ENAM

1641 Words
Febi's POV Aku berhasil melewati pintu masuk ruangan olahraga dan sampai di bangku tribun timur, aku melihat Reno sedang berdiri di tengah lapangan berhadapan dengan 1 orang murid dan aku mengenali murid itu, dia adalah petinggi nomor 2 di anggota Reza yang bernama Azka. "Apa tradisinya sudah dimulai, sial aku terlambat!" Sahut ku dalam hati. Aku melihat sekeliling dan mencari keberadaan Reza, terlihat seseorang dari kejauhan tengah duduk di bangku tribun Barat dengan pose bersantai. Aku berlari untuk menghampirinya, saat di pertengahan bangku, seseorang tiba-tiba saja melompat dan menghadiahkan ku satu pukulan hingga aku terlempar duduk ke bangku. Aku mengusap-usap mataku mencoba memfokuskan pandanganku ke arah orang itu. "Sandi!?" Aku mengenali nya, dia adalah Sandi, petinggi nomor 1 yang selalu berdiri di samping Reza dan dia juga termasuk wakil di gengnya. "Febi... Febi... Hebat juga lo bisa sampe kesini, karena lo udah berhasil sampe sini, gimana kalo lo ngehibur gue lagi kaya waktu itu?" Ucapan Sandi membuat ku geram, melihat wajahnya saja sudah cukup membuatku kesal, bagaimana tidak. Dia adalah orang yang pernah membuat Ade babak belur, saat kejadian dimana Ade pernah mendekati sodara Reza, Reza mengirim Sandi untuk menemui Ade dan menghabisinya. Beruntung aku masih sempat menghentikannya dan membantu Ade agar tidak terbawa emosi untuk memaksakan dirinya melawan Sandi, apabila aku tidak datang tepat waktu, mungkin luka yang dialami Ade akan lebih parah karena kekuatannya belum sebanding dengan seorang Sandi. Ya! Seorang Sandi yang menjadi wakil dari geng Reza memang memiliki kemampuan bertarung yang lumayan, walaupun waktu itu aku hanya menahan serangan-serangan nya, aku tetap bisa melihat potensi hebat nya dalam pertarungan, dan mungkin kali ini dia akan membawa pertarungan itu kembali dan membuatnya menjadi lebih serius dengan mengerahkan seluruh tenaga. "Gue gaada urusan sama lo San, gue pengen nemuin Reza yang duduk disana, jadi gue mohon lo jangan halangin gue" Walaupun aku tau dia tidak akan mendengar perkataanku, mungkin dengan kalimat ini dia akan menjadi sedikit terburu-buru dan membuatku mudah untuk menyelesaikan nya dengan cepat. "Cih! Bocah b*adab!" Sahut Sandi dengan wajah geram. Dia berhasil termakan omonganku dan langsung melancarkan serangan, aku tidak punya banyak waktu untuk meladeninya, saat kaki kanannya hampir menyentuh pipiku, aku sedikit menunduk dan langsung meninju tepat di area vitalnya, membuat dia tersungkur sekejap dan teriak kesakitan. "Duh sorry banget San! tapi gue bener-bener gaada waktu buat ngeladenin lo" Sahut ku kepada Sandi yang masih tergeletak dengan memegang k*********a. Setelah selesai dengan Sandi, aku melanjutkan langkahku menuju arah Reza, namun mataku tidak sengaja melihat ke arah Reno yang sudah berhasil menjatuhkan Azka dengan mudah, membuatku berfikir apa Reno benar-benar membutuhkan bantuanku. Tapi ini bukanlah tradisi yang biasa dilakukan Reza, PPDBB adalah tradisi yang seharusnya bisa membuat anggota baru babak belur dan kadang berujung pingsan, karena singkatan dari PPDBB itu sendiri ialah penerimaan peserta dengan cara babak belur. Dan biasanya, para anggota baru diminta untuk memilih siapa petinggi yang ingin mereka hadapi hingga akhirnya berhasil membuat mereka babak belur. Namun dilihat dari keadaan ini seharusnya tradisi yang dijalankan sudah bisa dibilang gagal, tapi melihat wajah Reza yang masih tenang sepertinya dia memiliki rencana lain. Setelah Reza melihat Azka berhasil di tumbangkan, Reza bertepuk tangan dan berbicara kepada Reno dengan suara yang menggema di seluruh ruangan ini. "Bravo! Bravo! Lo emang hebat Ren! Ok waktunya kita closingan!" Sahut Reza seraya mendekat turun ke arah lapangan dan berhenti tepat di tepi lapangan. Aku tidak mengerti maksud dari penutupan yang akan dilakukan Reza, dan memutuskan untuk bersembunyi sebentar melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. "Lo tau Ren? Orang yang ngejar lo daritadi udah sampe di ruangan ini!" Sambung Reza yang merentangkan kedua tangannya hingga setara dengan pundak. Ternyata Reza sudah menyadari keberadaanku, setelah kalimat itu aku langsung menampakan diriku didepannya dan juga Reno. "Terus kenapa kalo gue udah disini? Mending sekarang lo lepasin Reno dan berenti ngelakuin tradisi gajelas lo ke setiap anak baru! Za!" Teriakku yang juga ikut turun ke arah lapangan. "Lo denger Ren? Febi si bodoh dan sok pahlawan yang selalu ikut campur masalah orang udah disini, dan dia nyoba nyelamatin lo kali ini! Gimana Ren menurut lu?" Sahut Reza memprovokasi. Dari kondisi ini akhirnya aku mulai paham apa yang sebenarnya Reza rencanakan, dari awal sebenarnya dia sudah tahu bahwa Reno tidak akan mungkin ingin gabung ke gengnya dan harusnya aku menyadari itu. Dilihat dari apa yang akan terjadi selanjutnya, sepertinya aku sudah membuat kesalahan di awal rencana dan akhirnya memberi peluang untuk Reza melakukan penutupan di akhir rencana nya. "Lo liat kan Ren? Febi emang selalu begitu, dia selalu ngerasa bisa nyelesain masalah semua orang dan berfikir kalo dia adalah pahlawan di ujung cerita yang dia buat sendiri!" Lanjut Reza membuat wajah Reno mulai berubah menjadi ekspresi kesal. Mulai dari sini semua rencana Reza sudah terlihat, Reza merencanakan tradisi ini bukan untuk mengundang Reno masuk ke dalam gengnya melainkan untuk menghancurkan ku dengan cara memanfaatkan Reno. Dia sudah mengetahui kekuatan ku, dan juga melihat kehebatan Reno. Rencana ini sudah cukup berjalan sempurna hingga mudah baginya untuk melakukan playing victim. "Kalo gue di remehin kaya lu ya Ren, pasti gue udah-" "Cukup Za! Gausah banyak bacod a*jing!" Belum selesai Reza berbicara aku langsung memotongnya, aku merasa sedikit terpojok dan kesal. Karena kebodohanku, semuanya telah berjalan sesuai rencana Reza dan membuatku menari-nari diatas tangannya. Reno yang berada di dekatku langsung menghempas tangannya ke arahku, aku yang berhasil membaca pergerakan nya segera menghindar dari serangannya. "Ren tunggu! Jangan salah paham! Gue ga bermaksud nganggap lo lemah Ren!" Aku baru mengucapkan beberapa kalimat, namun Reno kembali menyerang ku dengan pukulan beruntun. Aku mencoba menghindari setiap pukulannya dengan langkah mundur, namun dari setiap pukulan yang ia lancarkan, aku merasa bahwa sebenarnya Reno tidak ingin memukulku dan mempunyai maksud lain. Dia memojokanku ke arah Reza yang berada di pinggir lapangan, Reza hanya tertawa senang melihat Reno mencoba memukuliku dan membuatnya lengah. Saat kami berdua hanya berjarak 1 meter dari Reza tiba-tiba Reno berteriak. "Nunduk lo Febi s*alan!!!" Ucap Reno tiba-tiba, sigap aku melakukan apa yang diperintahkan Reno, pukulan terakhir darinya yang seharusnya mengarah kepadaku malah berbelok ke wajah Reza yang tidak menyadarinya. Reza terpental sedikit mundur setelah mendapat serangan dari Reno, kacamatanya terlempar dari wajahnya, ia mengusap bibirnya, terlihat sedikit darah yang menempel pada ujung bibir kirinya. "Hahaha, jadi ini maksudnya pukulan lo yang gakena-kena Ren? Oke-oke, kayanya closingan kita hari ini akan sedikit seru!" Ucap Reza. Aku memandang wajah Reno yang terlihat masih kesal namun sudah sedikit mereda, banyak pertanyaan di kepalaku tentang apa yang ia lakukan ini. Namun sekarang bukanlah waktunya, karena kami sudah membuat Reza kesal dan sepertinya dia akan sangat serius mulai sekarang. Reza memasang kuda-kuda muaythai, dengkul kanan yang sedikit diangkat dan kedua tangan yang berada di atas sejajar dengan pundak menandakan bahwa Reza langsung mengeluarkan jurus pamungkas nya. "Ren, siap-siap, ini jurus pamungkas dia" Ucapku pada Reno dengan santai. "Urus diri lu sendiri" Sahutnya mengikuti nada bicara ku. Aku menyerang Reza duluan, dengan tendangan side kick pertamaku yang membidik tepat ke arah titik lemah di kepalanya. Dia menepis nya dengan mudah dan mengembalikan serangan dengan satu tendangan pamungkas ke arah pergelangan kakiku hingga membuatnya sedikit tergeser, Reno langsung mencoba peruntungan, mengarahkan pukulan ke arah lehernya tapi lagi-lagi dia menepisnya dengan mudah. "Dua lawan satu tapi cuma kaya gini? Dan lo berdua masih nyebut diri lo cowo? Haha" Ucap Reza meremehkan. Jadi seperti ini kekuatan dari pemimpin organisasi geng, aku tidak menyangka kalau dia sekuat itu, pertarungan ini bukan seperti pertarungan dua lawan satu. "Ren kayanya kita gabisa ngalahin dia dengan serangan langsung, kita harus punya rencana" Ucapku kepada Reno. Dia melirikku tajam, aku sedikit gemetar. "Gausa ngajarin gue ya! Mending lo maju duluan gausa nyerang!" Jawabnya. Aku tidak mengerti apa yang dia maksud namun aku tetap mengikuti nya, serangan yang dilakukan Reza dengan bertubi-tubi hanya aku terima dengan menghindar, hingga akhirnya aku lelah dan terpojok. Berkat pukulan yang tadi ia berikan kepadaku aku jadi tidak bisa mengeluarkan jurus pamungkas ku. "Febi, tahan! Tahan Tangannya!" Reno berteriak, aku langsung merespon. Setelah pukulan Reza mengarah ke perutku, aku langsung memegang tangannya. Reno melompat ke arah kepala dan mengeluarkan jurus pamungkas yang pernah ia keluarkan saat di kantin, dengkulnya mengarah tepat kearah pipinya, membuatnya terbaring di lantai. Dia mencoba untuk bangun namun kembali terduduk, mungkin kepalanya terasa sedikit pusing setelah mendapat serangan dari Reno. Serangan yang pertama kali aku lihat dari Reno dan membuatku sangat kagum padanya, dan dengan teknik itu juga dia mampu menumbangkan Reza hanya dengan sekali serang. Reno memang hebat. "Cukup Za! Mending lo gausah nyoba bangun! Gaada gunanya kita ngelanjutin pertarungan ini" Sahutku kepada Reza. "Tinggalin aja, dia udah gabisa bangun!" Ucap Reno seraya berlalu ke arah luar ruangan. "Lo duluan aja Ren, gue dateng kesini buat berentiin Reza buat ngelakuin tradisinya, bukan buat ninggalin dia saat babak belur" Sahutku matang seraya merangkul Reza dan sedikit menopangnya. Reno menoleh ke arahku dan menghampiri ku. "Lo dateng kesini sendirian buat nyelamatin gue dan ngelindungin gue Feb?" Tanya Reno kepadaku, aku meiliriknya dan sedikit menghela nafas. "Hahaha, lo itu kuat Ren, buat apa gue ngelindungin lo, gue cuma pengen berhentiin rencananya Reza supaya Reza ga dibuat babak belur sama lo, lagi juga kalo gue kuat buat apa gue bawa pasukan didepan untuk bantu gue masuk kesini" Jawabku. Setelah mendengar ucapanku dia tersenyum, aku senang luar biasa melihat dia yang akhirnya bisa menerima seseorang untuk berjalan bersamanya, dia mengulurkan tangannya ke arah Reza dan membantuku menopang tubuh Reza menuju ke uks. "Kalian menang!" Ucap Reza tiba-tiba, suara lirih yang ia keluarkan jelas menutupi nafas tersengal yang keluar dari hidungnya. Kami melirik nya bersamaan, kemudian memberikan senyum tipis atas kalimat yang ia keluarkan. "Jangan kira gue udah mau temenan sama lu ya Feb!" Ucap Reno tiba-tiba. "Eh, yah, kok- kok gitu?" Terlalu random, dari sekian banyak hal, dia malah mengucapkan hal yang membuatku bingung. "Bodo amat!" Ucapnya dengan ekspresi datar. Memang seseorang yang sulit ditebak, namun aku tidak akan berhenti, aku akan tetap seperti ini, bersama ketiga sahabatku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD