Part 3. Masa Lalu

1174 Words
Matanya bergerak liar, menoleh ke sana ke mari, entah mencari apa. Pandangannya tertuju lurus pada gadis yang duduk di depannya. Helaan nafas kasar keluar dari mulutnya. Punggungnya menyender ke tembok sembari terus menatap sahabatnya. "Aku ingin membully orang lagi deh, Lau. Kira-kira siapa korban yang cocok untuk kali ini?" Pertanyaan yang sudah tak asing jika Swift sedang dilanda kebosanan. Pelariannya adalah membully tapi yang pantas dibully saja dan menjahili siapa pun. "Hm, tidak tahu. Lagipula orang-orang masih berada di dalam kelas." Laudia menjawab seraya terus menatap layar ponselnya dan tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila. Swift yang melihat sahabatnya senyum-senyum sendiri bergidik ngeri. "Kenapa kau senyum-senyum sendiri? Obatmu habis ya?!" Menatap Laudia horor. "Iya, obat aku habis dan lupa membelinya." sahut Laudia tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. "KYAAAAA!!! AKU SEMAKIN MENCINTAIMUU!! DUH, MELELEH DEDEK BANG KALAU DIGINIIN TERUS." Jeritnya dalam Bahasa Indonesia. Gadis itu memang menguasai bahasa asing, salah satunya Bahasa Idonesia. Swift yang sedang meminum jus jeruknya seketika menyemburkan jusnya akibat terlalu kaget dengan teriakan histeris Laudia yang tiba-tiba. Anehnya, sahabatnya itu kembali fokus ke layar ponsel dengan wajah yang bersemu merah dan bibir yang melengkung indah. "AAA.... SERASA TERBANG AKU." teriak Laudia lagi. Kali ini dia memukul-mukul meja serta menggerak-gerakkan kakinya dengan gemas. Tak hanya itu, dia juga menciumi ponselnya berkali-kali. Swift menatap sahabatnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. "Sepertinya Lau memang sudah gila." desisnya lalu menarik handphone Laudia agar sahabatnya itu tidak teriak-teriak seperti orang gila lagi. Laudia merasa tidak terima karena Swift mengambil handphonenya dan membaca chatnya. Apalagi Swift tertawa keras membaca chatnya. "Aku mau belajar dulu buat masa depan kita, baby. Kamu juga harus belajar yang rajin, baby, biar masa depan kita berdua cerah. Sampai jumpa waktu istirahat, baby. Aku mencintaimu. Muahh!" Swift membacakan isi chat Laudia seraya menahan tawa. Setelah selesai membaca, pecah lah tawanya. Demi apa pun, perut Swift terasa tergelitik membaca pesan tersebut. Terlalu berlebihan menurutnya. Yah, maklum saja. Orang jomblo mana paham! Sementara itu, Laudia terlihat menggerutu sebal. Ingin marah tapi tidak bisa marah ke sahabat tercintanya. "Tertawa aja terus sampai vampir beneran ada di dunia nyata." ketusnya akibat Swift tak kunjung berhenti tertawa juga. Setelah berhasil meredakan tawanya, Swift berdehem singkat dan meminum jus jeruknya lagi. Menatap Laudia penasaran. "Sejak kapan kau punya pacar? Kenapa tidak cerita kepadaku?" "Kan tadi aku mau bilang sesuatu di kelas, maksud aku tentang ini." "Trus?" "Kami baru jadian kemarin malam di sebuah restoran. Sore kemarin, dia mengajakku untuk dinner di restoran tersebut. Yang tidak kusangka, ia menyatakan perasaannya di sana dengan sangat romantis. Ahh!! Betapa bahagia rasanyaa!!" "Trus?" "Selain itu, dia juga menyatakannya perasaannya kepadaku di hadapan semua pengunjung restoran. Dia juga memberiku cincin sebagai bukti kalau kami sudah terikat," kata Laudia sambil memperlihatkan cincin yang dimaksud. "Trus?" "Trus nabrak tiang listrik." "Trus?" "Mati." "Trus?" "End." "Oh." "Ya ampun, kecil! Respon sedikit dong ceritaku." cemberut Laudia karena Swift tidak merespon ucapannya dengan baik. "Males!" "Serah deh, ngalah aja sama yang kecil." "Gitu dong." Laudia hanya bisa menggumamkan kata sabar agar diberi kesabaran yang tinggi oleh tuhan untuk menghadapi kelakuan Swift yang terkadang sangat menyebalkan. **** SWIFT POV. Bel istirahat berbunyi. Para murid berhamburan ke kantin dan berebutan tempat duduk. Sementara kami (aku dan Laudia) bangkit dari kursi yang kami duduki dan beranjak mendekati kumpulan cewek yang berpakaian sexy. Tanpa dapat ditahan, senyuman miringku tercipta melihat targetku, yaitu Gladys. Siapa Gladys? Kenapa aku menganggapnya target? Glayds adalah mantan sahabatku. Dulu kami pernah sedekat mata dan hidung tapi sekarang kami sejauh tanah dan langit. Aku membencinya bukan tanpa alasan. Dulu, dia merampas segala kebahagiaanku dengan mudah. Membuat hidupku terasa di neraka. Menghinaku habis-habisan setelah mengambil semua milikku. Kejadian hari itu tidak akan pernah kulupakan sampai kapan pun. _Flashback On_ Aku, Laudia, dan Gladys. Kami sudah bersahabat sejak pertama kali MOS SMP. Kami sering nongkrong di rumahku yang selalu sepi. Menghabiskan waktu dengan bermain atau pun belajar. Kami adalah murid yang taat peraturan dan sangat disiplin masa itu. Dari dulu Gladys selalu menyukai orang yang kusukai, selalu berhasil mencuri perhatian kedua orangtuaku saat mereka pulang sehingga aku menjadi terabaikan, dan selalu berusaha memonopoli Laudia untuk dirinya sendiri. Tapi aku diam dan menerima dengan lapang d**a karena dia sahabatku. "Guys, aku kayaknya suka deh sama Damian. Kalian jangan menikung aku ya!" kata Gladys di suatu sore. Degg... Rasanya jantungku mencolos mendengarnya. Ini sudah ke 5 kalinya dia menyukai orang yang kusuka. Apa ini suatu kebetulan lagi? Rasanya aku tidak yakin. Masa kebetulan terjadi sebanyak 5 kali. "Damian anak basket itu ya?" tanya Laudia. "Iya, yang wajahnya paling imut." sahut Gladys antusias. "Dia kelas berapa, Dys?" tanya Laudia penasaran. "Seangkatan dengan kita bahkan kelasnya berada di samping kelas kita loh." sahut Gladys antusias. "Oh yang itu. Aku ingat!" pekik Laudia antusias. Tak tahu kah kalian kalau aku merasa sakit hati? Haruskah aku mengalah untuk kesekian kalinya? Hah, sepertinya iya. Huft! Tidak masalah! Lagipula cowok di dunia ini banyak. Bukan hanya Damian. Lagipula aku hanya suka bukan cinta. Lebih tepatnya belum mencapai pada tahap cinta. "Kenapa kamu diam saja, Swift?" tanya Laudia sedikit mengagetkanku. Aku memasang senyum paksaku, "Hehe, males aja ngomong." "Beneran? Kau tidak sakit, bukan?" tanya Laudia lagi dengan nada khawatirnya. "Ihh, Lau. Dengerin cerita aku dong. Aku mau curhat nih tapi kau malah cuekin aku." rengek Gladys tiba-tiba. "Ck! Iya iya." decak Laudia. Aku hanya tersenyum paksa lagi. Selalu saja seperti ini. Aku merasa dia ingin memonopoli Laudia dariku. Ataukah ini cuma perasaanku saja? "Ehm, aku ke bawah dulu ya." pamitku untuk mengambil cemilan ke dapur daripada menjadi nyamuk di sini. Laudia membalasnya dengan anggukan kecil. Keluar dari kamarku, berjalan menuruni tangga dengan cepat, dan setibanya di bawah aku melihat kedua orangtuaku. "Mommy! Daddy!" girangku lalu berlari memeluk mereka. Tapi...... Mereka melepaskan pelukanku tanpa membalasnya. Kecewa? Pasti. Sedih? Pasti. Setelah 1 tahun mereka meninggalkanku tanpa menjengukku sama sekali. Aku selalu menunggu kepulangan mereka. Aku yang melewati hari natalku seorang diri tanpa mereka berdua disisiku. Dan sekarang mereka tidak membalas pelukanku bahkan raut wajah mereka sangat datar seperti biasanya. Sangat jauh berbeda dengan ekspresi yang mereka keluarkan untuk kakak-kakakku. Tapi ... Aku berusaha untuk memasang senyum manisku. "Swift kangen," kataku lirih. "Mommy dan daddy juga merindukanmu." sahut mommy. Tapi ekspresi mereka tetap datar. Tidak ada pancaran rindu sedikit pun untukku di mata mereka. Hah! Rasanya sangat menyesakkan d**a. Selalu saja kusembunyikan sakit hati yang kurasakan di hadapan mereka. "Kapan mommy sama daddy pulang?" "Baru saja, sayang." sahut daddy sambil memejamkan matanya. Mungkin daddy kelelahan. "Ehm, sebaiknya daddy ke kamar saja sama mommy. Kalian pasti capek," kataku menasihati mereka. "Iya, sayang." "Oh ya mom, dad. Aku membawa Laudia dan Gladys ke sini." "Oh ya? Mereka di kamarmu ya?" tanya mommy antusias. Apa?! Antusias?! Kenapa mommy seantusias itu? Melihat aku yang notabenya anak mereka sendiri tidak antusias. Nyebelin!!! "Iya, mommy." "Eh, mereka seperti apa ya? Udah 1 tahun tidak ketemu. Mommy ke kamarmu dulu ya, sayang." Mommy lalu pergi ke kamarku. "Sungguh keterlaluan! Anak sendiri tidak diperhatikan tapi anak orang lain di perhatikan. Ihh, nyebelin!!" gumamku kesal dan berlari ke luar rumah. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD