Bibir Zayyan mulai menyentuh bibirku dengan pelan. Deg! Deg! Deg! Jantungku terus berdetak, semakin cepat sampai membuatku tak bisa tahan. “Stop!” Aku mendorong Zayyan dengan kuat sampai terjatuh. “Gue belum siap.” Lekas aku berlari ke kamar mandi. Menutup pintu dengan rapat serta menguncinya. Aku perlahan jalan ke wastafel lalu berhenti di sana, memandang diriku yang hampir gila. Napas ngos-ngosan. “Lama-lama gue bisa jantung koroner kalau terus kayak gini,” gumamku. Mataku tertuju pada bibir yang sempat dicium oleh Zayyan. Aku menyentuhnya, detik kemudian serpihan ingatan beberapa saat yang lalu terulang kembali. “Aaaa,” teriakku menggelengkan kepala. “Gak bisa, gue bener-bener gak bisa lakuin ini.” Resah! Aku menggigit kuku jari jempolku. Mencoba menenangkan diri dengan mengajak

