima menjawab telpon darinya. “Baiklah, sampai ketemu lagi.” “Ya … kamu hati-hati dijalan ya.” “See you, Quille!” katanya kemudian memutuskan sambungan telponnya.    “Dia mengingatkanmu tentang makan malam?” tanya Derral to the point sambil menyesap kopi hangat yang diberikan Syafima barusan.   “Shaquille mengabariku jika dia tidak bisa mengajakku makan malam. Dia akan pergi menemui clientnya yang datang dari Singapur.” “Asik, jadi kamu ga jadi pergi bersamanya dong?” bersorak kegirangan.                 Syafima mengangguk pelan dan tersenyum.   / / / / / /
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD