“Assalamu’alaikum,” ucap Zayyan saat aku berhasil membukakan pintu rumah. “Gak wa’alikumsalam,” jawabku dengan nada ketus. Lantas dia tersenyum mengulurkan tangan. “Gak mau.” Aku melangkah pergi, baru satu langkah tiba-tiba Zayyan menarik pinggangku lalu memeluk dari belakang. “Masih marah?” “Apa sih? Lepas ah.” Aku meronta-ronta tapi Zayyan malah memeluk pinggangku dengan kedua tangannya. Mengunci dengan kecupan singkat di pipi. Geli, tapi aku tetap memasang wajah cemberut. “Masalah tadi pagi?” “Hmm.” “Awet banget sih marahnya? Kebanyakan formalin ya?” kelakar Zayyan membisikkan di telingaku, sesekali meniup membuatku merinding di tengah panasnya tubuhku, apalagi pada bagian telinga. Mungkin sudah merah. “Au ah, bodo.” Aku hendak melepaskan diri tiba-tiba tubuhku sudah melayang.

