“Sabila, bangun!” Suara alarm dari laki-laki yang menjadi tetanggaku di atas ranjang kini mulai terdengar. Sentuhan tangannya yang selalu merambat di wajahku membuatku kesal dan menarik selimut menutupi sekujur tubuhku. “Bangun! Udah subuh, kita harus mandi terus shalat,” katanya lagi membuatku semakin jengkel dan menyibak selimut. “Iyan, gue masih ngantuk, bisa gak, gak usah terlalu berisik!” marahku padanya. Suara masih serak-serak basah. Mata tak sanggup untuk terbuka dengan sempurna karena tertahan oleh rasa kantuk yang mendera. “Jadi gak mau mandi bareng ni?” Aku menyipitkan mata. “m***m,” ketusku menutup wajahku kembali dengan selimut. “Coba lihat di bawah selimut! Nanti kamu akan sadar arti mesum.” Aku membuka mata, menuruti apa yang dikatakan Zayyan. “Aaaa …” teriakku gegas

