“Sabila,” panggil Zayyan terdengar mendayu di telingaku. Duduk di sampingku. “Orang yang Anda panggil sedang sibuk. Mohon jangan menghubungi lagi!” ucapku membuat suara seperti operator. “Serius ni?” “Hmm,” balasku cuek. Tidur terlentang membuka kaki dan tangan lebar-lebar agar Zayyan tak dapat tidur di ranjang malam ini. “Kenapa tidurnya gitu?” “Sengaja. Biar lo gak tidur di sini. Sana lo pergi! Gue masih marah sama lo,” ucapku dengan nada ketus. Aku masih kesal sama Zayyan soal malam pertama yang direnggut paksa dan soal menanam saham. “Kelamaan marah malah membuat penuaan dini loh,” ujar Zayyan membujukku. Lantas aku memanyunkan bibir, memalingkan wajah. “Gue mau tidur. Sana pergi!” usirku lagi. Zayyan menghela napas lalu beranjak bangun. “Kalau rindu temui saya di ruang ker

