“Iyan,” rengekku mengekori ke manapun Zayyan melangkah. Dia pergi membuka kulkas, aku juga mengikuti dari belakang, dia kembali ke dapur, aku mengikutinya. “Sabila.” Zayyan menoleh, menatap wajahku. Pun denganku yang menatapnya melas. “Ayo, sekarang!” renggku memegang kedua tangannya. Zayyan membuang napas pelan melepaskan tanganku, lalu kembali fokus pada wajan. “Saya punya tanggungjawab puluhan mahasiswa yang harus saya ajarkan pagi ini.” “Udah biarin aja. Gak lama kok, 5 menit aja. Biar nanti gue ada bahan ghibah sama Nabila,” bujukku memohon. Lantas Zayyan malah tersenyum. “Bercocok tanam versi manusia berbeda dengan kucing kawin. Gak bisa 5 menit langsung selesai.” “Ya udah, 10 menit deh,” tawarku. “Minimal 1 jam. Ada tata caranya agar sama-sama menikmati dan mencapai kepuasan

