SEPULUH: Pilihan Sulit.

1673 Words
"Ya kita impas! Apa kalian lupa ini ruangan apa?" Tanya pria itu tidak langsung memberi tahu maksud ucapannya. Aku mengingat sejenak, melihat ke sekeliling ruangan ini, ruangan dengan barang-barang elektronik dan banyaknya cabang kabel yang menjalar mengingatkan ku pada satu hal. "Apa ini ruangan operator!? Jangan bilang kaulah orang yang berbicara dengan kami di lift itu!?" Tanya Salman geram. "Tepat sekali" Sahutnya dengan wajah tidak merasa bersalah sedikitpun, melihat ekspresi yang dikeluarkannya membuat wajah Salman bertambah merah dan berujung mengarahkan kepalan tangan ke arah wajahnya. Aku yang melihat Salman tidak bisa mengontrol emosinya, sigap memeluk tangan kanannya guna mencegahnya memukul pria itu. "Sudahlah Salman! Cukup! Aku tidak bisa melihat hal seperti ini terus!" Ucapku sedikit serak karena air didalam hidungku sudah menghambat nafasku akibat banyaknya air mata yang ku keluarkan sejak tadi. "Jika kau sangat ingin menghantam orang yang sudah menyelamatkan hidupmu diujung kematian tadi, silahkan, aku memahaminya!" Sambung pria itu santai. "APA KAU BODOH!? AKU SAMA SEKALI TIDAK MERASA DISELAMATKAN OLEH ORANG YANG SEDARI AWAL SUDAH MEMBUATKU TERJEBAK DI SITUASI SEPERTI ITU! BUKA MATAMU LEBAR-LEBAR! APA KAU TAHU BAHWA SEMUA ORANG YANG BERADA DIATAS SANA TELAH MATI KARENA KEPUTUSAN YANG KAU BUAT!" Aku lebih setuju dengan ucapan yang dikeluarkan Salman, dari awal pria itulah yang sudah membuat kami terjebak di situasi tadi, namun aku tidak bisa menyangkal bahwa dia juga yang menyelamatkan kami dari situasi itu. "Percayalah, jika kalian berada di posisiku, kalian juga akan melakukan hal yang sama" Ucap pria itu seraya meneteskan air matanya. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan dan mengapa ia menitikan air matanya sekarang. Dilihat dari situasi ini, sepertinya memang alasan dia mengunci lantai paling atas dikarenakan dia tidak mempunyai banyak pilihan. Kalau memang sedari awal rencana penutupan akses dari lantai 5 kebawah memang keinginan pribadinya, mungkin dia tidak perlu membuang tenaganya untuk membuka pintu tadi, namun dia malah membahayakan nyawanya dan menyelamatkan kami. "Apa ada sesuatu yang ingin kau ceritakan kepada kami?" Tanyaku melihat sorot mata pria itu yang menunjukkan sebuah kepedihan. Sorot mata pria itu kembali menatap kami, ia mengusap air mata yang menggenang di kelopak matanya kemudian berjalan ke arah sisi ruangan yang lebih dalam. "Ikuti aku!" Pinta pria itu seraya berjalan membelakangi kami, kami mengikutinya menyusuri ruangan tanpa lampu dan hanya dikelilingi lilin. Kami sampai di ruang kedua, di ruangan ini sudah mulai muncul secercah cahaya, cahaya itu muncul dari puluhan layar monitor yang terhubung pada setiap kamera CCTV di rumah sakit ini, kumpulan layar itu menampilkan seluruh area penting di setiap sudut gedung ini. Terdapat sebuah bangku di depan banyaknya layar monitor itu, mata kami terbelalak kaget dengan apa yang kami lihat di belakang bangku itu. Tubuh sebuah mayat tergeletak dengan kepala yang sudah pecah setengahnya, genangan darah yang sudah mengental terlihat jelas di sekeliling mayat itu, membuat alasan kematiannya jelas karena seseorang telah menembaknya. Salman bersiap dengan kapaknya untuk diayunkan ke arah pria itu, berfikir bahwa pria itu telah melakukan sesuatu yang kejam. "Tidak perlu buang-buang tenaga untuk membunuhku, aku sudah mati sepenuhnya" Ucap pria itu yang menyadari pergerakan Salman di belakangnya. "Turunkan senjata api yang kau pegang! Atau kau akan kehilangan kepalamu dalam sekejap!" Ucap Salman berjaga-jaga. Dia menurunkan senjatanya ke lantai, pria itu memang sudah terlihat seperti orang yang tidak mempunyai alasan lagi untuk hidup. "Dengarkan aku baik-baik, karena aku tidak akan menjelaskan nya lebih dari satu kali" Sahut pria itu membuat kami memasang kuping dengan seksama. "Mayat yang kalian lihat ini adalah mayat kepala rumah sakit" Baru beberapa kalimat yang keluar dari mulut nya, sudah berhasil membuat kami kaget dan bingung apa yang sebenarnya terjadi dibawah sini. "Dialah orang yang memberiku tugas untuk menutup semua akses di lantai 5 dan membuat kalian terjebak disana, apa kalian ingat disaat aku berbicara dengan kalian? Aku pernah bilang bahwa aku akan mencari jalan lain untuk kalian-" "Mengapa kau repot-repot mencari jalan lain? Apa terlalu sulit untuk kembali mengoperasikan lift itu!?" Tegas Salman memotong penjelasan pria itu. "Disaat aku berbicara dengan kalian, kepala rumah sakit sudah berada di belakangku dengan sebuah shotgun di tangannya. Aku tidak punya pilihan" Jawabnya dengan ekspresi yang berubah murung. Kami kaget, ternyata ini bukan ulahnya, ini murni kekejian dari seorang kepala rumah sakit, mulai dari sini perasaan bersalah kami padanya mulai muncul. "Aku tidak ingin kalian merasa bersalah karena telah menuduh ku melakukan semua itu, tujuanku memberitahu ini, sepenuhnya ingin membuat perasaan mengganjal dihati ku lepas, karena telah membuat kalian menderita. Kepala rumah sakit datang dengan senjata api ini dan meletakan ujung nya di kepalaku, mengancam akan membunuhku apabila aku membuka akses apapun yang berada di lantai paling atas. Orang yang sama sekali tidak berperasaan, tapi kalian ingat bukan bahwa aku pernah bilang akan mengeluarkan kalian dari sana dengan cara lain, aku selalu memantau pergerakan kalian dari sini, dan saat kalian menuju ruangan farmasi itu, aku yakin kalian akan bersembunyi disana dan langsung mengakses nya agar bisa dibuka, tapi kepala rumah sakit menyadarinya dan mencoba untuk membunuhku, beruntung aku berhasil menghindarinya dan berujung mengeluarkan isi kepala orang itu" Kami memang bodoh, terlalu cepat menilai sesuatu, berasumsi atas kejahatan seseorang dan malah membuat kami sendiri yang terlihat seperti orang jahatnya. "Aku minta maaf!" Ucapku seraya mengisyaratkan Salman untuk mengucapkan kata maaf kepada pria itu juga. "Aku sudah bilang bahwa aku tidak ingin kalian merasa bersalah!" Sahut nya dengan nada tinggi. Kami tertunduk, meratapi kebodohan kami. "Lalu mengapa kau masih disini? Bukankah seharusnya seorang operator sepertimu tahu semua rute yang ada di rumah sakit ini dan bisa dengan mudah keluar dari sini?" Tanya Salman penasaran, aku juga punya pertanyaan yang sama seperti nya, seharusnya pria itu bisa keluar dari sini saat tahu rencana pihak rumah sakit telah hancur berantakan, atau mungkin dia mempunyai tujuan lain. "Aku menunggu seseorang" Jawabnya dengan nada yang menurun. Apa? Aku sangat terkejut mendengar jawaban yang keluar dari mulutnya, apa orang yang ia tunggu masih hidup?. Pikiranku di penuhi banyak pertanyaan, siapa sebenarnya orang yang ia tunggu. "Maaf sebelumnya, apa orang yang kau tunggu masih hidup?" Ucapku sedikit tidak enak. "Entahlah" Dia langsung mengganti topik pembicaraan. "Hanya ada 3 cara untuk bisa keluar dari dalam gedung ini" Pria itu melanjutkan dan mengajak kami menatap layar monitor yang berbaris didepan kami. Kami menatap seluruh monitor satu-persatu, menampilkan keadaan di tiap-tiap ruangan, hanya ada para mayat hidup yang berdiri mengisi hampir seluruh lantai di gedung ini, tatapan mereka kosong dan sesekali berjalan kesana kemari, sungguh pemandangan yang menyedihkan. "Apa semua orang yang ada di gedung ini telah berubah sepenuhnya?" Tanya Salman berharap masih ada beberapa orang yang masih bisa kami ajak keluar bersama. "Sejauh ini aku tidak melihat adanya tanda-tanda kehidupan dari setiap ruangan yang dipasangi CCTV, atau kemungkinan lain masih ada beberapa yang bertahan hidup, namun tempat mereka bersembunyi tidak terjangkau oleh kamera" Jawab pria itu seraya mengusap-usap dagunya. "Apa mic kecil itu digunakan oleh kepala rumah sakit untuk membuat pengumuman tadi pagi?" Tanyaku seraya menunjuk ke arah mic kecil yang menempel di mesin kendali. "Ya benar, apa yang ingin kau lakukan?" "Beritahu dulu cara keluar dari sini, dan aku akan menjelaskan rencanaku" Ucapku pada pria itu. "Baiklah, kalian lihat ruangan yang disebelah sana?" Ucap pria itu seraya menunjuk salah satu layar monitor. "Itu adalah ruang tunggu belakang rumah sakit, ruangan itu memiliki pintu dengan kartu akses dan menuju langsung ke arah taman yang ada di belakang rumah sakit ini, itu adalah jalan keluar pertama kalian" Pria itu menjelaskan dengan nada bicara tegas dan ekspresi yang sangat amat serius, membuat adrenalin ku sedikit bergetar. "Kita akan keluar dari sana! Jalan keluar itu sudah cukup meyakinkan" Ucap Salman yang tidak sabar untuk keluar dari gedung neraka ini. "Tidak! Aku tidak menyarankan nya!" Tolak pria itu mentah pada Salman, membuat kami bingung untuk apa ia memberitahu nya apabila ia juga yang melarang kami lewat sana. "Lihat lorong ini" Dia kembali menunjuk layar monitor di sebelahnya, terlihat sebuah lorong yang hampir seluruh nya diisi oleh zombie-zombie itu, dan jumlah mereka kurang lebih tiga puluhan. "Ini adalah lorong yang akan dilewati sebelum sampai di ruangan itu, dan aku yakin kemungkinan melewati lorong itu dengan selamat tidak lebih besar dari sebutir garam" Jelasnya membuat kami berdua menelan ludah. "Ini rute kedua untuk keluar dari gedung ini" Lanjut pria itu, menunjuk ke arah layar yang menampilkan lobby lantai 2 rumah sakit yang sudah dipenuhi oleh zombie-zombie itu, dan sepertinya hampir dari setengah mayat hidup di gedung ini berkumpul di lobby tersebut dan terkunci disana tanpa akses yang terbuka ke lantai satu. "Aku juga tidak menyarankan yang satu ini, walaupun sebenarnya keluar melalui lobby itu mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi, namun aku seratus persen tidak menyarankan rute itu untuk digunakan" Jawaban kedua lebih membingungkan kami dari yang sebelumnya, berfikir keras apakah sebenarnya ada jalan keluar yang benar-benar bisa kami lewati. "Mengapa tidak lobby itu saja! Kau sendiri yang bilang bahwa kemungkinan berhasilnya besar?" Tanya Salman semakin tidak sabar. "Lihat ini!" Kembali pria itu menunjuk lantai yang benar-benar terlihat masih kosong tanpa ada nya mahluk hidup. "Ini adalah lantai satu, lantai yang sama sekali belum tersentuh sejak awal insiden ini, para dokter dan perawat yang ada disana mendapat perintah dari rumah sakit untuk membantu evakuasi para pasien di lantai atas, namun terjadi sebuah kesalahan teknis di lantai 3 dan membuat salah satu akses dari lantai paling atas ada yang jebol, membuat beberapa mayat hidup itu berhasil turun, menginfeksi semua orang di gedung ini seiring berjalannya waktu, dan semua orang yang mengisi gedung ini hanya berada di lantai 2 keatas, tidak satupun ada yang bisa turun ke lantai paling bawah karena aku mengunci akses di lobby itu" Dia menarik nafasnya sebentar, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Apabila ada seseorang yang menggunakan kartu akses kemudian keluar melalui pintu itu, para mayat hidup akan mengikutinya hingga ke lantai 1, berhamburan ke lantai yang  hampir sepenuhnya dilingkari tembok berbahan kaca. Walaupun pintu-pintu dilantai satu telah terkunci otomatis, para zombie itu akan berhasil menghancurkan kaca yang mengelilinginya" Dia menghentikan kalimatnya sebentar, melirik ke arah peta Malaysia yang tertempel di dinding sebelum bibirnya kembali bergerak. "Dengan jumlah populasi sebanyak itu, kiamat yang telah kalian lihat sekarang, tidak hanya akan terjadi dirumah sakit ini, melainkan Malaysia, atau kemungkinan terburuknya, SELURUH DUNIA?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD