Tanpa pikir panjang Riyan langsung membopong tubuh Larisa kedalam mobil.
" biar Riyan yang nyetir mobil, papa sama Larisa" ucap Riyan, papa mengangguk.
" Larisa, ya Allah nak" papa khawatir, mengusap pucuk kepala Larisa lembut.
sesampainya dirumah sakit Riyan langsung memanggil suster agar membantunya.
setelah Larisa dibawa perawat Riyan langsung menghubungi bundanya.
" assalamualaikum bunda" ucap Riyan
" waalaikumsalam nak ada apa?"
" gimana lancar kan nak"
belum sempat Riyan menjawab pertanyaan, bundanya malah bertanya lagi, membuat Riyan pusing.
" bunda, sebentar! Riyan mau minta tolong, ini penting" ucap Riyan.
" ada apa, kamu jangan bikin bunda khawatir dong, ngomongnya jangan setengah setengah" ucap bunda
" Larisa Bun, Larisa masuk rumah sakit, kondisi nya sangat lemah, bunda kesini dan tolong kabari mama, karena Riyan takut mama lebih khawatir kalo Riyan yang kasih kabar, jadi bunda aja ya, tolong kabari dan segera kemari" ucap Riyan dengan nada khawatir.
" astaugfirullah Larisa sakit apa nak?!"
" nanti Riyan jelasin intinya bunda sama mama segera kemari"
" ya udah bunda siap siap langsung kerumah mama Risa, kamu jagain Risa dulu sebelum bunda sama mama Dateng". ucap bunda langsung menutup telpon tanpa mengucap salam.
Riyan segera menuju ruang IGD lagi menghampiri papa dan Risa yang masih terbaring lemah.
" pa, Riyan sudah menghubungi bunda dan mama, sebentar lagi mereka menuju kemari"
ucap Riyan
" tapi papa tidak siap untuk bertemu dengan mama Yan, " ucap papa menatap mata Riyan
" pa, insyaallah semua akan baik baik saja" sahut Riyan menguatkan papa.
papa mengusap wajahnya kasar
" semua salah papa, Larisa jadi seperti ini karena papa" ucap papa mulai meneteskan air mata.
" gak pa, semua terjadi karena atas kehendak Allah"
" papa titip Larisa, papa akan nunggu ditaman sampai mama sampai, dan mengizinkan papa menemuinya, papa juga tidak mau kondisi Larisa semakin memburuk karena kehadiran papa disini" ucap papa sedih.
" tapi pa..." ucapan Riyan terpotong
" papa percaya sama kamu nak" ucap papa menepuk bahu Riyan.
***
waktu terus berjalan hingga sore hari, Riyan masih setia menunggu dan menjaga Larisa yang terbaring lemah.
" assalamualaikum," salam seseorang yang terdengar buru buru dan khawatir.
" waalaikumsalam" Riyan membalas salam
Riyan menoleh
" bunda, mama" Riyan langsung berdiri mencium punggung tangan keduanya. mama langsung mendekati brankar Larisa, air matanya tak bisa dikuasai lagi menetes.
" Larisa, mama disini nak" ucap mama mencium dahi Larisa dan membelai pucuk kepala Larisa.
" Larisa kenapa nak?" tanya bunda pada Riyan.
" Larisa mengalami depresi ringan Bun, disebabkan karena rasa takut yang berlebihan" jelas Riyan
" mama maafin Riyan, Riyan gak bisa jaga Risa dengan baik" ucap Riyan merasa bersalah
" semua bukan salah kamu nak, ini semua sudah menjadi takdir Allah" ucap mama sbil menggenggam tangan Risa. air mata berderai melihat keadaan putrinya yang terbaring lemah.
" Risa, bangun nak, sayang!, mama disini"
" mama yakin kamu kuat nak,mama yakin kamu bisa melewati ini semua" ucap mama terisak
" kamu harus kuat, kita berdoa sama sama untuk kesembuhan Larisa" ucap bunda mengusap bahu mama Risa.
Riyan memandangi wajah Larisa yang sangat pucat, dalam hati Riyan terus berdoa agar Larisa segera sadar dan menjadi Larisa sepertinya yang diharapakan semua orang.
' cepat lah sembuh calon istriku, aku menunggumu' batin Riyan.
***
jam menunjukkan pukul 5 sore. tapi Larisa masih terbaring lemah diatas brankar.
Riyan, dia masih setia menjaga dan menunggu Larisa membuka matanya kembali,
" Ris, kamu kapan bangun sih, gak cape apa tidur terus?" Riyan selalu menanyakan pertanyaan yang sama meskipun jawabannya nihil.
karena Larisa belum sadar, saat Riyan memandangi wajah Larisa yang pucat dia teringat telah melewati batas sebelum mereka halal. tanpa sengaja keadaan memaksa Riyan untuk menyentuhnya. tanpa Riyan sadari mama memperhatikan Riyan.
" nak Riyan" panggil mama menyadarkan Riyan
" eh mama"
" kamu beristirahat lah" ucap mama lembut.
" Riyan mau menjaga Risa ma" sahut Riyan tersenyum.
" tapi kamu juga harus menjaga kesehatan nak"
" mama" panggil Riyan ragu
" iya nak"
" Riyan sudah minta restu dari papa ma, untuk pernikahan Riyan dan Risa" ucap Riyan.
" terus apa jawaban papa nak?"
" Alhamdulillah papa memberikan restunya ma" sahut Riyan tersenyum.
" ma!"
" ada apa nak"
" maaf ma, maaf kalau Riyan sudah lancang, bolehkah Riyan mengizinkan papa masuk untuk menemui mama dan Risa?" tanya Riyan ragu.
" papa ada disini?!" mama terkejut.
* iya ma, papa nunggu ditaman, papa tidak akan masuk sebelum mama mengizinkan"
ucap Riyan. mama terdiam, membuat Riyan merasa bersalah.
" maaf ma kalau Riyan lancang" ucap Riyan tertunduk.
" gak nak, temuilah papa minta dia masuk" ucap mama lembut, Riyan mengangkat kepala nya menatap mata mama, di angguki oleh mama memberi isyarat bahwa mama mengizinkan.
" apa mama benar benar gak keberatan?"
" semua orang memiliki kesalahan, namun kita sebagai manusia tidak sepantasnya terlalu larut dalam rasa benci". ucap mama lembut. jawaban mama membuat Riyan tersenyum.
" makasih ma" ucap Riyan, mama mengangguk.
Riyan berjalan menuju taman, sesampainya ditaman Riyan menghampiri papa yang tampak sedang melamun.
" assalamualaikum pa" salam Riyan. suara Riyan menyadarkan papa.
" waalaikumsalam nak, bagaimana keadaan Risa?"
" masih sama pa, Risa belum sadar" jelas Riyan.
" maaf Riyan membuat papa menunggu terlalu lama" ucap Riyan lembut.
" tidak apa apa nak" sahut papa tersenyum.
" kamu kenapa kemari nak?" tanya papa
" mama mengizinkan papa masuk" sahut Riyan pelan.
" Alhamdulillah" ucap papa bahagia.
" ayo pa, kita kesana" ajak riyan.
Riyan dan papa melangkah menuju ruangan Larisa dirawat.
" assalamualaikum" papa dan Riyan mengucap salam.
" waalaikumsalam" jawab mama dan bunda.
papa mulai mendekati brankar dimana Larisa terbaring tak sadarkan diri, tangan nya terulur membelai pucuk kepala Risa lembut.
" bagaimana kabarmu Puspita?!" tanya papa pada mama.
" Alhamdulillah baik" sahut mama tanpa menatap papa.
" maaf untuk segala yang terjadi pada Risa, putri kita" ucap papa
" semua sudah menjadi ketentuan Allah" sahut mama.
papa merasa bersalah dan menyesal karena meninggalkan harta paling berharga, tapi apa boleh buat, semua sudah terlanjur.
papa mendekatkan diri mencium dahi Larisa, seketika tangan Risa bergerak dan matanya mulai terbuka pelan. Riyan yang menyadari langsung mendekat kebrankar.
" papa, mama, bunda, Risa sudah sadar" ucap Riyan.
" Alhamdulillah" ucap papa mama dan bunda serempak.
" Riyan tolong panggil dokter nak" ucap papa.
Larisa masih belum sadar sepenuhnya matanya masih mengerjap ngerjap menyesuaikan, sampai suara Risa terdengar memanggil mamanya.
" mama" ucap Risa sangat lemah.
" iya nak, mama disini" sahut mama meme memeluk Risa.
papa mulai mundur menjauhkan diri sebelum Larisa melihat keberadaannya, tapi Riyan mencekal lengan papa seolah berkata semua akan baik baik saja. akhirnya papa mengurungkan niatnya untuk pergi. Riyan mendekati Larisa dan pandangan mereka bertemu,
" makasih banyak mas" ucap Risa lirih. Riyan hanya mengangguk tersenyum.
" bunda!" kalo ini Risa memangg bunda. bunda langsung mendekat dan memeluk Larisa penuh kasih sayang.
" cepet sembuh calon mantu bunda sayang" ucap bunda terkekeh.
mata Larisa berkeliling dan melihat seseorang yang tak asing baginya. tatapannya bertemu denga papanya yang sedang tersenyum menatap Risa, tapi Risa segera memalingkan wajah mengacuhkan sang papa.
" mama, Risa mau minum" ucap Risa. mama segera mengambilkan nya untuk Risa.
" bunda" panggil Riyan
" Apa!" sahut bunda sedikit sewot
" bunda kok gitu sih sama anak sendiri" ucap Riyan kesal. bunda terkekeh.
" keluar yuk bun cari makan, kita harus beri mereka ruang untuk bicara" bisik Riyan. bunda mengangguk mengerti.
" Puspita Zain, aku sama Riyan keluar dulu ya sebentar" ucap bunda pamit.
Riyan dan bundanya melangkah menuju kantin rumah sakit. Riyan melakukan itu agar Larisa mau berdamai dengan masa lalunya, meskipun tidak bisa menyempurnakan hati yang sudah patah. setidaknya membaik.
" kamu gimana Yan, direstuin ga sama pak Zain" tanya bunda sambil berjalan.
" menurut bunda gimana?" tanya Riyan terkekeh
" bunda sih YESS" jawab bunda terkekeh.
" nah itu tau" Riyan mulai tertawa.
" wah berarti Larisa jadi dong mantu bunda" ucap bunda tertawa senang.
" harus dong Bun" ucap Riyan mantap.
" ciee..ciee..kayanya ada yang mulai jatuh cinta nih, anak bunda bisa jatuh cinta juga" ucap bunda meledek Riyan.
" bunda apaan sih, ya bisa lah" Riyan kesal menunduk malu.
" udah ketauan aja masih malu, basi ah kamu" ucap bunda menepuk bahu Riyan.
***
Diruangan Larisa, papa dan mama sedang terjebak dalam suasana yang canggung, membuat kepingan kepingan masa lalu kembali teringat.
" Larisa" panggil papa lembut.
Larisa masih mengacuhkan papanya dengan menyibukkan diri bermain ponsel.
" Risa, nak!" mama mendekat lalu membelai rambut panjang Risa lembut, Risa mematikan ponsel dan menoleh menatap mamanya.
" sebelum berangkat ke Bandung ingat pesan mama nak?, bahwa sudah seharusnya kita mengikhlaskan, tapi kenapa sikap anak mama masih begini?!" ucap mama, membuat Risa diam dan menunduk.
" semua orang memiliki kesalahan nak, tapi kita sebagai manusia tidak seharusnya terlalu larut dalam kebencian, ingat nak bahwa Allah maha pemaaf, kenapa kita sebagai hambanya malah justru sulit untuk memaafkan?" ucapan mama sangat menyentuh hati Larisa, Larisa mulai terisak.
" jangan dipaksa, Risa tidak bersalah, papa lah yang salah" ucap papa.
" Risa seperti ini juga karena papa, wajar kalau Larisa membenci papa, lebih baik papa pamit, maaf kalau kehadiran papa mengganggu kalian" ucap papa. papa mendekat mencium dahi Larisa.
" cepat sembuh Putri kesayangan papa"