episode 2

1141 Words
Kelas telah di mulai. Mata kuliah yang mereka ambil adalah sejarah, tidak menunggu lama dosen pun masuk ke ruangan. Seperti biasa menyapa mahasiswa dan mahasiswi di sana. Namun ada tambahan, ketika Dosen memanggil nama Devi Delancy dan menyuruhnya maju ke depan untuk memperkenalkan diri. "Perkenalkan, nama ku Devi Delancy. Puteri dari Tuan Agun Surya yang merupakan seseorang dengan profesi ilmuan. Terima kasih" ujarnya begitu dan mendapatkan gumaman yang bergemuruh dari yang lainnya. Bagaimana tidak,. Ayah Devi sangat populer di kalangan mereka bertahun-tahun yang lalu. Namun namanya mulai redup sejak kejadian lima tahun yang lalu dimana Devi menginjak bangku SMP. *Flashback 5 tahun yang lalu* Sebuah bangunan yang amat sangat besar dan tinggi. Dimana terdapat sepuluh tingkatan dengan masing-masing ruangan yang berbeda-beda. Di sekeliling bangunan itu terdapat pagar setinggi dua meter, lebih tepatnya di kelilingi sebuah tembok setebal sepuluh cm dan di tengah-tengah tembok tersebut terdapat gerbang besi bermotif lurus dari pintu bangunan tersebut. Di depan bangun atau halaman bangunan terdapat dua taman di posisi kiri dan kanan serta di tengah-tengah antara keduanya terdapat air mancur mewah dengan dua buah patung putih Puteri duyung. Bangunan tersebut adalah sebuah perusahaan ilmuan ternama yang sudah terlihat jelas di arah depan yaitu SEIL MEID. Perusahaan itu tidak lain di pimpin oleh dan di miliki oleh Agun Surya. Daerah yang aman tentram dan damai pada masanya, memperlihatkan kebahagiaan di raut wajah semua orang. Saling membantu, gotong royong tanpa pamrih. Jika ada sebuah rumah yang sakit maka semua orang turun mengeluarkan bantuan dengan ikhlas. Namun semua itu tidak berlangsung lama ketika hujan melanda seluruh kota itu. Hujan dengan suasana yang terang benderang tidak ada awan gelap pada saat itu. Petir bergemuruh dengan sangat kuat hingga membuat semuanya takut dan berbondong-bondong masuk ke rumah. Hujan saat itu bukanlah hujan pembawa berkah melainkan hujan tersebut membawa wabah yang aneh. Semua orang sejak saat itu tiba-tiba saja memiliki kulit kering, hingga mengelupas dengan rasa panas seperti terbakar dengan api serta mata memerah bahkan tak jarang di sekujur tubuh mengeluarkan nanah dengan darah merah juga mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap. Penyakit itu sungguh tidak dapat di sembuhkan oleh dokter mana pun. Semua orang menjerit-jerit kesakitan, bahkan semua dokter pun sudah berusaha semaksimal mungkin. Terlebih lagi jika terkena jangkitan darah dan nanah dari pengidap penyakit itu maka mereka pun juga akan mendapatkan sakit yang sama. Jangankan obat atau penawarnya, nama penyakitnya saja belum dapat di pastikan oleh dokter. Mengenai penyakit yang berbahaya, para dokter pun mulai menyerah. Terlebih lagi sudah banyak korban yang tewas. Berita di tv serta di surat kabar di penuhi dengan penyakit tersebut. Hingga pada akhirnya. Tuan Agun Surya beserta ilmuan lainnya turut ikut campur kelapangan bertujuan untuk meneliti penyakit tersebut. Namun sangat di sayangkan, ketika langkah kaki hendak keluar dari istana besarnya tiba-tiba saja hujan yang sama pun kembali turun dari awan. Melihat hujan pembawa maut itu turun, Tuan Agun pun mengurungkan niatnya untuk bekerja. Belum beberapa jam berlalu sontak Tuan Agun di kejutkan ketika mendengar teriakan yang bergema-gema. Teriakan dimana-mana. Semua orang yang terkena virus tersebut merasakan sakit bersamaan dengan hujan itu turun. Teriakan itu terdengar jelas ratapan-ratapan di setiap jiwa yang merasakan kesakitan. "Tidak tahu dari mana asal hujan ini, oh Tuhan bantu aku dalam meneliti hal ini" batin Tuan Agun yang gelisah sembari melihat Puteri semata wayangnya tidur di kasur empuknya. Teriakan itu semakin menjadi-jadi. Mengingat keluhan kerabat dari pasien, penyakit itu jika terkena air luka itu akan semakin parah dan mengeluarkan darah yang banyak. Dan juga jika hujan panas melanda kota itu semua orang yang terkena virus itu juga merasakan sakit yang amat sakit melebihi dari biasanya, tubuh mereka juga akan memerah dan melepuh. Bau busuknya juga akan semakin meningkat hingga tak satu orang pun yang akan kuat menahan aroma dari bau tersebut. Setelah menunggu sekian lama akhirnya hujan pun reda. Mengingat virus yang merajalela, sekolah-sekolah pun di liburkan dengan jangka panjang. "Papa, apakah papa akan pulang telat hari ini?" Tanya Devi kepada Tuan Agun. "Sepertinya begitu. Selagi papa tidak di rumah kamu harus mendengarkan madam ya sayang" balas Tuan Agun sembari membelai lembut pipi Puteri semata wayangnya itu. Langkah Tuan Agun pun perlahan menghilang ke dalam mobil hitam mewahnya beserta beberapa asisten pengawalnya selama perjalanan di luar rumah. Baru saja menempati b****g pada posisi yang nyaman, ponsel Tuan Agun pun berdering dengan memperlihatkan nama Tuan Yanes. "Hallo!" Jawabnya dengan menekan tombol pendengar di bagian telinganya. "baik-baik saya segera ke sana" ucapnya begitu seperti ada masalah besar dan segera menutup telepon. "Pak, tolong di percepat SEIL MEID dalam keadaan darurat" ucapnya begitu memerintahkan dan mendapatkan anggukan dari sopir kemudian melaju dengan cepat. Di sisi lain dimana Devi berada... Air mata mulai jatuh dari pelupuk mata, rasa sedih menyelubungi keluarga itu. Apa lagi pengidap virus itu terbaring di lantai dengan bangunan kumuh. Pemiliknya yang tak lain adalah orang yang bekerja kepada Tuan Agun untuk membantu keperluan Devi. Devi turut prihatin ketika melihat anak dari orang yang sangat berjasa kepada dirinya sakit dengan virus yang belum terpecahkan saat itu. Ketika Devi hendak ingin memotong apel yang telah ia bawakan, tanpa sengaja jarinya tergores hingga mengeluarkan cairan merah yang lumayan banyak namun tidak parah. Melihat Puteri yang telah ia rawat selama dua tahun terluka sebut saja madam, dia pun panik terlebih lagi dia merupakan Puteri dari ilmuwan yang sangat terkenal. Rasa sedikit perih, sementara darah juga belum kering. Devi pun berusaha menepis-nepis tangannya hingga melemparkan setetes darah tepat pada mulut putera dari madam. Kemudian tanpa sengaja tertelan, dalam lima menit kemudian terlihat jelas dari kedua mata mereka putera dari madam itu perlahan hilang dan kembali sembuh. "Apa yang terjadi?" Tanya madam yang langsung memeluk putera semata wayangnya yang terlihat seumuran dengan Devi. Terkejut. Itu lah yang di ekspresikan Madam saat itu, beliau sangat tidak menyangka puteranya bisa sembuh dengan mudah namun dia masih belum mengetahui apa yang terjadi sebelumnya. "Vhirgie, apa yang terjadi nak? Bagaimana bisa ini terjadi?" Tanya madam bingung. Melihat haru dari madam, puteranya pun menceritakan yang terjadi. Namun semua itu hanya dugaan saja dan menganggap itu hanya kebetulan setelah menelan setetes darah Devi. Penjelasan dari Vhirgie dan Devi membuat madam terheran-heran, bagaimana bisa darah menjadi penawar dari virus itu. Ini bukan hanya kebetulan tapi ini memang nyata, terlebih lagi puteranya belum memakan atau meminum apa pun sejak pagi tadi. Hal itu membuat madam berniat menceritakan kepada Tuan Agun namun sedikit di ragukan oleh Devi karena dia meragukan kebenaran. Tapi jika memang iya, madam sedikit tidak setuju bila darahnya di pertaruhkan seusia dia yang sekarang. "Madam, bukan kah papa seorang ilmuwan? Tentu beliau bisa membuat penawar yang mungkin hanya memakai sedikit darah dari ku" ucap Devi meyakinkan kembali karena dia bertekad ingin menyembuhkan warga desa. "Tapi..." Ucapnya terhenti karena terpotong Devi. "Madam tidak perlu khawatir, dan madam juga tidak perlu tinggal di sini lagi bersama Vhirgie. Kita bisa tinggal bersama-sama" ucap Devi dengan hati Dermawan. "Devi akan meminta izin kepada papa nanti" lanjutnya begitu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD