SATU

1432 Words
*sayang bangunnn! Udah siangg, sayang ayodong bangun... Alarm yang terus menerus berbunyi di samping telingaku berhasil membuatku terbangun, maaf-maaf saja kalo nyatanya suara itu bukan suara perempuan yang aku cinta melainkan hanyalah sebuah alarm seorang pria kesepian. Cukup mengesankan bukan? Aku bergegas bangun dan meninggalkan kasur indahku menuju kamar mandi, mataku yang masih sayup membuatku berjalan dengan meraba-raba keadaan sekitar. *bruggg Suara kepala yang beradu dengan tembok membuatku kaget dan sadar sepenuhnya kemudian mencari-cari siapa orang bodoh yang mau membenturkan kepalanya dengan benda padat hingga menghasilkan suara sekeras itu, aku mengusap jidatku yang terasa agak benjol alias bengkak dan menyadari didepan kaca bahwa orang bodoh itu adalah aku. Aku hanya bisa tersenyum malu dan bersyukur karena tidak ada seorangpun yang melihat kejadian bodoh tadi. Selesai mandi aku segera berpakaian seragam rapi dan bersiap untuk turun sarapan kemudian berangkat sekolah, karena hari ini hari senin dan sudah kewajibanku untuk mencari ilmu daripada menjadi beban keluarga. Sesampainya di ruang makan, aku melihat ayahku yang sudah rapi dengan bekal koran ditangannya, sekilas tulisan Malaysia di koran terbaca oleh mataku karena font yang cukup besar dan beritanya ada di halaman paling depan untuk judul hot news pagi ini. "Febi kok belom berangkat? Nanti telat loh udah setengah 7 kurang" Ucap ayahku seraya melihat jam yang ada di tangannya. Aku mengarahkan pandanganku ke jam dinding yang menunjukan jarum pendek di angka 6 dan jarum panjang di angka 4 menandakan bahwa bel masuk akan berbunyi 10 menit lagi. "Sial!" Gumamku dalam hati. Tanpa basa-basi aku mengambil roti dan kunci motorku kemudian mempercepat langkahku diiringi kalimat pamitan. Dengan kecepatan yang cukup akurat aku berhasil sampai di sekolah walaupun harus menerima resiko terlambat 5 menit, namun keberuntungan berpihak padaku hari ini, karena gerbang sekolah sama sekali belum ditutup, dan keadaan juga masih terbilang sepi. "Aneh, tumben belom ditutup. Apa ini hari terlambat nasional ya?" Sahutku berbicara sendiri. Dari arah koridor aku melihat salah satu sahabatku Erllangga sedang memegang 2 roti lapis menuju ke arah tangga, akupun berteriak guna menghentikan langkahnya. "Woi Er! Buru-buru amat mau kemanasi?" Pandangannya berbalik ke arahku dengan ekspresi yang tiba-tiba berubah lesu. "Yaelah elu Feb, gue udah paham betul nih kode kek gini. Ujung-ujungnya minta pasti" Seperti sulap membaca fikiran dia berhasil menebak langkahku berikutnya. "Hehehe, kok tau" Ucapku diiringi senyum kemenangan. "Yaudah yuk beb kita naik!" Lanjut ku membuat Erllanga merubah ekspresi wajahnya yang sekarang mulai terlihat jijik. Jadi... Sebelumnya aku ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu, namaku Febi Maharandi, aku adalah murid kelas 3 di SMA Jakarta yang cukup populer, aku adalah orang yang baik, penyabar, mudah beradaptasi dan yang paling penting peduli terhadap sesama tanpa pandang bulu, aku juga termasuk orang yang ceria, dan itu semua menurutku, bukan sahabat-sahabatku. Aku pribadi yang cukup tampan, sekali lagi menurutku bukan sahabat-sahabatku, dengan mata bulat dan rambut pendek belah tengah yang sedang tren di jaman ini membuat pesonaku menjadikanku sedikit mirip seperti oppa, kepanjangannya oppalangpintu. Lanjut, kami berduapun berjalan ke arah kelas menyusuri tangga sekolah, saat hendak melewati ruang guru, mataku tidak sengaja tertuju pada murid asing yang sedang duduk didepan ruang guru, namun kami tidak terlalu menghiraukan dan hanya melewatinya begitu saja. "Itu siapa Er?" Tanyaku karena rasa penasaran yang tiba-tiba muncul. "Mana gue tau, emang gue bapaknya!? " Sahut Erllangga dengan nada sewot. Erllangga memang seperti itu, dia tipe orang yang selalu to the point terhadap orang lain, diapun sering menyebutku bodoh atau t***l namun banyak juga yang mengira sifat blak-blakanya itu sama dengan polos, berbeda denganku yang selalu positif thingking kalau Erllangga membenci selera humor ku yang jauh melebihi dirinya. Atau mungkin dia memang bodoh? Aku tidak terlalu ambil pusing. Terlepas dari semua itu dia juga termasuk orang yang baik dan paling peduli diantara kami berempat, dia tidak pernah ingin melihat sahabatnya kesusahan sama sekali. Sesampainya dikelas kami dihadapkan pemandangan yang sangat sangat mainstream(sudah biasa) debang yang berekspresi loyo sudah mengisi kursi kedua dari belakang, Debang adalah panggilan untuk kedua sahabat kembarku, mereka adalah adik kakak/Ade abang, oleh karena itu aku dan Erllangga mempermudah pengucapannya menjadi Debang/Ade Abang. "Woi De! Bang! Lemes banget kek adonan nutrijell!" Sapaku membuka obrolan, suasana kelas masih bisa dibilang sepi, membuatku semakin yakin bahwa hari ini merupakan hari terlambat nasional. Debang hanya membalas panggilanku dengan satu tangan yang diangkat, melambangkan kalau mereka sedang tidak bisa bersemangat pagi ini, berbeda jauh denganku yang selalu ceria di setiap keaadan. Debang adalah panggilan 2 manusia yang digabung menjadi satu dan termasuk didalam list sahabatku juga, Muhamad Farhan adalah kakaknya, biasa dipanggil Abang, struktur muka ala Tionghoa blasteran Indonesia terpampang jelas di wajahnya, ia mempunyai badan gemuk, berambut hitam dan memiliki kebiasaan buruk yang tidak lain ialah melancarkan serangan kentut lalu menuduh siapapun yang ada disebelah nya, dia merupakan pelawak profesional di organisasi persahabatan kami, sedangkan Muhamad Fadhli adalah adiknya, biasa dipanggil Ade, wajah kurang lebih mirip seperti Abang karena status kembar mereka tidak bisa dipungkiri lagi, ia mempunyai rambut agak pirang, tubuhnya ideal sepertiku, dan sangat suka dengan hal yang berbau-bau dewasa, urusan cewek dia sangat bisa diandalkan, berbeda dengan Abang yang mungkin tidak suka dengan kaum lemah lembut. Persamaan yang bisa diidentikan dari mereka berdua hanyalah sifat mereka yang sama-sama pemalas atau bisa dibilang mageran walaupun kami berempat cukup aktif. *kringgggg kringggg Bel sekolah berbunyi, pertanda jam pelajaran pertama akan segera dimulai, ketua kelas menyiapkan para murid agar tetap kondusif sebelum guru sampai dikelas. Aku dan ketiga sahabatku yang paling tidak bisa diam sebelum guru datang sangat berambisi membuat onar dikelas yang telah kondusif ini, tidak jarang kami sering dijuluki murid bandel karena ketua kelas yang hampir setiap hari jadi bantalan guru selalu dipanggil karena ulah kami berempat. Semua kejadian-kejadian unik dikelas akan terjadi apabila salah satu dari kami memulainya terlebih dahulu. "Tebak! Marga Batak yang paling dihormatin sama rakyat apa hayo?" Suara spontan Abang memecahkan keheningan di kelas, membuat seisi kelas mulai menatap deretan bangku kami, aku dan yang lainpun sangat antusias ingin menjawab karena ini sudah menjadi ritual kami membuat onar sebelum jam pelajaran dimulai. "Nababan?" Jawabku lantang mengeluarkan respon pertama. "Salah!" "Panjahitan?" Ucap teman kelas kami, menandakan awal dari sebuah pemberontakan untuk kelas yang sunyi. "Salah!" "Ah gue tau...... penjaringan?" Alih-alih menjawab, Erllangga malah kembali bertanya dengan muka polosnya. "Cok! Marga mana itu woi Er!?" Ucapku kesal sekaligus bingung tentang marga random yang disebutkan Erllangga, seisi kelas juga ikut tertawa dengan jawaban polos yang dikeluarkan Erllangga. "Hahaha d***o d***o penjaringan? Salah semua! Yang bener itu..." Ucapan menggantung dari Abang membuat kami fokus oleh kalimat yang keluar di ujungnya, sesekali berharap jawaban yang didapat merupakan hal yang menghibur dan tidak menyebalkan. "Marga Batak yang dihormatin masyarakat yaitu... RAJA DUDUK." Seisi kelas terdiam sejenak mencoba mengolah apa maksud dari jawaban Abang. "Raja guguk anjeng!!!" Ucap Ade yang lebih dahulu menemukan kejanggalannya. Seisi kelas tertawa hingga membuat suasana kelas tidak lagi membosankan, namun selang beberapa menit akhirnya guru kamipun masuk dan berhasil membuat keadaan kelas kembali kondusif seperti awal. "Febi! Erlangga! Masih pagi udah buat gaduh ya kalian" Bu Leny menuduh kami yang jelas-jelas bukanlah dalang dari semua ini, tapi kami memaklumi karena kami sangat yakin bahwa bu Leny tidak mungkin memanggil salah satu dari debang karena takut salah sasaran dan berujung malu. Bu Leny memanggil seorang anak dari luar, seorang anak laki-laki yang sebaya dengan kami berjalan masuk dengan pandangan kearah lantai dan menggunakan seragam sama seperti yang kami gunakan, aku dan Erllangga menatapnya karena kami yakin bahwa itu adalah anak yang berada di depan ruang guru tadi. Semua pandangan yang ada dikelas terfokus pada wajah Eropanya yang jelas terlihat bahwa dia adalah murid pindahan dari luar negeri, mulai ada sedikit perbincangan masalah good looking yang keluar dari mulut manis kaum Hawa. "Kayanya bakal ada adu kegantengan lagi nih di kelas ini" Sahut Abang mengejekku, jelas ucapan ini akan ada apabila kelas kami kedatangan murid baru yang cukup tampan, karena 3 bulan sebelumnya pernah diadakan vote dikelas ini yang tujuannya bukan untuk pemilihan ketua kelas melainkan siapa pria yang paling tampan dikelas, dan akulah yang di nobatkan sebagai pemenangnya mengalahkan ketua kelas dengan perbandingan 1:2, insiden tersebut dinamakan tragedi adu ganteng. Cukup aneh memang, namun hari bersejarah itu ada dan kemungkinan akan terulang kembali setelah murid misterius ini datang. "Oke anak-anak, perkenalkan namanya adalah Reno Febriano, dia merupakan murid pindahan dari Malaysia, tolong di ajak beradaptasi dan ibu tidak akan mentolerir sikap iri terhadap anak baru" Tegas bu Leny "Satu lagi! Ibu mohon untuk tidak mengadakan tragedi adu ganteng di kelas ini lagi terutama kepada murid baru!" Kalimat lanjutan yang dikeluarkan bu Lenny membuat seisi kelas senyum-senyum sendiri dan membuat kami mengurungkan niat untuk mengadakan kontes tersebut. Tapi ada satu hal yang mengganjal di kepalaku, Malaysia!? Ada apa dengan Malaysia?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD